Penulis dan kolomnis Nab Bahany AS mempertanyakan keberadaan 600 kitab hikayat Aceh yang pernah dibawa oleh sejarawan Indonesia Prof Dr Husein Jayadiningrat dari Aceh ke Jakarta pada tahun 1960-an. Padahal 600 kitab hikayat itu penting untuk dikembalikan ke Aceh, karena menyangkut keberadaan sejarah Aceh.
“Setelah Profesor Husein meninggal dunia, kabarnya keberadaan hikayat-hikayat itu ada pada sejarawan Muhammad Yamin di Jakarta pada tahun 90-an,” kata Nab Bahany pada The Aceh Post di Lampineung, Banda Aceh, Kamis (28/7).
Nab Bahany mengaku, secara pribadi dia juga pernah menelusuri keberadaan hikayat-hikayat itu, dan pernah menanyakannya ke perpustakaan HB Yasin di Jakarta, namun naskah hikayat tersebut tidak ada.
“Setelah itu, saya langsung menanyakan pada mantan Direktur Pusat Dokumentasi Aceh Bapak Adnan Hanafiah, beliau juga rupanya lagi mencari informasi yang sama,” jelas Nab Bahany.
Menurut Nabani, Adnan Hanafiah pernah mengunjungi rumah HB Jasin. Di rumah itu beliau melihat ada sebuah gudang yang berisi begitu banyak buku. Adnan Hanafiah malah sempat masuk ke dalam gudang dan membongkarnya.
“Beliau ada menemukan selembar kertas yang bertuliskan hikayat Aceh, namun apakah hikayatnya ada disitu, saya tidak bisa pastikan. Ketika itu sempat diajukan kepada pemerintah Aceh untuk mencari kembali hikayat itu, tetapi tidak dihiraukan sampai sekarang,” lanjutnya.
Sementara saat dihubungi, manuscrip Aceh Tarmizi A Hamid menjelaskan, dirinya pernah mendengar hilangnya 600 kitab hikayat Aceh. Bahkan dia pernah mendengar apabila Sejarawan Australia Raffes pernah mengambil hikayat-hikayat tersebut, namun Raffes kemudian menghibahkannya ke perpustakaan Negara.
“Padahal sekarang sejarah Aceh sedang diteliti oleh banyak ilmuwan, dan sayang sekali kalau hikayat itu tidak diketahui keberadaannya,” demikian kata Tarmizi.
Sumber : The Atjeh Post
Sabtu, 30 Juli 2011
Muhammad Nazar : Malaysia Beli 5000 Manuskrip Aceh Secara Ilegal
5000 manuskrip Aceh dibeli secara diam-diam oleh Malaysia dan sekarang Malaysia sudah membuat pusat manuskrip terbesar di Asia. Koleksinya mayoritas berasal dari Aceh, karena pada abad 15-19 Malaysia sendiri dikendalikan oleh Aceh.
Demikian dikatakan wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar, disela-sela melaporkan kepada rombongan Komisi X DPR RI tentang perkembangan Aceh dibidang pendidikan, pariwisata, budaya, dan olahraga di Gedung Serba Guna kantor gubernur Aceh, Selasa (26/7).
“Saya memberi masukan ke DPR RI dan pemerintah pusat bahwa kita banyak kecolongan dibidang kebudayaan. Kita di Aceh dibidang kebudayaan dulu merupakan kerajaan terbesar dengan intelektualitas tulis menulis. 5000 manuskrip Aceh dibeli secara ilegal oleh Malaysia, jadi Malaysia sekarang membuat pusat manuskrip terbesar di Asia. Koleksinya banyak karya dari Aceh,”ungkap Nazar.
Di satu pihak Malaysia membeli secara mahal manuskrib-manuskrib itu, sementara pemerintah sendiri kurang membelinya. Biasanya orang Indonesia baru protes setelah diambil orang lain, seperti kejadian batik.
“Saya pikir manuskrip itu lebih penting dari apapun karena ini peradaban, dan banyak sekali kitab-kitab kuno Aceh tentang agama, kesehatan, ilmu perang, bela diri, dan politik diseludupkan ke Malaysia,”tambahnya.
Lanjut Wagub, Ada 600 judul diselundupkan ke Brunei Darussalam. Namun untuk dikembalikan lagi ke Aceh sangat sulit, pasti diperiksa secara ketat di bandara. Apalagi pemerintah kekurangan uang. Kalaupun ada uang, dikirim agen kekampung-kampung, karena manuskrip itu ada di pusat kerajaan dipedalaman. “Saya
kata Nazar, di bidang Arkeologi, Aceh juga masih kurang perhatian, baik dari risetnya maupun promosinya sebagai bagian dari pariwisata di Aceh. Dapat dicontohkan seperti Turki, mereka sukses dalam menjual sejarah mereka. Untuk mengkapitalkan sejarah dan budaya untuk para turis, ini yang belum berhasil dilakukan di Indonesia.
Yang selalu dikampanyekan selama ini hanyalah Bali, seolah-olah pariwisata Indonesia itu hanya di Bali. Ini jadi suatu masalah. Aceh telah mempersiapkan kunjungan pariwisata tahun depan, dan tahun lalu juga sudah dilakukan yaitu Visit Banda Aceh Years 2011, memang dibidang pariwisata di Aceh trennya naik, meskipun belum seperti di Bali.
Nazar juga memberitahukan kepada Komisi X bahwa saat ini di Aceh juga sedang berlangsung Aceh Internasional Festival Folklore. Aceh sendiri yang menjadi tuan rumah ajang yang bergengsi itu padahal kata Wagub, festival itu dibuat dalam kekurangan anggaran, tetapi tetap jalan.
“Ini untuk memperkuat perdamaian di Aceh, bahwa Aceh selalu terbuka untuk cosmopolit dan tidak ada masalah dalam komunikasi dalam kebudayaan,”ujarnya.
Selain itu pemerintah Aceh sedang menghidupkan perpustakaan di masjid-masjid, dan sedang merancang cafe library (warung kopi pustaka). Warung kopi di Aceh meskipun buka Rukun Iman yang ketujuh, tetapi jadi satu tradisi, apabila ada yang larang untuk tutup, akan menimbulkan konflik, dan yang perlu pihaknya lakukan adalah mentransformasikan warung kopi tersebut.
Pelanggan warung kopi sambil minum kopi bisa membaca, “Dan ini harus kita mulai dari warung-warung kopi yang besar dulu,”katanya.
Sumber :The Globe Journal
Demikian dikatakan wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar, disela-sela melaporkan kepada rombongan Komisi X DPR RI tentang perkembangan Aceh dibidang pendidikan, pariwisata, budaya, dan olahraga di Gedung Serba Guna kantor gubernur Aceh, Selasa (26/7).
“Saya memberi masukan ke DPR RI dan pemerintah pusat bahwa kita banyak kecolongan dibidang kebudayaan. Kita di Aceh dibidang kebudayaan dulu merupakan kerajaan terbesar dengan intelektualitas tulis menulis. 5000 manuskrip Aceh dibeli secara ilegal oleh Malaysia, jadi Malaysia sekarang membuat pusat manuskrip terbesar di Asia. Koleksinya banyak karya dari Aceh,”ungkap Nazar.
Di satu pihak Malaysia membeli secara mahal manuskrib-manuskrib itu, sementara pemerintah sendiri kurang membelinya. Biasanya orang Indonesia baru protes setelah diambil orang lain, seperti kejadian batik.
“Saya pikir manuskrip itu lebih penting dari apapun karena ini peradaban, dan banyak sekali kitab-kitab kuno Aceh tentang agama, kesehatan, ilmu perang, bela diri, dan politik diseludupkan ke Malaysia,”tambahnya.
Lanjut Wagub, Ada 600 judul diselundupkan ke Brunei Darussalam. Namun untuk dikembalikan lagi ke Aceh sangat sulit, pasti diperiksa secara ketat di bandara. Apalagi pemerintah kekurangan uang. Kalaupun ada uang, dikirim agen kekampung-kampung, karena manuskrip itu ada di pusat kerajaan dipedalaman. “Saya
kata Nazar, di bidang Arkeologi, Aceh juga masih kurang perhatian, baik dari risetnya maupun promosinya sebagai bagian dari pariwisata di Aceh. Dapat dicontohkan seperti Turki, mereka sukses dalam menjual sejarah mereka. Untuk mengkapitalkan sejarah dan budaya untuk para turis, ini yang belum berhasil dilakukan di Indonesia.
Yang selalu dikampanyekan selama ini hanyalah Bali, seolah-olah pariwisata Indonesia itu hanya di Bali. Ini jadi suatu masalah. Aceh telah mempersiapkan kunjungan pariwisata tahun depan, dan tahun lalu juga sudah dilakukan yaitu Visit Banda Aceh Years 2011, memang dibidang pariwisata di Aceh trennya naik, meskipun belum seperti di Bali.
Nazar juga memberitahukan kepada Komisi X bahwa saat ini di Aceh juga sedang berlangsung Aceh Internasional Festival Folklore. Aceh sendiri yang menjadi tuan rumah ajang yang bergengsi itu padahal kata Wagub, festival itu dibuat dalam kekurangan anggaran, tetapi tetap jalan.
“Ini untuk memperkuat perdamaian di Aceh, bahwa Aceh selalu terbuka untuk cosmopolit dan tidak ada masalah dalam komunikasi dalam kebudayaan,”ujarnya.
Selain itu pemerintah Aceh sedang menghidupkan perpustakaan di masjid-masjid, dan sedang merancang cafe library (warung kopi pustaka). Warung kopi di Aceh meskipun buka Rukun Iman yang ketujuh, tetapi jadi satu tradisi, apabila ada yang larang untuk tutup, akan menimbulkan konflik, dan yang perlu pihaknya lakukan adalah mentransformasikan warung kopi tersebut.
Pelanggan warung kopi sambil minum kopi bisa membaca, “Dan ini harus kita mulai dari warung-warung kopi yang besar dulu,”katanya.
Sumber :The Globe Journal
Meugang Warga Aceh di Denmark Sembelih Kambing
Ratusan warga Aceh yang menetap di Denmark tetap merayakan hari meugang dalam meyambut bulan suci Ramadhan 1432 H.Warga Aceh disana menyembelih kambing dan ada juga yang membeli daging siap di gulai. Untuk Sabtu (30/7) sebagian warga memfaatkan hari libur berkunjung ke destinasi-destinasi wisata bersama keluarga dan teman-teman.
Menurut Tarmizi Age, pria kelahiran Alue Sijuek (Blang Geulanggang) Peucoek Alu Rheng, Peudada, Kabupaten Bireuen yang sudah 25 tahun menetap di sana, warga Aceh di Denmark membeli kambing di lokasi-lokasi pemeliharaan kambing, kemudian menyembelihnya.Ada juga yang melakukannya secara pribadi ada juga melakukan secara bersama-sama.
"semangat keacehan masih nampak sangat kental dalam kehidupan masyarakat Aceh di denmark, namun untuk hari ini, sabtu ramai juga yang memanfaat kan sebagai hari berlibur bersama keluarga misalnya berkunjung ke destinasi-destinasi wisata mengunjungi teman-teman dan lainnya, ukwah tetap terjaga,"ungkapnya.
Tarmizi menyebutkan untuk saat ini warga Aceh di Denmark mencapai 250 orang lebih, namun ada juga beberapa keluarga Aceh dan anak muda yang sudah kembali ke Aceh setelah damai GAM - RI pada tahun 2005.
Sumber : The Globe Journal
Warga Aceh sedang memilih kambing di lokasi pemeliharaan kambing, Sabtu (30/7). Kambing tersebut kemudian disembelih sebagai ujud merayakan hari meugang di Denmark. Foto (ist)
Menurut Tarmizi Age, pria kelahiran Alue Sijuek (Blang Geulanggang) Peucoek Alu Rheng, Peudada, Kabupaten Bireuen yang sudah 25 tahun menetap di sana, warga Aceh di Denmark membeli kambing di lokasi-lokasi pemeliharaan kambing, kemudian menyembelihnya.Ada juga yang melakukannya secara pribadi ada juga melakukan secara bersama-sama.
"semangat keacehan masih nampak sangat kental dalam kehidupan masyarakat Aceh di denmark, namun untuk hari ini, sabtu ramai juga yang memanfaat kan sebagai hari berlibur bersama keluarga misalnya berkunjung ke destinasi-destinasi wisata mengunjungi teman-teman dan lainnya, ukwah tetap terjaga,"ungkapnya.
Tarmizi menyebutkan untuk saat ini warga Aceh di Denmark mencapai 250 orang lebih, namun ada juga beberapa keluarga Aceh dan anak muda yang sudah kembali ke Aceh setelah damai GAM - RI pada tahun 2005.
Sumber : The Globe Journal
Jumat, 29 Juli 2011
Rekam Jejak Heroik Cagee : Mantan Panglima Penyandang Empat Jabatan
Bergabung dengan GAM
Tahun 1998, seiring dengan reformasi yang digulirkan di Indonesia, Amiruddin pun telah memasuki babak baru kehidupannya. Dia mencatatkan diri sebagai anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Tahun itu merupakan tahun yang penuh dengan catatan penting sejarah, selain reformasi yang diperjuangkan oleh mahasiswa mencapai klimaks, di Aceh sendiri pada 7 Juli Panglima ABRI Jenderal Wiranto mencabut status Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) setelah 10 tahun diterapkan.
Awal perkenalan dengan Mirik, Saiful alias Cage masih sebagai prajurit biasa di kamp 09 (kosong sikureung) Palu Beueh Awee Geutah. Saat itu yang menjadi pembesar dikawasan itu masih para desertir polisi seperti Husaini Franco, Razali dan beberapa orang lainnya. Saat masih sebagai tentara kecil di gerakan yang dia bela, Cage sudah dikenal berani dan nekat.
Tahun 2001 GAM Daerah III wilayah Batee Iliek membentuk pasukan operasi khusus. Pasukan ini dibentuk oleh Teungku Batee yang bernama asli Husaini. Setelah pasukan itu dibentuk, eskalasi konflik semakin meningkat. Saat menjadi komandan pasukan operasi pada tahun 2002, kiprah Cage semakin dikenal karena kesukaannya bertempur. Ibarat kata, dia menyukai pertempuran melebihi kesukaan pada dirinya sendiri. Pada tahun yang sama dia membentuk kamp Gurkha di Gampong Darul Aman Peusangan Selatan.
Kondisi semakin genting. Dimana-mana aparat keamanan Indonesia sudah tersebar. Untuk mengefektifkan pergerakan dan memperkuat pertahanan pasukan, Cage kemudian memecah anggotanya menjadi tujuh regu. Dua diantaranya bernama regu Singa Bate yang dikomandoi oleh Mirik dan regu Geubina yang dipimpin oleh Obeng (almarhum). "Saat kondisi semakin genting, Cage memecah kami dalam tujuh regu. saya sudah lupa nama-nama regu tersebut selain Singa Bate yang saya pimpin dan Geubina yang dikomandoi oleh Obeng. DIa sudah alrmarhum,"kata Mirik mengenang masa lalu.
Regu-regu tersebut terus bertempur melawan tentara pemerintah Republik dengan cara mandiri. Hidup semakin sulit. Logistik masih tersedia, namun terkadang makan beras mentah menjadi pilihan, karena tempat persembunyian tidak boleh berasap.
Tahun 2003 Zona Damai hadir di Aceh. Perwakilan GAM dan RI yang difasilitasi oleh Hendry Dunant Centre (HDC) meresmikan Zona Damai pertama di Indrapuri Aceh Besar. Kejadian itu terjadi pada tanggal 13 Januari 2003. Pasukan Cage yang sempat terpecah disatukan kembali. Mereka kembali dikumpulkan di Kamp Gurkha. Ada persyaratan bahwa pasukan GAM tidak ada yang boleh berserak.
Masa Darurat Militer
Menjelang penerapan Darurat Militer di Aceh, kondisi keamanan dan perpolitikan semakin memburuk. Para petinggi GAM dilapangan sudah tidak bisa lagi mengendalikan keadaan. Saat itulah Cage kembali tampil kedepan dengan menyandang empat jabatan sekaligus yaitu sebagai Panglima Daerah, Panglima Muda, Panglima Sagoe serta Komandan Operasi GAM.
Satu hari menjelang Darurat Militer (DM) disahkan (17/10/03) pasukan TNI bergerak ke Ule Jalan Peusangan Selatan. Mengetahui informasi pasukan pemerintah semakin mendekat, Cage memanggil semua pasukannnya. Dalam rapat, mereka memutuskan untuk menghadang tentara yang datang dari seberang laut itu. Mereka kemudian menunggu kedatangan Tentara Nasional Indonesia di ujung jembatan Ule Jalan (seberang sungai).
Tak lama kemudian pecahlah perang yang maha dahsyat. Pertempuran kedua belah pihak anak manusia yang berbeda ideologi itu memakan waktu 8 hari 8 malam. Jumlah pasukan GAM bersenjata dalam pertempuran itu sekitar 80 orang. Hari kedelapan penerapan DM pasukan GAM mundur dan bergerak ke Blang Mane Kecamatan Peusangan Selatan. Hari ke 9 DM, Cage kembali memecah pasukannya menjadi 2 kelompok yaitu Gurkha dan Singa Batee.
Sejak awal DM, pasukan Cage sudah terisolir dan kehilangan kontak dengan GAM yang berada di bawah. Satu bulan DM, Cage kembali memecah pasukan menjadi tujuh regu. Kembali dipecahnya pasukan tersebut untuk terus memaksimalkan kekuatan dan meratakan pertahanan. Menurut analisa Cage waktu itu, taktik gerilya yang dimainkan tidak memungkinkan pasukan seluruhnya dikonsentrasikan pada satu titik pertahanan.
"Sejak awal penerapan Darurat Militer, pasukan Kamp Gurkha sudah terputus hubungan dengan GAM yang berada di bawah. Sebab pasukan keamanan Pemerintah sudah berhasil mengisolasi kami dari hubungan luar. Sejak saat itu informasi tentang kami semakin tidak banyak yang tahu," Kata Mirik sambil menghisap asap rokok dalam-dalam. Kemudian dengan berat asap perusak kesehatan itu dihembuskan kembali ke udara.
Setahun darurat, Mualim (Muzakkir Manaf) beserta Sofyan Daud, Nek Tu Peureulak, Cut Manyak dan petinggi GAM lainnya tiba di daerah basis pertahanan Saiful Cage. Mereka dengan susah payah melalui jalan-jalan hutan menuju ke basis Kamp Gurkha untuk mencari perlindungan. Saat itu kondisi para petinggi itu rata-rata kurus dan kurang sehat. Bukan saja para petinggi GAM yang mencari selamat ke wilayah Cage, GAM lain seperti pasukan dari Linge Aceh Tengah dan Pase juga merapat ke wilayah pegunungan tersebut.
Sejak kedatangan para petinggi GAM, perjuangan Cage untuk mempertahankan wilayahnya dari serbuan TNI semakin berat. Untuk memperkuat perlindungan, Cage membuat dua tim lagi. Saat melakukan upaya perlindungan terhadap Mualim, Cage tidak memberitahukan kepada khalayak. Bahkan banyak diantara pasukan GAM sendiri yang tidak tahu bahwa sang pimpinan berada didalam garis pertahanan mereka.
Setelah tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 menerjang dan meluluhlantakkan Aceh, kehidupan gerilyawan Aceh Merdeka semakin sulit. Sebab hampir semua wilayah pertahanan sudah diduduki oleh tentara pemerintah. Hampir setiap gampong yang ada di Aceh sudah didirikan pos-pos pertahanan satuan non organik baik dari unsur TNI maupun Polisi.
Tanggal 27 Desember 2004 GAM secara sepihak menyatakan gencatan senjata dengan alasan demi kemanusiaan. Sebab hampir semua elemen baik sipil maupun militer sedang memfokuskan perhatiannya pada tindakan emergensi untuk menolong korban bencana.
Menjelang MoU Helsinki
Ketika dialog antara GAM dan RI yang difasilitasi oleh Crisist Management initiative (CMI) semakin menunjukkan hasil positif, pertempuran sengit pecah antara pemerintah dengan pasukan Cage di daerah Gampong Darul Aman Peusangan Selatan. Pertempuran itu terjadi mulai jam 05.00 WIB (subuh) sampai menjelang magrib. Saat maghrib tiba, pasukan TNI mundur setelah seharian bertempur.
Pasukan GAM sendiri saat itu sudah berserak-serak karena bertempur. Cage sendiri terpisah dengan pasukannya. Saat itu 19 butir peluru sukses menembus tubuh sang panglima. Peluru-peluru itu menembus pantat, bahu, paha, tangan dan tempat-tempat lain. Melihat tubuhnya telah dipenuhi lubang bekas bersarangnya peluru, Cage dengan pengalaman bertempur gerilya yang matang, mengikat dan menutup lukanya dengan tumbuhan hutan yang menjalar. Darah yang sempat keluar dipaksakan berhenti dengan ditutupi lubang tubuh yang penuh luka itu.
Dengan tubuh penuh luka, kemudian Cage merangkak ke rumah warga yang berjarak sekitar 300 meter dari lokasi pertempuran. Saat sedang merangkak, seorang gadis melihat dan kemudian membawa pulang kerumahnya untuk diobati. Tiga hari bersama si gadis, TNI datang lagi dan melakukan penggerebekan. namun beruntung, Cage berhasil diselamatkan dengan didandani seperti perempuan dan dibonceng dengan sepeda. Saat itu pasukan pemerintah tidak mengenalinya lagi.
Setelah disembunyikan ditempat yang lebih aman, disitulah Cage diobati sampai sembuh. Pasukan GAM sendiri saat itu tidak mengetahui kabar tentang sang panglima. Tidak ada yang bisa memastikan apakah dia hidup atau mati. Apakah terkena tembakan atau tidak.
Setelah sembuh, Cage kembali ke pasukannya. Saat itu isu akan terjadinya perdamaian semakin gencar. Cage sempat membangun komunikasi dengan Bakhtiar Abdullah yang saat itu masih berada di luar negeri. Disaat itu dia baru tahu bahwa lobi-lobi perdamaian semakin instensif dilakukan oleh para pihak. Cage merasa bahagia mendengar berita itu. Tak menunggu lama dia langsung mengumpulkan kembali pasukan Gurkha untuk memberitahukan berita gembira itu sekaligus mempersiapkan hal-hal yang diperlukan.
Kemudian, tanggal 15 Agustus 2005 ditandatanganilah perjanjian damai di Helsinki Finlandia antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.
"Saat itu wajah bang Saiful memancarkan rona kegembiraan. Padahal saya tahu dia sangat menikmati peperangan ini, namun karena kecintaannya pada perdamaian lebih besar, maka dia gembira luar biasa," kata Mirik mengenang.
Beberapa hari setelah MoU Helsinki, Cage diangkat menjadi Panglima Wilayah Bate Ilik yang membawahi empat daerah, mulai D-I sampai D-IV. Dua bulan sesudah damai, Cage baru turun ke kota. Saat itu Muzakkir Manaf selaku mualim menghadiahkan satu unit sepeda motor Ninja untuk Cage sebagai bentuk apresiasi terhadap konsistensinya dalam berperang dan bertahan dengan ideologinya.
Masalah Keuangan Kombatan
Lima bulan kemudian, Cage mendapatkan proyek yang diberikan oleh pasangan Bupati Bireuen saat itu Mustafa Geulanggang-Amiruddin Idris. Proyek yang diberikan itu berupa pembangunan jalan Pulo Panyang Kecamatan Peusangan Selatan. Kemudian olehnya, proyek itu dijual kepada kontraktor lain. Uang hasil penjualan proyek itu dibelinya mobil Estrada Double Cabin warna merah.
Perpecahan di tubuh GAM mulai terjadi saat cairnya dana reintegrasi yang diluncurkan oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA), tahun 2006. Cage selaku panglima membagikan uang tersebut kepada seluruh jajarannya. Namun dalam pembagian uang tersebut, dia membedakan antara GAM yang bertahan dipusaran konflik dengan GAM yang melarikan diri keluar daerah. Untuk yang bertahan, jatah yang diberikan lebih besar. Sedangkan yang lari ke luar daerah diberikan lebih sedikit. Sehingga GAM yang mendapatkan jatah sedikit marah dan memberontak pada barisan Cage.
Ekses dari kejadian tersebut, Amiruddin Husen dicopot jabatannya sebagai panglima wilayah. Sebagai penggantinya diangkatlah Dedi bin Hamzah. Setahun setelah itu, GAM pecah kembali. Mereka sudah tidak lagi sefaham. Melihat situasi ini, kalangan cerdik pandai agama dan petinggi GAM meminta Cage kembali naik sebagai Panglima. Namun Cage menolak tawaran itu.
Tak hilang akal, cerdik pandai agama dan Irwandi kemudian kembali membujuk Saiful untuk menerima tawaran itu. Akhirnya Cage luluh juga. Namun Cage membuat persyaratan yaitu dia akan bersedia jadi Panglima kembali, dengan dibantu oleh cerdik pandai agama sebagai penasehat. Setelah mendapatkan kata setuju, diapun kembali ke "tahta" yang sempat dicopot paksa. Diantara cerdik pandai agama yang bersedia menjadi penasehat Cage adalah Abu Kuta Krueng, Waled Mudawali dan Tumin Blang Blahdeh.
Saat Cage kembali ke puncak wilayah, semua lapisan pasukan mendukungnya. Setelah GAM bersatu kembali, mereka pun semakin mantap mendirikan partai politik tersendiri sebagai wadah perjuangan mantan kombatan. Setelah berproses dari Partai GAM, Partai Aceh Mandiri yang kesemuanya ditolak oleh Kemenkumham, akhirnya dengan nama Partai Aceh (PA) mereka bisa merajai dunia "persilatan" politik ditataran Aceh.
Selain sangat tegas dalam bertindak dan menahkodai wilayah Batee Iliek, Cage tidak pernah melupakan janda dan anak yatim korban konflik. Setiap meugang, dia selalu membagikan daging gratis untuk anak yatim korban konflik diseluruh wilayah Batee Iliek. Bahkan ada yang disekolahkan olehnya sampai perguruan tinggi.
Menolak Zikir dan Dukung Irwandi
Cage menolak perintah komando saat pencalonan Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf (Zikir) sebagai sebagai Cagub dan Cawagub Aceh. Dia dengan lantang menolak pencalonan itu karena dianggap tidak demokratis dan petinggi dikomando pusat telah berbuat sesuka hati dengan asal tunjuk. Cage beserta KPA di 13 wilayah secara bersama-sama menolak pencalonan duet "Zikir" yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai keterbukaan dan putusan bersama. Hanya empat wilayah yang mengakui dan mendukung putusan komando, dua diantaranya adalah Sigli dan Pase.
Setelah berdiskusi dengan beberapa kalangan, akhirnya Cage memutuskan untuk mendukung Irwandi sebagai calon gubernur. Jabatan panglima Wilayah Bate Iliek dikembalikan ke komando beserta dengan stempel. Pasca mendukung Irwandi, hubungan Cage dengan pihak komando semakin memanas.
Akhirnya pada Jumat (22/7) sekitar pukul 23.00 WIB, Cage menghembuskan nafas yang terakhir setelah timah panas dari senjata api jenis AK menembus bahu dan kepalanya. Dia menghembuskan nafas yang terakhir di depan warung kopi miliknya yang diberi nama sama seperti kamp-nya dulu: GURKHA.
Sumber : The Globe Journal
Tahun 1998, seiring dengan reformasi yang digulirkan di Indonesia, Amiruddin pun telah memasuki babak baru kehidupannya. Dia mencatatkan diri sebagai anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Tahun itu merupakan tahun yang penuh dengan catatan penting sejarah, selain reformasi yang diperjuangkan oleh mahasiswa mencapai klimaks, di Aceh sendiri pada 7 Juli Panglima ABRI Jenderal Wiranto mencabut status Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) setelah 10 tahun diterapkan.
Amiruddin alias Saiful alias Cage merupakan salah seorang pelaku sekaligus saksi sejarah pergolakan Aceh melawan dominasi Jakarta. banyak kisah yang telah ditorehkan oleh lelaki kelahiran 42 tahun yang lalu di Gampong Pulo Panyang dusun Cot Kala Peusangan Selatan. Lalu bagaimanakah lika-liku kehidupannya sampai ajal menjemput? The Globe Journal mencatat kembali beberapa nukilan kisah yang dituturkan oleh Yusnaidi alias Mirik pada hari Senin (25/7), orang kepercayaan almarhum sampai ajal menjemput.
Awal perkenalan dengan Mirik, Saiful alias Cage masih sebagai prajurit biasa di kamp 09 (kosong sikureung) Palu Beueh Awee Geutah. Saat itu yang menjadi pembesar dikawasan itu masih para desertir polisi seperti Husaini Franco, Razali dan beberapa orang lainnya. Saat masih sebagai tentara kecil di gerakan yang dia bela, Cage sudah dikenal berani dan nekat.
Tahun 2001 GAM Daerah III wilayah Batee Iliek membentuk pasukan operasi khusus. Pasukan ini dibentuk oleh Teungku Batee yang bernama asli Husaini. Setelah pasukan itu dibentuk, eskalasi konflik semakin meningkat. Saat menjadi komandan pasukan operasi pada tahun 2002, kiprah Cage semakin dikenal karena kesukaannya bertempur. Ibarat kata, dia menyukai pertempuran melebihi kesukaan pada dirinya sendiri. Pada tahun yang sama dia membentuk kamp Gurkha di Gampong Darul Aman Peusangan Selatan.
Kondisi semakin genting. Dimana-mana aparat keamanan Indonesia sudah tersebar. Untuk mengefektifkan pergerakan dan memperkuat pertahanan pasukan, Cage kemudian memecah anggotanya menjadi tujuh regu. Dua diantaranya bernama regu Singa Bate yang dikomandoi oleh Mirik dan regu Geubina yang dipimpin oleh Obeng (almarhum). "Saat kondisi semakin genting, Cage memecah kami dalam tujuh regu. saya sudah lupa nama-nama regu tersebut selain Singa Bate yang saya pimpin dan Geubina yang dikomandoi oleh Obeng. DIa sudah alrmarhum,"kata Mirik mengenang masa lalu.
Regu-regu tersebut terus bertempur melawan tentara pemerintah Republik dengan cara mandiri. Hidup semakin sulit. Logistik masih tersedia, namun terkadang makan beras mentah menjadi pilihan, karena tempat persembunyian tidak boleh berasap.
Tahun 2003 Zona Damai hadir di Aceh. Perwakilan GAM dan RI yang difasilitasi oleh Hendry Dunant Centre (HDC) meresmikan Zona Damai pertama di Indrapuri Aceh Besar. Kejadian itu terjadi pada tanggal 13 Januari 2003. Pasukan Cage yang sempat terpecah disatukan kembali. Mereka kembali dikumpulkan di Kamp Gurkha. Ada persyaratan bahwa pasukan GAM tidak ada yang boleh berserak.
Masa Darurat Militer
Menjelang penerapan Darurat Militer di Aceh, kondisi keamanan dan perpolitikan semakin memburuk. Para petinggi GAM dilapangan sudah tidak bisa lagi mengendalikan keadaan. Saat itulah Cage kembali tampil kedepan dengan menyandang empat jabatan sekaligus yaitu sebagai Panglima Daerah, Panglima Muda, Panglima Sagoe serta Komandan Operasi GAM.
Satu hari menjelang Darurat Militer (DM) disahkan (17/10/03) pasukan TNI bergerak ke Ule Jalan Peusangan Selatan. Mengetahui informasi pasukan pemerintah semakin mendekat, Cage memanggil semua pasukannnya. Dalam rapat, mereka memutuskan untuk menghadang tentara yang datang dari seberang laut itu. Mereka kemudian menunggu kedatangan Tentara Nasional Indonesia di ujung jembatan Ule Jalan (seberang sungai).
Tak lama kemudian pecahlah perang yang maha dahsyat. Pertempuran kedua belah pihak anak manusia yang berbeda ideologi itu memakan waktu 8 hari 8 malam. Jumlah pasukan GAM bersenjata dalam pertempuran itu sekitar 80 orang. Hari kedelapan penerapan DM pasukan GAM mundur dan bergerak ke Blang Mane Kecamatan Peusangan Selatan. Hari ke 9 DM, Cage kembali memecah pasukannya menjadi 2 kelompok yaitu Gurkha dan Singa Batee.
Sejak awal DM, pasukan Cage sudah terisolir dan kehilangan kontak dengan GAM yang berada di bawah. Satu bulan DM, Cage kembali memecah pasukan menjadi tujuh regu. Kembali dipecahnya pasukan tersebut untuk terus memaksimalkan kekuatan dan meratakan pertahanan. Menurut analisa Cage waktu itu, taktik gerilya yang dimainkan tidak memungkinkan pasukan seluruhnya dikonsentrasikan pada satu titik pertahanan.
"Sejak awal penerapan Darurat Militer, pasukan Kamp Gurkha sudah terputus hubungan dengan GAM yang berada di bawah. Sebab pasukan keamanan Pemerintah sudah berhasil mengisolasi kami dari hubungan luar. Sejak saat itu informasi tentang kami semakin tidak banyak yang tahu," Kata Mirik sambil menghisap asap rokok dalam-dalam. Kemudian dengan berat asap perusak kesehatan itu dihembuskan kembali ke udara.
Setahun darurat, Mualim (Muzakkir Manaf) beserta Sofyan Daud, Nek Tu Peureulak, Cut Manyak dan petinggi GAM lainnya tiba di daerah basis pertahanan Saiful Cage. Mereka dengan susah payah melalui jalan-jalan hutan menuju ke basis Kamp Gurkha untuk mencari perlindungan. Saat itu kondisi para petinggi itu rata-rata kurus dan kurang sehat. Bukan saja para petinggi GAM yang mencari selamat ke wilayah Cage, GAM lain seperti pasukan dari Linge Aceh Tengah dan Pase juga merapat ke wilayah pegunungan tersebut.
Sejak kedatangan para petinggi GAM, perjuangan Cage untuk mempertahankan wilayahnya dari serbuan TNI semakin berat. Untuk memperkuat perlindungan, Cage membuat dua tim lagi. Saat melakukan upaya perlindungan terhadap Mualim, Cage tidak memberitahukan kepada khalayak. Bahkan banyak diantara pasukan GAM sendiri yang tidak tahu bahwa sang pimpinan berada didalam garis pertahanan mereka.
Setelah tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 menerjang dan meluluhlantakkan Aceh, kehidupan gerilyawan Aceh Merdeka semakin sulit. Sebab hampir semua wilayah pertahanan sudah diduduki oleh tentara pemerintah. Hampir setiap gampong yang ada di Aceh sudah didirikan pos-pos pertahanan satuan non organik baik dari unsur TNI maupun Polisi.
Tanggal 27 Desember 2004 GAM secara sepihak menyatakan gencatan senjata dengan alasan demi kemanusiaan. Sebab hampir semua elemen baik sipil maupun militer sedang memfokuskan perhatiannya pada tindakan emergensi untuk menolong korban bencana.
Menjelang MoU Helsinki
Ketika dialog antara GAM dan RI yang difasilitasi oleh Crisist Management initiative (CMI) semakin menunjukkan hasil positif, pertempuran sengit pecah antara pemerintah dengan pasukan Cage di daerah Gampong Darul Aman Peusangan Selatan. Pertempuran itu terjadi mulai jam 05.00 WIB (subuh) sampai menjelang magrib. Saat maghrib tiba, pasukan TNI mundur setelah seharian bertempur.
Pasukan GAM sendiri saat itu sudah berserak-serak karena bertempur. Cage sendiri terpisah dengan pasukannya. Saat itu 19 butir peluru sukses menembus tubuh sang panglima. Peluru-peluru itu menembus pantat, bahu, paha, tangan dan tempat-tempat lain. Melihat tubuhnya telah dipenuhi lubang bekas bersarangnya peluru, Cage dengan pengalaman bertempur gerilya yang matang, mengikat dan menutup lukanya dengan tumbuhan hutan yang menjalar. Darah yang sempat keluar dipaksakan berhenti dengan ditutupi lubang tubuh yang penuh luka itu.
Dengan tubuh penuh luka, kemudian Cage merangkak ke rumah warga yang berjarak sekitar 300 meter dari lokasi pertempuran. Saat sedang merangkak, seorang gadis melihat dan kemudian membawa pulang kerumahnya untuk diobati. Tiga hari bersama si gadis, TNI datang lagi dan melakukan penggerebekan. namun beruntung, Cage berhasil diselamatkan dengan didandani seperti perempuan dan dibonceng dengan sepeda. Saat itu pasukan pemerintah tidak mengenalinya lagi.
Setelah disembunyikan ditempat yang lebih aman, disitulah Cage diobati sampai sembuh. Pasukan GAM sendiri saat itu tidak mengetahui kabar tentang sang panglima. Tidak ada yang bisa memastikan apakah dia hidup atau mati. Apakah terkena tembakan atau tidak.
Setelah sembuh, Cage kembali ke pasukannya. Saat itu isu akan terjadinya perdamaian semakin gencar. Cage sempat membangun komunikasi dengan Bakhtiar Abdullah yang saat itu masih berada di luar negeri. Disaat itu dia baru tahu bahwa lobi-lobi perdamaian semakin instensif dilakukan oleh para pihak. Cage merasa bahagia mendengar berita itu. Tak menunggu lama dia langsung mengumpulkan kembali pasukan Gurkha untuk memberitahukan berita gembira itu sekaligus mempersiapkan hal-hal yang diperlukan.
Kemudian, tanggal 15 Agustus 2005 ditandatanganilah perjanjian damai di Helsinki Finlandia antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.
"Saat itu wajah bang Saiful memancarkan rona kegembiraan. Padahal saya tahu dia sangat menikmati peperangan ini, namun karena kecintaannya pada perdamaian lebih besar, maka dia gembira luar biasa," kata Mirik mengenang.
Beberapa hari setelah MoU Helsinki, Cage diangkat menjadi Panglima Wilayah Bate Ilik yang membawahi empat daerah, mulai D-I sampai D-IV. Dua bulan sesudah damai, Cage baru turun ke kota. Saat itu Muzakkir Manaf selaku mualim menghadiahkan satu unit sepeda motor Ninja untuk Cage sebagai bentuk apresiasi terhadap konsistensinya dalam berperang dan bertahan dengan ideologinya.
Masalah Keuangan Kombatan
Lima bulan kemudian, Cage mendapatkan proyek yang diberikan oleh pasangan Bupati Bireuen saat itu Mustafa Geulanggang-Amiruddin Idris. Proyek yang diberikan itu berupa pembangunan jalan Pulo Panyang Kecamatan Peusangan Selatan. Kemudian olehnya, proyek itu dijual kepada kontraktor lain. Uang hasil penjualan proyek itu dibelinya mobil Estrada Double Cabin warna merah.
Perpecahan di tubuh GAM mulai terjadi saat cairnya dana reintegrasi yang diluncurkan oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA), tahun 2006. Cage selaku panglima membagikan uang tersebut kepada seluruh jajarannya. Namun dalam pembagian uang tersebut, dia membedakan antara GAM yang bertahan dipusaran konflik dengan GAM yang melarikan diri keluar daerah. Untuk yang bertahan, jatah yang diberikan lebih besar. Sedangkan yang lari ke luar daerah diberikan lebih sedikit. Sehingga GAM yang mendapatkan jatah sedikit marah dan memberontak pada barisan Cage.
Ekses dari kejadian tersebut, Amiruddin Husen dicopot jabatannya sebagai panglima wilayah. Sebagai penggantinya diangkatlah Dedi bin Hamzah. Setahun setelah itu, GAM pecah kembali. Mereka sudah tidak lagi sefaham. Melihat situasi ini, kalangan cerdik pandai agama dan petinggi GAM meminta Cage kembali naik sebagai Panglima. Namun Cage menolak tawaran itu.
Tak hilang akal, cerdik pandai agama dan Irwandi kemudian kembali membujuk Saiful untuk menerima tawaran itu. Akhirnya Cage luluh juga. Namun Cage membuat persyaratan yaitu dia akan bersedia jadi Panglima kembali, dengan dibantu oleh cerdik pandai agama sebagai penasehat. Setelah mendapatkan kata setuju, diapun kembali ke "tahta" yang sempat dicopot paksa. Diantara cerdik pandai agama yang bersedia menjadi penasehat Cage adalah Abu Kuta Krueng, Waled Mudawali dan Tumin Blang Blahdeh.
Saat Cage kembali ke puncak wilayah, semua lapisan pasukan mendukungnya. Setelah GAM bersatu kembali, mereka pun semakin mantap mendirikan partai politik tersendiri sebagai wadah perjuangan mantan kombatan. Setelah berproses dari Partai GAM, Partai Aceh Mandiri yang kesemuanya ditolak oleh Kemenkumham, akhirnya dengan nama Partai Aceh (PA) mereka bisa merajai dunia "persilatan" politik ditataran Aceh.
Selain sangat tegas dalam bertindak dan menahkodai wilayah Batee Iliek, Cage tidak pernah melupakan janda dan anak yatim korban konflik. Setiap meugang, dia selalu membagikan daging gratis untuk anak yatim korban konflik diseluruh wilayah Batee Iliek. Bahkan ada yang disekolahkan olehnya sampai perguruan tinggi.
Menolak Zikir dan Dukung Irwandi
Cage menolak perintah komando saat pencalonan Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf (Zikir) sebagai sebagai Cagub dan Cawagub Aceh. Dia dengan lantang menolak pencalonan itu karena dianggap tidak demokratis dan petinggi dikomando pusat telah berbuat sesuka hati dengan asal tunjuk. Cage beserta KPA di 13 wilayah secara bersama-sama menolak pencalonan duet "Zikir" yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai keterbukaan dan putusan bersama. Hanya empat wilayah yang mengakui dan mendukung putusan komando, dua diantaranya adalah Sigli dan Pase.
Setelah berdiskusi dengan beberapa kalangan, akhirnya Cage memutuskan untuk mendukung Irwandi sebagai calon gubernur. Jabatan panglima Wilayah Bate Iliek dikembalikan ke komando beserta dengan stempel. Pasca mendukung Irwandi, hubungan Cage dengan pihak komando semakin memanas.
Akhirnya pada Jumat (22/7) sekitar pukul 23.00 WIB, Cage menghembuskan nafas yang terakhir setelah timah panas dari senjata api jenis AK menembus bahu dan kepalanya. Dia menghembuskan nafas yang terakhir di depan warung kopi miliknya yang diberi nama sama seperti kamp-nya dulu: GURKHA.
Sumber : The Globe Journal
Tujuh Hari Cagee, KPA Sembelih Enam Kerbau
Kalangan orang dekat dengan alrmarhum Cage mengharapkan polisi bisa mengusut tuntas dan menangkap pelaku pembunuh sang mantan panglima. Diharapkan kasus kematian Saiful tidak mengendap dikepolisian dan kemudian hilang tanpa jejak. Harapan ini disampaikan oleh Yusnaidi alis Mirik, yang disampaikan kepada The Globe Journal, Jumat (29/7) sekitar pukul 18: 02 WIB
Mirik meminta aparat jajaran kepolisian untuk serius mengungkap kasus pembunuhan yang kental aroma politik itu. Selain itu, Mirik juga membantah kalau cage dibunuh karena motif lain, dia merasakan tragedi itu erat sekali kaitannya dengan sepak terjang Cage di dunia politik
"Kami baik pihak keluarga maupun rekan almarhum meminta pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Kami menduga bahwa pembunuhan abang erat kaitannya dengan politik," Kata Mirik.
Mirik juga mengatakan, peringatan tujuh hari meninggalnya Amiruddin Husen alias Saiful Cage mendapatkan sumbangan 6 ekor lembu dari rekan-rekannya di jajaran KPA. Sejak pagi hingga menjelang sore, para tamu yang datang masih sangat ramai untuk berkunjung ke rumah duka.
Sumber : The Globe Journal
Mirik meminta aparat jajaran kepolisian untuk serius mengungkap kasus pembunuhan yang kental aroma politik itu. Selain itu, Mirik juga membantah kalau cage dibunuh karena motif lain, dia merasakan tragedi itu erat sekali kaitannya dengan sepak terjang Cage di dunia politik
"Kami baik pihak keluarga maupun rekan almarhum meminta pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Kami menduga bahwa pembunuhan abang erat kaitannya dengan politik," Kata Mirik.
Mirik juga mengatakan, peringatan tujuh hari meninggalnya Amiruddin Husen alias Saiful Cage mendapatkan sumbangan 6 ekor lembu dari rekan-rekannya di jajaran KPA. Sejak pagi hingga menjelang sore, para tamu yang datang masih sangat ramai untuk berkunjung ke rumah duka.
Sumber : The Globe Journal
Kamis, 28 Juli 2011
Dicurigai Komplotan Penembak Cagee, Warga Paya Bakong Diamankan
Seorang warga asal Paya Bakong, Aceh Utara, diamankan polisi karena dicurigai bagian dari komplotan penembak Saiful Husen alias Pon Cagee. Namun, sejauh ini polisi belum menemui titik terang terkait insiden yang menewaskan mantan Ketua KPA Wilayah Bate Iliek itu.
Informasi yang diperoleh Harian Aceh, warga Gampong Tanjong Beuridi, Kecamatan Peusangan Selatan, pada Senin (25/7) malam sekitar pukul 23.00 WIB, menangkap seorang lelaki mencurigakan. Lelaki yang diketahui warga Paya Bakong, Aceh Utara, ditangkap masyarakat setelah melompat dari sebuah mobil Kijang Kapsul. Setelah ditangkap, orang yang dicurigai itu langsung diserahkan ke pihak keamanan terdekat.
“Memang ada orang yang ditangkap warga dan telah diamamkan karena dicurigai. Tapi sejauh ini belum ada laporan secara resmi dari lapangan,” kata Kapolres Bireuen AKBP HR Dadik Junaedi SH kepada Harian Aceh usai menghadiri lepas sambut Dandim Bireuen, Rabu (27/8) malam.
Menurut Dadik, sejauh ini pihaknya masih mengumpulkan sejumlah barang bukti. “Handphone milik korban yang hilang saat kejadian juga belum ditemukan. Sedangkan handphone yang ada di keluarganya, sejauh ini masih pada kami guna penyelidikan,” katanya.
Dari sejumlah saksi yang dimintai keterangan terkait penembakan Pon Cagee, lanjut dia, sejauh ini belum ada yang mengaku mengenali pelaku termasuk saat diperlihatkan sketsa wajah yang dicurigai. “Seksa wajah sudah didapatkan, namun para saksi yang dipanggil belum berani mengatakan. Mereka masih bimbang dan trauma, sehingga butuh waktu,” katanya.
Untuk itu, Kapolres meminta masyarakat dapat berperan memberikan informasi bila ditemukan orang-orang mencurigakan. “Kami tetap akan merahasiakan setiap informasi warga,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Saiful Husen alias Pon Cagee tewas ditembak, Jumat (22/7) sekitar pukul 22.30 WIB. Mantan Ketua KPA Wilayah Batee Iliek itu ditembak di depan warung kopi Gurkha miliknya di Jalan Medan-Banda Aceh, Matangglumpangdua, Kecamatan Peusangan, Bireuen.(job)
Sumber : Harian Aceh
Informasi yang diperoleh Harian Aceh, warga Gampong Tanjong Beuridi, Kecamatan Peusangan Selatan, pada Senin (25/7) malam sekitar pukul 23.00 WIB, menangkap seorang lelaki mencurigakan. Lelaki yang diketahui warga Paya Bakong, Aceh Utara, ditangkap masyarakat setelah melompat dari sebuah mobil Kijang Kapsul. Setelah ditangkap, orang yang dicurigai itu langsung diserahkan ke pihak keamanan terdekat.
“Memang ada orang yang ditangkap warga dan telah diamamkan karena dicurigai. Tapi sejauh ini belum ada laporan secara resmi dari lapangan,” kata Kapolres Bireuen AKBP HR Dadik Junaedi SH kepada Harian Aceh usai menghadiri lepas sambut Dandim Bireuen, Rabu (27/8) malam.
Menurut Dadik, sejauh ini pihaknya masih mengumpulkan sejumlah barang bukti. “Handphone milik korban yang hilang saat kejadian juga belum ditemukan. Sedangkan handphone yang ada di keluarganya, sejauh ini masih pada kami guna penyelidikan,” katanya.
Dari sejumlah saksi yang dimintai keterangan terkait penembakan Pon Cagee, lanjut dia, sejauh ini belum ada yang mengaku mengenali pelaku termasuk saat diperlihatkan sketsa wajah yang dicurigai. “Seksa wajah sudah didapatkan, namun para saksi yang dipanggil belum berani mengatakan. Mereka masih bimbang dan trauma, sehingga butuh waktu,” katanya.
Untuk itu, Kapolres meminta masyarakat dapat berperan memberikan informasi bila ditemukan orang-orang mencurigakan. “Kami tetap akan merahasiakan setiap informasi warga,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Saiful Husen alias Pon Cagee tewas ditembak, Jumat (22/7) sekitar pukul 22.30 WIB. Mantan Ketua KPA Wilayah Batee Iliek itu ditembak di depan warung kopi Gurkha miliknya di Jalan Medan-Banda Aceh, Matangglumpangdua, Kecamatan Peusangan, Bireuen.(job)
Sumber : Harian Aceh
Pengakuan Istri Cagee Sesaat Sebelum Penembakan Pon Cagee
"Abang Sempat Telpon Saya"
Kabut tebal terus menyelimuti kasus almarhum Saiful alias Cage (42), yang tewas ditembak OTK. Polisi pun seakan tak berdaya, untuk menyibak tabir gelap tersebut. Sementara istri korban menyatakan, Eks Ketua KPA Batee Iliek itu sempat menelpon dirinya, sebelum peristiwa berlangsung. Apa gerangan?
Saat ditemui Metro Aceh di kediamannya, Selasa (26/7) siang di Desa Lueng Danun, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Nurmasyitah (35) mengaku masih diliputi kesedihan teramat dalam. Apalagi istri mendiang Cage ini harus mengurus anak-anaknya seorang diri, tanpa kehadiran suami tercinta di sisinya. Ia berharap agar pembantai orang yang dicintai keluarga, harus segera ditangkap dan dihukum berat.
"Supaya tidak terus-menerus jadi tanda tanya kami. Keluarga mengharapkan polisi dapat mengusut tuntas. Apabila pelakunya sudah ditemukan, kami juga berharap dapat diproses sesuai hukum,” ungkap Nurmasyitah didampinggi Nurjannah (50) orang tuanya dan Muhajir (27) berserta anggota keluarga lainnya.Nurjannah menambahkan, selama dua tahun terakhir mereka menempati rumah sendiri di kawasan Lueng Danun, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng. Atas kesepakatan pihak keluarga, jenazah almarhum suaminya dikebumikan dipemakaman Desa Ule Jalan, Kecamatan Peusangan Selatan tak jauh dari rumah orang tua dari suami.
Dikatakan juga, buah perkawinannya dengan almarhum telah dikaruniai empat orang anak. Diantaranya Nur Safitri (10) masih duduk dikelas III Madrasah Ibtidayah Negeri setempat. Anak keduanya, Hayutullah Khamaini (5), ketiga Soraya Nuzula (3.5) dan terakhir Nazila Sahira sudah menjelang berusia 10 bulan.
Dikisahkan sebelum musibah terjadi, Amiruddin alias Saiful alias Cage Kamis malam (21/7) sekira pukul 20.00 WIB, tiba di rumah sepulang dari Banda Aceh.
Kondisi suaminya saat itu biasa-biasa saja, tidak ada menyampaikan keluh kesah berkaitan hal apapun. Bahkan Nur pun tak merasakan firasat apa-apa. Sedangkan kejadian di Jumat malam (22/7), dari rumah Cage pergi ke doorsmer mencuci mobil.Masih sebagaimana kebiasaannya, almarhum setiap pergi dan sebelum kembali ke rumah sering membeli makanan seperti nasi dan buah-buahan, untuk isteri dan anak-anaknya.
Cage juga sempat menelpon dirinya untuk menanyakan makanan, yang akan dibawa pulang ke kediaman mereka. Namun selang 15 menit kemudian, malah sudah menerima kabar penembakan. Terkait kejadian ini, Kapolres Bireuen AKBP H.R Dadik Junaedi S.H melalui Kasat Reskrim Iptu Novi Edyanto dikonfiormasi metro aceh mengatakan, pihaknya masih terus melakukan pengembangan di lapangan dan pengejaran terhadap pelaku.
“Saya berharap kepada masyarakat untuk melaksanakan aktifitas sebagaimana biasa. Jangan merasa khawatir dan takut, karena situasi keamanan di Bireuen masih kondusif. Untuk mengungkap kasus penembakan ini, kami juga mengharapkan adanya dukungan dan peran serta masyarakat untuk dapat memberikan informasi sekecil apapun yang bisa disampaikan,” ujar Kasat Reskrim.(rah)
Sumber :Rakyat Aceh Online
Kabut tebal terus menyelimuti kasus almarhum Saiful alias Cage (42), yang tewas ditembak OTK. Polisi pun seakan tak berdaya, untuk menyibak tabir gelap tersebut. Sementara istri korban menyatakan, Eks Ketua KPA Batee Iliek itu sempat menelpon dirinya, sebelum peristiwa berlangsung. Apa gerangan?
Saat ditemui Metro Aceh di kediamannya, Selasa (26/7) siang di Desa Lueng Danun, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Nurmasyitah (35) mengaku masih diliputi kesedihan teramat dalam. Apalagi istri mendiang Cage ini harus mengurus anak-anaknya seorang diri, tanpa kehadiran suami tercinta di sisinya. Ia berharap agar pembantai orang yang dicintai keluarga, harus segera ditangkap dan dihukum berat.
"Supaya tidak terus-menerus jadi tanda tanya kami. Keluarga mengharapkan polisi dapat mengusut tuntas. Apabila pelakunya sudah ditemukan, kami juga berharap dapat diproses sesuai hukum,” ungkap Nurmasyitah didampinggi Nurjannah (50) orang tuanya dan Muhajir (27) berserta anggota keluarga lainnya.Nurjannah menambahkan, selama dua tahun terakhir mereka menempati rumah sendiri di kawasan Lueng Danun, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng. Atas kesepakatan pihak keluarga, jenazah almarhum suaminya dikebumikan dipemakaman Desa Ule Jalan, Kecamatan Peusangan Selatan tak jauh dari rumah orang tua dari suami.
Dikatakan juga, buah perkawinannya dengan almarhum telah dikaruniai empat orang anak. Diantaranya Nur Safitri (10) masih duduk dikelas III Madrasah Ibtidayah Negeri setempat. Anak keduanya, Hayutullah Khamaini (5), ketiga Soraya Nuzula (3.5) dan terakhir Nazila Sahira sudah menjelang berusia 10 bulan.
Dikisahkan sebelum musibah terjadi, Amiruddin alias Saiful alias Cage Kamis malam (21/7) sekira pukul 20.00 WIB, tiba di rumah sepulang dari Banda Aceh.
Kondisi suaminya saat itu biasa-biasa saja, tidak ada menyampaikan keluh kesah berkaitan hal apapun. Bahkan Nur pun tak merasakan firasat apa-apa. Sedangkan kejadian di Jumat malam (22/7), dari rumah Cage pergi ke doorsmer mencuci mobil.Masih sebagaimana kebiasaannya, almarhum setiap pergi dan sebelum kembali ke rumah sering membeli makanan seperti nasi dan buah-buahan, untuk isteri dan anak-anaknya.
Cage juga sempat menelpon dirinya untuk menanyakan makanan, yang akan dibawa pulang ke kediaman mereka. Namun selang 15 menit kemudian, malah sudah menerima kabar penembakan. Terkait kejadian ini, Kapolres Bireuen AKBP H.R Dadik Junaedi S.H melalui Kasat Reskrim Iptu Novi Edyanto dikonfiormasi metro aceh mengatakan, pihaknya masih terus melakukan pengembangan di lapangan dan pengejaran terhadap pelaku.
“Saya berharap kepada masyarakat untuk melaksanakan aktifitas sebagaimana biasa. Jangan merasa khawatir dan takut, karena situasi keamanan di Bireuen masih kondusif. Untuk mengungkap kasus penembakan ini, kami juga mengharapkan adanya dukungan dan peran serta masyarakat untuk dapat memberikan informasi sekecil apapun yang bisa disampaikan,” ujar Kasat Reskrim.(rah)
Sumber :Rakyat Aceh Online
Rabu, 27 Juli 2011
Irwandi Setuju Penataan Ulang Regulasi Pemilukada
Tim dari Departemen Dalam Negeri (Depdagri) menyampaikan hasil diskusi yang telah dilakukannya dengan berbagai pihak tentang penataan kemabali regulasi Pemilukada. Ternyata Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, setuju untuk ditata ulang regulasi tahapan Pemilukada Aceh.
Demikian disampaikan Tim Depdagri, Djohermansyah Djohar, usai rapat tertutup dengan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, di kantor Gubernur Aceh, Rabu (27/7).
“Beliau (Irwandi) setuju penataan regulasi, Muspida juga setuju. apa-apa regulasi yang belum sinkron dan yang tidak harmonis, kita serasikan kembali,”kata Djohermansyah.
Setelah bertemu dengan Gubernur Aceh, pihak Depdagri akan menemui lagi DPR Aceh dan partai politik untuk membicarakan apakah ada pendataan lain yang perlu ditambahkan. Kalau memang nantinya setelah diskusi semua pihak sudah cocok, baru pihaknya menyusun suatu kesepakatan. Kemudian akan membahas lagi poin-poin dari qanun yang telah di buat beberapa waktu lalu oleh DPR Aceh.
“Seperti kemarin misalnya qanun tidak ada calon perorangan, mari kita bawa ke sidang berikutnya diupayakan akan diakomodasi,” kata Djohermansyah.
Namun katanya jadwal Pemilukada tetap jalan, tetapi tahapannya yang akan dijadwalkan kembali kalau DPR Aceh menyetujuinya nanti, 1-8 Agustus merupakan pendaftaran calon dari Parpol dan gabungan Parpol.
“Kalau memang kita harus melakukan penataan regulasi, dan seandainya disepakati bersama, diundurkan sedikit, ini penjadwalan (ulang) namanya,”ujarnya.
Sambung Djohermansyah, landasan peraturan Pemilkada tetap diupayakan rujukannya kepada qanun-qanun, supaya memudahkan dalam pelaksanaan, karena qanun mengatur segalanya. Seperti penyampaian visi, misi sampai pelantikan, semuanya melalui DPR Aceh.
Sumber :The Globe Journal
Demikian disampaikan Tim Depdagri, Djohermansyah Djohar, usai rapat tertutup dengan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, di kantor Gubernur Aceh, Rabu (27/7).
“Beliau (Irwandi) setuju penataan regulasi, Muspida juga setuju. apa-apa regulasi yang belum sinkron dan yang tidak harmonis, kita serasikan kembali,”kata Djohermansyah.
Setelah bertemu dengan Gubernur Aceh, pihak Depdagri akan menemui lagi DPR Aceh dan partai politik untuk membicarakan apakah ada pendataan lain yang perlu ditambahkan. Kalau memang nantinya setelah diskusi semua pihak sudah cocok, baru pihaknya menyusun suatu kesepakatan. Kemudian akan membahas lagi poin-poin dari qanun yang telah di buat beberapa waktu lalu oleh DPR Aceh.
“Seperti kemarin misalnya qanun tidak ada calon perorangan, mari kita bawa ke sidang berikutnya diupayakan akan diakomodasi,” kata Djohermansyah.
Namun katanya jadwal Pemilukada tetap jalan, tetapi tahapannya yang akan dijadwalkan kembali kalau DPR Aceh menyetujuinya nanti, 1-8 Agustus merupakan pendaftaran calon dari Parpol dan gabungan Parpol.
“Kalau memang kita harus melakukan penataan regulasi, dan seandainya disepakati bersama, diundurkan sedikit, ini penjadwalan (ulang) namanya,”ujarnya.
Sambung Djohermansyah, landasan peraturan Pemilkada tetap diupayakan rujukannya kepada qanun-qanun, supaya memudahkan dalam pelaksanaan, karena qanun mengatur segalanya. Seperti penyampaian visi, misi sampai pelantikan, semuanya melalui DPR Aceh.
Sumber :The Globe Journal
Kapolda Aceh : Penembakan Pon Cagee tak Terkait Politik
Kepala Kepolisian Daerah Aceh Inspektur Jenderal Iskandar Hasan menyebutkan penembakan Saiful Husein alias Cagee di Matang Geulumpang Dua beberapa waktu lalu, tidak terkait dengan kasus politik menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
“Tidak ada kaitan dengan politik. Kami belum melihat ke situ (politik),” kata Iskandar Hasan usai rapat bersama Gubernur dan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan di Kantor Gubernur Aceh, Rabu (27/7).
Menurut Iskandar Hasan, berdasarkan pemeriksaan di lokasi kejadian, penembakan Saiful Cagee diduga dilakukan kelompok kriminal. “Ada informasi juga pelaku terkait dengan kelompok narkoba. Ada kaitan seperti itu,” ujar Kapolda.
Namun, ia belum bisa memastikan motif penembakan itu. “Kita belum tahu persis, apakah ada background dengan narkoba atau persaingan bisnis. Kita masih mendalami,” lanjut Iskandar Hasan.
Saiful Cagee tewas ditembak orang yang belum diketahui identitasnya di depan warung Gurkha di Matang Geuleumpang Dua, Bireuen, Jumat (22/7) sekitar pukul 23.15 WIB. Ia ditembak tiga kali di bagian kepala dan kaki. Pelaku diduga menggunakan senjata laras panjang jenis AK-56. Di lokasi kejadian, polisi menemukan dua proyektil peluru dan dua butir amunisi yang tidak sempat meledak. Usai menembak Cagee, pelaku melarikan diri ke arah Lhokseumawe menggunakan mobil Avanza bernomor polisi BK.
Polisi membentuk tim khusus untuk memburu pelaku penembakan Saiful Cagee. “Beberapa informasi yang kita kembangkan di TKP, terhadap ciri-ciri pelaku. Ini sedang kita kembangkan, mudah-mudahan ada perkembangan positif,” kata Kapolda Iskandar Hasan. []
Sumber : Aceh Kita
“Tidak ada kaitan dengan politik. Kami belum melihat ke situ (politik),” kata Iskandar Hasan usai rapat bersama Gubernur dan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan di Kantor Gubernur Aceh, Rabu (27/7).
Menurut Iskandar Hasan, berdasarkan pemeriksaan di lokasi kejadian, penembakan Saiful Cagee diduga dilakukan kelompok kriminal. “Ada informasi juga pelaku terkait dengan kelompok narkoba. Ada kaitan seperti itu,” ujar Kapolda.
Namun, ia belum bisa memastikan motif penembakan itu. “Kita belum tahu persis, apakah ada background dengan narkoba atau persaingan bisnis. Kita masih mendalami,” lanjut Iskandar Hasan.
Saiful Cagee tewas ditembak orang yang belum diketahui identitasnya di depan warung Gurkha di Matang Geuleumpang Dua, Bireuen, Jumat (22/7) sekitar pukul 23.15 WIB. Ia ditembak tiga kali di bagian kepala dan kaki. Pelaku diduga menggunakan senjata laras panjang jenis AK-56. Di lokasi kejadian, polisi menemukan dua proyektil peluru dan dua butir amunisi yang tidak sempat meledak. Usai menembak Cagee, pelaku melarikan diri ke arah Lhokseumawe menggunakan mobil Avanza bernomor polisi BK.
Polisi membentuk tim khusus untuk memburu pelaku penembakan Saiful Cagee. “Beberapa informasi yang kita kembangkan di TKP, terhadap ciri-ciri pelaku. Ini sedang kita kembangkan, mudah-mudahan ada perkembangan positif,” kata Kapolda Iskandar Hasan. []
Sumber : Aceh Kita
HMI Tolak Pencalonan Muhammad Nazar Sebagai Gubernur Aceh
Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Nusantara mendatangi Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat di Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu, berunjukrasa menolak rencana pencalonan M Nazar sebagai kandidat dalam Pilgub Aceh periode 2011-2016.
Koordinator Aksi Sulaiman mengatakan, kedatangannya dimaksudkan menolak rencana pencalonan M Nazar sebagai bakal calon gubernur Aceh yang diusung Partai Demokrat itu karena ia diduga terlibat korupsi selama periode jabatannya sebagai wakil Gubernur Aceh periode 2006-2011.
Berdasarkan catatan HMI, diduga kandidat itu terlibat dalam kasus korupsi dengan kerugian negara sekitar Rp1,3 miliar - Rp220 miliar, kata Sulaiman.
Pada kesempatan itu, Sulaiman juga menyayangkan ketika mahasiswa hendak melakukan shalat mayat, mendapat larangan dari perwakilan Demokrat.
Menanggapi aksi protes HMI itu, Kepala Rumah Tangga Sekretariat DPP Partai Demokrat (PD) Agung Budiarto menyatakan, partainya masih melakukan pembahasan di internal.
"Kemarin memang ada pertemuan pimpinan PD yang mengagendakan pembahasan pilkada Aceh. Tapi saya tidak tau persis apakah agenda rapat kemarin juga membahas persoalan figur calon yang diusung, termasuk masalah tudingan dugaan praktik korupsi yang dilakukan M Nazar. Sebab saya tidak ikut dalam pertemuan itu," ujar Agung. | Antara
Sumber : The Aceh Traffic
Koordinator Aksi Sulaiman mengatakan, kedatangannya dimaksudkan menolak rencana pencalonan M Nazar sebagai bakal calon gubernur Aceh yang diusung Partai Demokrat itu karena ia diduga terlibat korupsi selama periode jabatannya sebagai wakil Gubernur Aceh periode 2006-2011.
Berdasarkan catatan HMI, diduga kandidat itu terlibat dalam kasus korupsi dengan kerugian negara sekitar Rp1,3 miliar - Rp220 miliar, kata Sulaiman.
Pada kesempatan itu, Sulaiman juga menyayangkan ketika mahasiswa hendak melakukan shalat mayat, mendapat larangan dari perwakilan Demokrat.
Menanggapi aksi protes HMI itu, Kepala Rumah Tangga Sekretariat DPP Partai Demokrat (PD) Agung Budiarto menyatakan, partainya masih melakukan pembahasan di internal.
"Kemarin memang ada pertemuan pimpinan PD yang mengagendakan pembahasan pilkada Aceh. Tapi saya tidak tau persis apakah agenda rapat kemarin juga membahas persoalan figur calon yang diusung, termasuk masalah tudingan dugaan praktik korupsi yang dilakukan M Nazar. Sebab saya tidak ikut dalam pertemuan itu," ujar Agung. | Antara
Sumber : The Aceh Traffic
Selasa, 26 Juli 2011
Buru Penembak Pon Cagee, Polda Aceh-Poldasu Berkoordinasi
Polda Aceh berkoordinasi dengan Polda Sumatera Utara (Poldasu) dalam memburu komplotan penembak mantan Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Batee Iliek Saiful Husen alias Pon Cagee.
Kapolda Aceh Irjen Pol Iskandar Hasan mengatakan berdasarkan hasil olah TKP, penembak Cagee diperkirakan berjumlah dua atau tiga orang. Mereka lari ke arah timur yang bisa saja ke luar Aceh atau ke Medan, Sumut. “Jadi kami sudah berkoordinasi dengan pihak Poldasu untuk menangkapnya. Ini dikuatkan lagi dengan informasi bahwa pelaku menggunakan mobil bernomor polisi BK (plat Sumut),” kata Iskandar.
Namun, kata dia, sejauh ini polisi belum tahu pasti apakah plat mobil tersebut palsu atau asli. Untuk mengungkapkan hal itu, polisi masih terus menggali informasi di lapangan, termasuk terus-terusan berkoordinasi dengan jajaran kepolisian di luar Aceh.
Sementara pihak Mapolres Bireuen telah memintai keterangan beberapa saksi. Dari keterangan orang-orang di sekitar lokasi kejadian itu, polisi mencoba membuat sketsa wajah pelaku. Namun sketsa tersebut belum menggambarkan wajah pelaku dengan tepat.
Sebagaimana diketahui, Pon Cagee, 45, yang juga disebut-sebut timses Cagub Irwandi Yusuf ditembak hingga tewas oleh pria tak dikenal, Jumat (22/7) sekitar pukul 22.45WIB di depan Warkop Gurkha miliknya di Matangglumpangdua, Peusangan, Bireuen. “Almarhum ditembaki dengan AK. Tetapi belum dapat dipastikan apakah AK 56 atau AK 47,” kata Kapolres Bireuen AKBP HR Dadik Junaedi SH, Sabtu (23/7).
Kapolres menyebutkan, dari penyisiran yang dilakukan anggotanya di lokasi kejadian, polisi menemukan dua peluru AK aktif dan dua selongsong peluru. “Satu yang masih aktif itu sudah digunakan tetapi tidak meledak,” terang Kapolres Bireuen.
Kapolres mengatakan korban meninggal di lokasi kejadian setelah mengalami luka tembak di bahu kiri dan di bagian kepala. “Korban ditembak dari jarak dekat sehingga ada peluru yang menembus kepalanya,” ujar Dadik. Polisi masih melakukan penyelidikan motif penembakan dan identitas pelaku.(bay)
Sumber : Harian Aceh
Kapolda Aceh Irjen Pol Iskandar Hasan mengatakan berdasarkan hasil olah TKP, penembak Cagee diperkirakan berjumlah dua atau tiga orang. Mereka lari ke arah timur yang bisa saja ke luar Aceh atau ke Medan, Sumut. “Jadi kami sudah berkoordinasi dengan pihak Poldasu untuk menangkapnya. Ini dikuatkan lagi dengan informasi bahwa pelaku menggunakan mobil bernomor polisi BK (plat Sumut),” kata Iskandar.
Namun, kata dia, sejauh ini polisi belum tahu pasti apakah plat mobil tersebut palsu atau asli. Untuk mengungkapkan hal itu, polisi masih terus menggali informasi di lapangan, termasuk terus-terusan berkoordinasi dengan jajaran kepolisian di luar Aceh.
Sementara pihak Mapolres Bireuen telah memintai keterangan beberapa saksi. Dari keterangan orang-orang di sekitar lokasi kejadian itu, polisi mencoba membuat sketsa wajah pelaku. Namun sketsa tersebut belum menggambarkan wajah pelaku dengan tepat.
Sebagaimana diketahui, Pon Cagee, 45, yang juga disebut-sebut timses Cagub Irwandi Yusuf ditembak hingga tewas oleh pria tak dikenal, Jumat (22/7) sekitar pukul 22.45WIB di depan Warkop Gurkha miliknya di Matangglumpangdua, Peusangan, Bireuen. “Almarhum ditembaki dengan AK. Tetapi belum dapat dipastikan apakah AK 56 atau AK 47,” kata Kapolres Bireuen AKBP HR Dadik Junaedi SH, Sabtu (23/7).
Kapolres menyebutkan, dari penyisiran yang dilakukan anggotanya di lokasi kejadian, polisi menemukan dua peluru AK aktif dan dua selongsong peluru. “Satu yang masih aktif itu sudah digunakan tetapi tidak meledak,” terang Kapolres Bireuen.
Kapolres mengatakan korban meninggal di lokasi kejadian setelah mengalami luka tembak di bahu kiri dan di bagian kepala. “Korban ditembak dari jarak dekat sehingga ada peluru yang menembus kepalanya,” ujar Dadik. Polisi masih melakukan penyelidikan motif penembakan dan identitas pelaku.(bay)
Sumber : Harian Aceh
Selesaian Polemik Pemilukada Aceh, Pusat Tawarkan Jalan Tengah
Pemerintah Pusat menawarkan jalan tengah untuk menyelesaikan polemik seputar pelaksanaan Pemilukada Aceh 2011. Di antaranya, wacana jeda Pemilukada tapi tidak menggugurkan tahapan yang sudah berjalan.
Tim yang diutus Pemerintah Pusat ke Aceh itu berasal dari Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Tim tersebut diketuai Dirjen Otda Kemendagri Prof Dr Djohermansyah Djohan dan beranggotakan Safrijal dari Kemendagri, Mayjen (purn) Amiruddin Usman dari Kemenko Polhukam Desk Aceh, dan Brigen TNI Sumardi (Asisten I Deputi Bidang Otsus Kemenko Polhukam). Sepanjang Selasa (26/7), mereka melakukan serangkaian pertemuan di Banda Aceh.
Pertemuan pertama dilakukan dengan pimpinan DPRA, Komisi A, Pansus III dan pimpinan partai politik di ruang serbaguna DPRA. Hadir dalam pertemuan itu, di antaranya Wakil Ketua DPRA Sulaiman Abda, Ketua Komisi A DPRA Adnan Beuransyah, anggota Pansus III DPRA Abdullah Saleh, Ketua DPD Demokrat Aceh Mawardy Nudrin (Juru Bicara Kaukus Parpol), Ketua DPW PAN Anwar Ahmad, Ketua DPW PKS Aceh Ghufron Zainal Abiddin.
Sore hari kemarin, tim dari pusat mengadakan pertemuan tertutup dengan Muspida Aceh di ruang rapat Gubernur Aceh yang dihadiri Asisten I Pemerintah Aceh Marwan Sufi, Pangdam Iskandar Muda Mayjen Adi Mulyono, Kapolda Aceh Irjen Iskandar Hasan, dan unsur KIP Aceh.
Hasil pertemuan itu, Djohermansyah Djohan mengatakan pihaknya sudah menyerap berbagai masukan dari masing-masing pihak yang berbeda cara pandang terkait Pemilukada. Itulah sebabnya, perlu diambil jalan tengah melalui pertemuan puncak yang direncanakan akan dihadiri semua pihak, seperti Gubernur Aceh, DPRA, Kaukus Parpol, KIP Aceh, Kapolda, Pangdam dan elemen sipil. “Kami akan menjembataninya, mungkin dalam dua hari ini,” kata Djohermansyah Djohan dalam konferensi pers di Tower Kafe, kemarin.
Menurut Djohermansyah, hasil dari rapat puncak nanti, akan menjadi rekomendasi pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan. “Kebijakan pemerintah (pusat) yang akan diambil nantinya sangat bergantung dari hasil pertemuan para pihak di Aceh,” sebut dia.
Djohermansyah mengatakan konflik regulasi yang bermuara pada deadlock politik saat ini terjadi karena perbedaan cara menafsirkan landasan hukum pelaksanaan Pemilukada Aceh, khususnya antara DPRA dan Gubernur Aceh. Tapi, tentu hal ini masih bisa diurai asalkan para pihak memiliki satu semangat yang sama, yakni semangat untuk menyelesaikan konflik regulasi tersebut dengan cara-cara yang bermarwah. “Dari serangkaian pertemuan, saya merasakan semua pihak memiliki keinginan untuk menyelesaikan ini,” katanya.
Jalan tengah yang diharapkan pihaknya, lanjut dia, Pemilukada di Aceh dapat tetap mengakomodir jalur perseorangan. Sedangkan tahapan-tahapan Pemilukada yang sudah dijalankan KIP, bisa reschedule atau dijadwal ulang tapi bukan membatalkan secara keseluruhan. “Tentu ini belum final, nanti akan diputuskan dalam rapat puncak itu,” katanya.
Sebelumnya, saat pertemuan di ruang serbaguna DPRA, Djohermansyah Djohan mengatakan Pemerintah Pusat sangat menginginkan para pihak di Aceh dapat sepaham dalam menetapkan apa yang menjadi tujuan bersama rakyat Aceh. “Saya pikir semua sepakat, goal bersama itu adalah Aceh damai dan sejahtera,” katanya. Selanjutnya, menentukan bagaimana untuk menggapai goal itu. “Tentunya melalui Pemilukada yang berkualitas maka akan didapat pemimpin yang berkualitas, sehingga tercipta pembangunan yang berkualitas pula,” katanya.
Terkait kontroversi tahapan Pemilukada, kata Djohermansyah, masih memungkinkan untuk dikoreksi. “Untuk goal bersama tadi, itu sudah final. Yang bisa dikoreksi hanya cara-cara untuk menggapai goal itu,” katanya. Menurut Djohermansyah, jika pun nanti Pemilukada ditunda, tentu diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang arif dan bijak. “Untuk jalan tengah, penundaan sebagian tahapan Pemilukada harap bisa diakomodir,” katanya.
Hal tersebut dianggap penting agar tahapan yang sudah berjalan menggunakan anggaran publik itu tak mubazir. “Harap tak perlu menggunakan harga mati membatalkan tahapan,” katanya.(dad)
Sumber :Harian Aceh
Dirjen Otonomi Khusus Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan didampingi Ketua Desk Aceh Menkopolhukam, Mayjen (Pur) Amiruddin Usman menggelar konferensi pers di salah satu warung kopi di Banda Aceh, Selasa (26/7).(Harian Aceh/Junaidi Hanafiah)
Tim yang diutus Pemerintah Pusat ke Aceh itu berasal dari Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Tim tersebut diketuai Dirjen Otda Kemendagri Prof Dr Djohermansyah Djohan dan beranggotakan Safrijal dari Kemendagri, Mayjen (purn) Amiruddin Usman dari Kemenko Polhukam Desk Aceh, dan Brigen TNI Sumardi (Asisten I Deputi Bidang Otsus Kemenko Polhukam). Sepanjang Selasa (26/7), mereka melakukan serangkaian pertemuan di Banda Aceh.
Pertemuan pertama dilakukan dengan pimpinan DPRA, Komisi A, Pansus III dan pimpinan partai politik di ruang serbaguna DPRA. Hadir dalam pertemuan itu, di antaranya Wakil Ketua DPRA Sulaiman Abda, Ketua Komisi A DPRA Adnan Beuransyah, anggota Pansus III DPRA Abdullah Saleh, Ketua DPD Demokrat Aceh Mawardy Nudrin (Juru Bicara Kaukus Parpol), Ketua DPW PAN Anwar Ahmad, Ketua DPW PKS Aceh Ghufron Zainal Abiddin.
Sore hari kemarin, tim dari pusat mengadakan pertemuan tertutup dengan Muspida Aceh di ruang rapat Gubernur Aceh yang dihadiri Asisten I Pemerintah Aceh Marwan Sufi, Pangdam Iskandar Muda Mayjen Adi Mulyono, Kapolda Aceh Irjen Iskandar Hasan, dan unsur KIP Aceh.
Hasil pertemuan itu, Djohermansyah Djohan mengatakan pihaknya sudah menyerap berbagai masukan dari masing-masing pihak yang berbeda cara pandang terkait Pemilukada. Itulah sebabnya, perlu diambil jalan tengah melalui pertemuan puncak yang direncanakan akan dihadiri semua pihak, seperti Gubernur Aceh, DPRA, Kaukus Parpol, KIP Aceh, Kapolda, Pangdam dan elemen sipil. “Kami akan menjembataninya, mungkin dalam dua hari ini,” kata Djohermansyah Djohan dalam konferensi pers di Tower Kafe, kemarin.
Menurut Djohermansyah, hasil dari rapat puncak nanti, akan menjadi rekomendasi pemerintah pusat dalam mengambil kebijakan. “Kebijakan pemerintah (pusat) yang akan diambil nantinya sangat bergantung dari hasil pertemuan para pihak di Aceh,” sebut dia.
Djohermansyah mengatakan konflik regulasi yang bermuara pada deadlock politik saat ini terjadi karena perbedaan cara menafsirkan landasan hukum pelaksanaan Pemilukada Aceh, khususnya antara DPRA dan Gubernur Aceh. Tapi, tentu hal ini masih bisa diurai asalkan para pihak memiliki satu semangat yang sama, yakni semangat untuk menyelesaikan konflik regulasi tersebut dengan cara-cara yang bermarwah. “Dari serangkaian pertemuan, saya merasakan semua pihak memiliki keinginan untuk menyelesaikan ini,” katanya.
Jalan tengah yang diharapkan pihaknya, lanjut dia, Pemilukada di Aceh dapat tetap mengakomodir jalur perseorangan. Sedangkan tahapan-tahapan Pemilukada yang sudah dijalankan KIP, bisa reschedule atau dijadwal ulang tapi bukan membatalkan secara keseluruhan. “Tentu ini belum final, nanti akan diputuskan dalam rapat puncak itu,” katanya.
Sebelumnya, saat pertemuan di ruang serbaguna DPRA, Djohermansyah Djohan mengatakan Pemerintah Pusat sangat menginginkan para pihak di Aceh dapat sepaham dalam menetapkan apa yang menjadi tujuan bersama rakyat Aceh. “Saya pikir semua sepakat, goal bersama itu adalah Aceh damai dan sejahtera,” katanya. Selanjutnya, menentukan bagaimana untuk menggapai goal itu. “Tentunya melalui Pemilukada yang berkualitas maka akan didapat pemimpin yang berkualitas, sehingga tercipta pembangunan yang berkualitas pula,” katanya.
Terkait kontroversi tahapan Pemilukada, kata Djohermansyah, masih memungkinkan untuk dikoreksi. “Untuk goal bersama tadi, itu sudah final. Yang bisa dikoreksi hanya cara-cara untuk menggapai goal itu,” katanya. Menurut Djohermansyah, jika pun nanti Pemilukada ditunda, tentu diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang arif dan bijak. “Untuk jalan tengah, penundaan sebagian tahapan Pemilukada harap bisa diakomodir,” katanya.
Hal tersebut dianggap penting agar tahapan yang sudah berjalan menggunakan anggaran publik itu tak mubazir. “Harap tak perlu menggunakan harga mati membatalkan tahapan,” katanya.(dad)
Sumber :Harian Aceh
Anggaran Melimpah, Pendidikan Aceh Terendah di Indonesia
Banyaknya anggaran digelontorkan pemerintah untuk bidang pendidikan belum mampu mengangkat kualitas pendidikan di Aceh. Pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2011 misalnya, siswa Aceh menduduki peringkat terendah di Indonesia.
“Saya terkejut mendengarkan prestasi siswa Aceh di SNMPTN terendah di Indonesia,” kata Dr. Hetifah, anggota Komisi X DPR-RI asal Aceh di Banda Aceh, Selasa (26/7).
Menurutnya, prestasi yang dicapai siswa Aceh sekarang menjadi bahan evaluasi bagi semua elemen yang terlibat dalam dunia pendidikan di Aceh. Tolak ukur itu dinilai penting dalam membangun arah pendidikan lebih baik di masa mendatang, termasuk kelemahan selama ini.
Hetifah dan sejumlah anggota Komisi X DPR melakukan kunjungan kerja ke Aceh selama tiga hari, sejak 25 hingga 27 Juli. Pada hari pertama, pihaknya sudah bertemu dengan pimpinan universitas se-Aceh serta Kopertis Wilayah 1 Aceh-Sumut.
Dalam kesempatan tersebut, Pembantu Rektor (PR) Bidang Akademik Unsyiah Syamsul Rizal mengatakan, prestasi siswa Aceh bidang IPS pada SNMPTN 2011 menduduki peringkat 25 di Indonesia. Fakta ini bertolak belakang dengan anggaran besar yang dimiliki Aceh saat ini.
”Universitas perlu melakukan survei untuk mengetahui kinerja mereka, seperti persentase alumni yang sudah mendapatkan kerja atau belum. Jika perlu, kita bisa mengusulkan anggaran nantinya,” saran Hetifah.
Sementara itu, Raihan Iskandar, anggota Komisi X DPR RI asal Aceh lainnya secara terpisah mengatakan carut-marut pendidikan Aceh selama ini karena kurangnya komunikasi antara Pemerintah Aceh dengan akademisi.
”Komunikasi antara akademisi dengan Pemerintahan Aceh belum padu. Mungkin hal inilah yang harus dibina ke depan,” kata politisi PKS itu.mrd
Sumber : Harian Aceh
“Saya terkejut mendengarkan prestasi siswa Aceh di SNMPTN terendah di Indonesia,” kata Dr. Hetifah, anggota Komisi X DPR-RI asal Aceh di Banda Aceh, Selasa (26/7).
Menurutnya, prestasi yang dicapai siswa Aceh sekarang menjadi bahan evaluasi bagi semua elemen yang terlibat dalam dunia pendidikan di Aceh. Tolak ukur itu dinilai penting dalam membangun arah pendidikan lebih baik di masa mendatang, termasuk kelemahan selama ini.
Hetifah dan sejumlah anggota Komisi X DPR melakukan kunjungan kerja ke Aceh selama tiga hari, sejak 25 hingga 27 Juli. Pada hari pertama, pihaknya sudah bertemu dengan pimpinan universitas se-Aceh serta Kopertis Wilayah 1 Aceh-Sumut.
Dalam kesempatan tersebut, Pembantu Rektor (PR) Bidang Akademik Unsyiah Syamsul Rizal mengatakan, prestasi siswa Aceh bidang IPS pada SNMPTN 2011 menduduki peringkat 25 di Indonesia. Fakta ini bertolak belakang dengan anggaran besar yang dimiliki Aceh saat ini.
”Universitas perlu melakukan survei untuk mengetahui kinerja mereka, seperti persentase alumni yang sudah mendapatkan kerja atau belum. Jika perlu, kita bisa mengusulkan anggaran nantinya,” saran Hetifah.
Sementara itu, Raihan Iskandar, anggota Komisi X DPR RI asal Aceh lainnya secara terpisah mengatakan carut-marut pendidikan Aceh selama ini karena kurangnya komunikasi antara Pemerintah Aceh dengan akademisi.
”Komunikasi antara akademisi dengan Pemerintahan Aceh belum padu. Mungkin hal inilah yang harus dibina ke depan,” kata politisi PKS itu.mrd
Sumber : Harian Aceh
Senin, 25 Juli 2011
MEUGANG ( MAKMEUGANG ATAU MAKMUEGANG )
Makmeugang atau Makmuegang atau Meugang adalah salah satu tradisi yang ada dalam masyarakat Aceh yang telah ada sejak berabad yang lalu yaitu acara membeli daging, memasak daging dan menikmatinya bersama-sama baik dengan keluarga bahkan ada yang mengundang anak yatim untuk menikmati kebersamaan hari meugang ini.
Tradisi ini dilakukan tiga kali dalam setahun :
1. Menjelang bulan Puasa atau bulan Ramadhan
2. Menjelang Hari Raya Idul Fitri
3. Menjelang Hari Raya Idul Adha
Hari Makmuegang telah ada sejak berabad yang lalu dan biasanya dilakukan sehari sebelum bulan puasa,hari raya idul fitri dan hari raya idul adha, namun di zaman moderen ini bahkan hari makmeugang secara tidak langsung sudah menjadi 2 hari,ada meugang ubit (meugang kecil) pada hari pertama dan meugang rayeuk (meugang besar) pada hari kedua. Namun, tidak semua wilayah atau juga kabupaten di Aceh menerapkan hari meugangnya selama dua hari, ada juga hanya sehari saja.
Yang membedakan meugang kecil dan meugang besar, hanya jumlah daging yang dipasarkan atau dengan kata lain banyaknya penjual yang turun ke pasar dan biasa ini meugang ubit ini khusus untuk pegawai negeri. Jika pada hari kedua, yakni meugang besar sudah bisa dipastikan tempat yang dijadikan pasar dadakan akan sangat ramai sekali.
Perputaran ekonomi masyarakat di hari meugang memang sangat luar biasa, banting harga, kualitas daging serta jenis daging juga mempengaruhi para pembeli yang notabennya juga warga setempat.
Hari meugang ini biasanya mulai beroperasi dari pagi hari–setelah shalat shubuh–sampai siang hari sebelum waktu shalat zuhur. Walaupun, ditemukan masih ada yang berjualan sekitar siang kita bisa menghitung pakai jari jumlahnya, karena pengaruh waktu juga akan mempengaruhi harga.
Makmuegang berasal dari kata :
1. Makmue artinya makmur ( Semua elemen masyarakat Aceh pada hari inilah dari segala elemen masyarakat dapat menikmati daging tanpa kecuali , benar-benar satu hari yang benar-benar makmur yang dinikamati dan dirasakan semua masyarakat Aceh baik pejabat maupun rakyat jelata,baik yang kaya maupun yang miskin,Janda miskin maupun anak yatim, bahkan di hari makmuegang ini anak yatim kalau mendapat undangan dari tuan rumah yang ingin berbagi malah mendapat amplop yang berisi uang yang diberikan oleh yang empunya rumah…inilah yang dinamakan makmue…semua elemen masyarakat menikmatinya
2. Gang artinya Gang di dekat Pasar ( Kumpulan para penjual daging yang berjualan di gang-gang pasar,biasanya satu gang ini terapat puluhan bahkan ratusan lapak,tiap lapak para pedagang seluas ukuran meja,di atas meja inilah daging sapi dipajang sementara diatasnya dipajang bamboo tempat gantungan daging masi utuh dengan pahanya)
Tradisi hari makmuegang ini muncul bersamaan dengan penyebaran agam Islam di Aceh sekitar abad ke 14 Masehi, sesuai dengan ajaran Islam, datang hari-hari besar Islam yaitu bulan suci Ramadhan,Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha sebaiknya disambut secara meriah
Jika pada hari-hari biasa masyarakat Aceh terbiasa menikmati makanan dari darat ,sungai maupun laut, maka menyambut hari istimewa hari makmuegang ini masyarakat Aceh merasa daging sapi atau lembulah yang terbaik untuk dihidangkan.
Zaman dahulu, pada hari Meugang, para pembesar kerajaan dan orang-orang kaya membagikan daging sapi kepada fakir miskin. Hal ini merupakan salah satu cara memberikan sedekah dan membagi kenikmatan kepada masyarakat dari kalangan yang tidak mampu. Dan tradisi masih juga dilakuakn oleh sebagian orang-orang kaya sementara orang yang berpenghasilan pas-pasan paling tiding mengundang anak yatim kerumahnya.
Sebuah pepatah Aceh yang tidak dapat dipisahkan di hari makmuegang bahkan sudah berlaku berabad-abad yang lalu cukup tepat untuk menggambarkan betapa hari makmuegang bagi masyarakat Aceh merupakan hari yang sangat penting dan istimewa, di mana kebahagiaan dapat diwujudkan dengan cara menikmati daging secara bersama-samajuga sebagai wujud mensyukuri nikmat rezeki selama setahun itu,
“ SI THOEN TAMITA, SI UROE TA PAJOH ”
Artinya : Setahun kita mencari rezeki/nafkah,sehari kita makan/nikmati
Yang menjadi momok masyarakat untuk meugang seperti yang saya kutip dari Kompasiana memang tidak lain dan tidak bukan adalah masalah harga yang terus melambung tinggi, saat pagi pasar dadakan meugang dibuka harga sejumlah daging bisa melonjak cukup tinggi di atas 100 ribu per kilo.
Namun, tidak semua penjual daging memiliki harga yang sama, disinilah kadang terjadi perang harga antara penjual dalam menarik minat pembeli. Dalam sehari meugang, untuk wilayah tertentu banyak sapi yang dihabiskan bisa mencapai seratus lebih, sangat beda dengan hari-hari biasa yang cuma membutuhkan 3 atau 4 sapi untuk penjualan biasa.
Memang meugang telah menjadi sebuah kebutuhan masyarakat Aceh dalam meneruskan tradisi nenek moyangnya, kebiasaan meugang biasanya akan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat baik mereka keluarga miskin yang tidak sanggup membeli atau juga masyarakat menengah ke atas yang nantinya membagi-bagikan hasil olahan dari daging tersebut untuk dibagi ala kadarnya.
Kembali pada soal harga, jika penjual sudah mulai merasa bahwa yang tinggal lapak untuk berjualan daging hanya tinggal beberapa, terutama saat sudah mulai siang atau akan kelihatan sore. Harga yang ditawarkan akan drastis turun sampai 50 ribu per kilo bisa dilepasnya untuk menghabiskan sisa daging yang dimiliki oleh penjual.
Seperti yang saya kutip dari Bulletin Lamuri Online Perayaan Meugang memiliki beberapa dimensi nilai yang berpulang pada ajaran Islam dan adat istiadat masyarakat Aceh:
1.Nilai Religius
Meugang yang dilaksanakan sebelum puasa merupakan upaya untuk mensyukuri datangnya bulan Ramdhan yang penuh berkah.
Meugang pada Hari Raya Idul Fitri adalah sebentuk perayaan setelah sebulan penuh menyucikan diri pada bulan Ramadhan.
Sementara Meugang menjelang Idul Adha adalah bentuk terima kasih karena masyarakat Aceh dapat melaksanakan Qurban.
2.Nilai Sedekah atau Nilai berbagi sesame
Sejak zaman Kerajaan Aceh Darussalam, perayaan Meugang telah menjadi salah satu momen berharga bagi para dermawan dan petinggi istana untuk membagikan sedekah kepada masyarakat fakir miskin. Kebiasaan berbagi daging Meugang ini hingga kini tetap dilakukan oleh para dermawan di Aceh. Tak hanya para dermawan, momen datangnya hari Meugang juga telah dimanfaatkan sebagai ajang kampanye oleh calon-calon wakil rakyat, calon pemimpin daerah, maupun partai-partai di kala menjelang Pemilu. Selain dimanfaatkan oleh para dermawan untuk berbagi rejeki, perayaan Meugang juga menjadi hari yang tepat bagi para pengemis untuk meminta-minta di pasar maupun pusat penjualan daging sapi.
Para pengemis ini meminta sepotong atau beberapa potong daging kepada para pedagang. Ini berkaitan dengan terbangunnya nilai sosial atau kebersamaan.
c. Nilai Kerbersamaan
Tradisi Meugang yang melibatkan sektor pasar, keluarga inti maupun luas, dan sosial menjadikan suasana kantor-kantor pemerintahan, perusahaan-perusahaan swasta, serta lembaga pendidikan biasanya akan sepi sebab para karyawannya lebih memilih berkumpul di rumah. Orang-orang yang merantau pun bakal pulang untuk berkumpul menyantap daging sapi bersama keluarga. Perayaan Meugang menjadi penting karena pada hari itu akan berlangsung pertemuan silaturrahmi di antara saudara yang ada di rumah dan yang baru pulang dari perantauan.
Pentingnya tradisi Meugang, menjadikan perayaan ini seolah telah menjadi kewajiban budaya bagi masyarakat Aceh. Betapa pun mahal harga daging yang harus dibayar, namun masyarakat Aceh tetap akan mengupayakannya (baik dengan cara menabung atau bahkan terpaksa harus berhutang), sebab dengan cara ini masyarakat Aceh dapat merayakan kebersamaan dalam keluarga. Dengan kata lain, melalui tradisi Meugang masyarakat Aceh selalu memupuk rasa persaudaraan di antara keluarga mereka.
d. Menghormati Orang Tua
Tradisi yang telah kita diskusikan di atas tak hanya merepresentasikan kebersamaan dalam keluarga, namun juga menjadi ajang bagi para menantu untuk menaruh hormat kepada mertuanya. Seorang pria, terutama yang baru menikah, secara moril akan dituntut untuk menyediakan beberapa kilogram daging untuk keluarga dan mertuanya. Hal ini sebagai simbol bahwa pria tersebut telah mampu memberi nafkah keluarga serta menghormati mertuanya. Tak hanya para menantu, pada hari Meugang para santri (murid-murid yang belajar agama) pun biasanya akan mendatangi rumah para guru ngaji dan para teungku untuk mengantarkan masakan dari daging sapi sebagai bentuk penghormatan. Begitu pentingnya nilai penghormatan terhadap orang tua telah mengkondisikan tradisi tersebut tidak mungkin untuk ditinggalkan. Jika ditinggalkan hidup menjadi terasa tidak lengkap dan dan muncul perasaan terkucil.
Pelaksanaan tradisi Meugang secara jelas telah menunjukkan bagaimana masyarakat Aceh mengapresiasi datangnya hari-hari besar Islam. Tradisi ini secara signifikan juga telah mempererat relasi sosial dan kekerabatan di antara warga, sehingga secara faktual masyarakat Aceh pada hari itu disibukkan dengan berbagai kegiatan untuk memperoleh daging, memasak, dan menikmatinya secara bersama-sama. Selain dampak penguatan ikatan sosial warga di tingkatan gampong dan tempat kerja (kantor), nampak pula dampak signifikan dari tradisi ini di ranah pasar, yaitu aktivitas jual-beli daging yang meningkat tajam.
Selamat hari makmeugang..selamat menikamati hari kebersaman saat memakan daging sapi yang terbaik bersama keluarga dan warga.
Sejumlah warga memadati pusat pasar meugang tradisional Inpres Lhokseumawe, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Selasa (10/8). Perayaaan meugang yang dilakukan tiga kali dalam setahun yakni meugang menghadapi bulan suci Ramadhan, meugang Hari Raya Idul Fitri dan meugang Idul Adha.(*rahmad/ant/z-Matanews)
Tradisi ini dilakukan tiga kali dalam setahun :
1. Menjelang bulan Puasa atau bulan Ramadhan
2. Menjelang Hari Raya Idul Fitri
3. Menjelang Hari Raya Idul Adha
Hari Makmuegang telah ada sejak berabad yang lalu dan biasanya dilakukan sehari sebelum bulan puasa,hari raya idul fitri dan hari raya idul adha, namun di zaman moderen ini bahkan hari makmeugang secara tidak langsung sudah menjadi 2 hari,ada meugang ubit (meugang kecil) pada hari pertama dan meugang rayeuk (meugang besar) pada hari kedua. Namun, tidak semua wilayah atau juga kabupaten di Aceh menerapkan hari meugangnya selama dua hari, ada juga hanya sehari saja.
Yang membedakan meugang kecil dan meugang besar, hanya jumlah daging yang dipasarkan atau dengan kata lain banyaknya penjual yang turun ke pasar dan biasa ini meugang ubit ini khusus untuk pegawai negeri. Jika pada hari kedua, yakni meugang besar sudah bisa dipastikan tempat yang dijadikan pasar dadakan akan sangat ramai sekali.
Perputaran ekonomi masyarakat di hari meugang memang sangat luar biasa, banting harga, kualitas daging serta jenis daging juga mempengaruhi para pembeli yang notabennya juga warga setempat.
Hari meugang ini biasanya mulai beroperasi dari pagi hari–setelah shalat shubuh–sampai siang hari sebelum waktu shalat zuhur. Walaupun, ditemukan masih ada yang berjualan sekitar siang kita bisa menghitung pakai jari jumlahnya, karena pengaruh waktu juga akan mempengaruhi harga.
Makmuegang berasal dari kata :
1. Makmue artinya makmur ( Semua elemen masyarakat Aceh pada hari inilah dari segala elemen masyarakat dapat menikmati daging tanpa kecuali , benar-benar satu hari yang benar-benar makmur yang dinikamati dan dirasakan semua masyarakat Aceh baik pejabat maupun rakyat jelata,baik yang kaya maupun yang miskin,Janda miskin maupun anak yatim, bahkan di hari makmuegang ini anak yatim kalau mendapat undangan dari tuan rumah yang ingin berbagi malah mendapat amplop yang berisi uang yang diberikan oleh yang empunya rumah…inilah yang dinamakan makmue…semua elemen masyarakat menikmatinya
2. Gang artinya Gang di dekat Pasar ( Kumpulan para penjual daging yang berjualan di gang-gang pasar,biasanya satu gang ini terapat puluhan bahkan ratusan lapak,tiap lapak para pedagang seluas ukuran meja,di atas meja inilah daging sapi dipajang sementara diatasnya dipajang bamboo tempat gantungan daging masi utuh dengan pahanya)
Tradisi hari makmuegang ini muncul bersamaan dengan penyebaran agam Islam di Aceh sekitar abad ke 14 Masehi, sesuai dengan ajaran Islam, datang hari-hari besar Islam yaitu bulan suci Ramadhan,Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha sebaiknya disambut secara meriah
Jika pada hari-hari biasa masyarakat Aceh terbiasa menikmati makanan dari darat ,sungai maupun laut, maka menyambut hari istimewa hari makmuegang ini masyarakat Aceh merasa daging sapi atau lembulah yang terbaik untuk dihidangkan.
Zaman dahulu, pada hari Meugang, para pembesar kerajaan dan orang-orang kaya membagikan daging sapi kepada fakir miskin. Hal ini merupakan salah satu cara memberikan sedekah dan membagi kenikmatan kepada masyarakat dari kalangan yang tidak mampu. Dan tradisi masih juga dilakuakn oleh sebagian orang-orang kaya sementara orang yang berpenghasilan pas-pasan paling tiding mengundang anak yatim kerumahnya.
Sebuah pepatah Aceh yang tidak dapat dipisahkan di hari makmuegang bahkan sudah berlaku berabad-abad yang lalu cukup tepat untuk menggambarkan betapa hari makmuegang bagi masyarakat Aceh merupakan hari yang sangat penting dan istimewa, di mana kebahagiaan dapat diwujudkan dengan cara menikmati daging secara bersama-samajuga sebagai wujud mensyukuri nikmat rezeki selama setahun itu,
“ SI THOEN TAMITA, SI UROE TA PAJOH ”
Artinya : Setahun kita mencari rezeki/nafkah,sehari kita makan/nikmati
Yang menjadi momok masyarakat untuk meugang seperti yang saya kutip dari Kompasiana memang tidak lain dan tidak bukan adalah masalah harga yang terus melambung tinggi, saat pagi pasar dadakan meugang dibuka harga sejumlah daging bisa melonjak cukup tinggi di atas 100 ribu per kilo.
Namun, tidak semua penjual daging memiliki harga yang sama, disinilah kadang terjadi perang harga antara penjual dalam menarik minat pembeli. Dalam sehari meugang, untuk wilayah tertentu banyak sapi yang dihabiskan bisa mencapai seratus lebih, sangat beda dengan hari-hari biasa yang cuma membutuhkan 3 atau 4 sapi untuk penjualan biasa.
Memang meugang telah menjadi sebuah kebutuhan masyarakat Aceh dalam meneruskan tradisi nenek moyangnya, kebiasaan meugang biasanya akan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat baik mereka keluarga miskin yang tidak sanggup membeli atau juga masyarakat menengah ke atas yang nantinya membagi-bagikan hasil olahan dari daging tersebut untuk dibagi ala kadarnya.
Kembali pada soal harga, jika penjual sudah mulai merasa bahwa yang tinggal lapak untuk berjualan daging hanya tinggal beberapa, terutama saat sudah mulai siang atau akan kelihatan sore. Harga yang ditawarkan akan drastis turun sampai 50 ribu per kilo bisa dilepasnya untuk menghabiskan sisa daging yang dimiliki oleh penjual.
Seperti yang saya kutip dari Bulletin Lamuri Online Perayaan Meugang memiliki beberapa dimensi nilai yang berpulang pada ajaran Islam dan adat istiadat masyarakat Aceh:
1.Nilai Religius
Meugang yang dilaksanakan sebelum puasa merupakan upaya untuk mensyukuri datangnya bulan Ramdhan yang penuh berkah.
Meugang pada Hari Raya Idul Fitri adalah sebentuk perayaan setelah sebulan penuh menyucikan diri pada bulan Ramadhan.
Sementara Meugang menjelang Idul Adha adalah bentuk terima kasih karena masyarakat Aceh dapat melaksanakan Qurban.
2.Nilai Sedekah atau Nilai berbagi sesame
Sejak zaman Kerajaan Aceh Darussalam, perayaan Meugang telah menjadi salah satu momen berharga bagi para dermawan dan petinggi istana untuk membagikan sedekah kepada masyarakat fakir miskin. Kebiasaan berbagi daging Meugang ini hingga kini tetap dilakukan oleh para dermawan di Aceh. Tak hanya para dermawan, momen datangnya hari Meugang juga telah dimanfaatkan sebagai ajang kampanye oleh calon-calon wakil rakyat, calon pemimpin daerah, maupun partai-partai di kala menjelang Pemilu. Selain dimanfaatkan oleh para dermawan untuk berbagi rejeki, perayaan Meugang juga menjadi hari yang tepat bagi para pengemis untuk meminta-minta di pasar maupun pusat penjualan daging sapi.
Para pengemis ini meminta sepotong atau beberapa potong daging kepada para pedagang. Ini berkaitan dengan terbangunnya nilai sosial atau kebersamaan.
c. Nilai Kerbersamaan
Tradisi Meugang yang melibatkan sektor pasar, keluarga inti maupun luas, dan sosial menjadikan suasana kantor-kantor pemerintahan, perusahaan-perusahaan swasta, serta lembaga pendidikan biasanya akan sepi sebab para karyawannya lebih memilih berkumpul di rumah. Orang-orang yang merantau pun bakal pulang untuk berkumpul menyantap daging sapi bersama keluarga. Perayaan Meugang menjadi penting karena pada hari itu akan berlangsung pertemuan silaturrahmi di antara saudara yang ada di rumah dan yang baru pulang dari perantauan.
Pentingnya tradisi Meugang, menjadikan perayaan ini seolah telah menjadi kewajiban budaya bagi masyarakat Aceh. Betapa pun mahal harga daging yang harus dibayar, namun masyarakat Aceh tetap akan mengupayakannya (baik dengan cara menabung atau bahkan terpaksa harus berhutang), sebab dengan cara ini masyarakat Aceh dapat merayakan kebersamaan dalam keluarga. Dengan kata lain, melalui tradisi Meugang masyarakat Aceh selalu memupuk rasa persaudaraan di antara keluarga mereka.
d. Menghormati Orang Tua
Tradisi yang telah kita diskusikan di atas tak hanya merepresentasikan kebersamaan dalam keluarga, namun juga menjadi ajang bagi para menantu untuk menaruh hormat kepada mertuanya. Seorang pria, terutama yang baru menikah, secara moril akan dituntut untuk menyediakan beberapa kilogram daging untuk keluarga dan mertuanya. Hal ini sebagai simbol bahwa pria tersebut telah mampu memberi nafkah keluarga serta menghormati mertuanya. Tak hanya para menantu, pada hari Meugang para santri (murid-murid yang belajar agama) pun biasanya akan mendatangi rumah para guru ngaji dan para teungku untuk mengantarkan masakan dari daging sapi sebagai bentuk penghormatan. Begitu pentingnya nilai penghormatan terhadap orang tua telah mengkondisikan tradisi tersebut tidak mungkin untuk ditinggalkan. Jika ditinggalkan hidup menjadi terasa tidak lengkap dan dan muncul perasaan terkucil.
Pelaksanaan tradisi Meugang secara jelas telah menunjukkan bagaimana masyarakat Aceh mengapresiasi datangnya hari-hari besar Islam. Tradisi ini secara signifikan juga telah mempererat relasi sosial dan kekerabatan di antara warga, sehingga secara faktual masyarakat Aceh pada hari itu disibukkan dengan berbagai kegiatan untuk memperoleh daging, memasak, dan menikmatinya secara bersama-sama. Selain dampak penguatan ikatan sosial warga di tingkatan gampong dan tempat kerja (kantor), nampak pula dampak signifikan dari tradisi ini di ranah pasar, yaitu aktivitas jual-beli daging yang meningkat tajam.
Selamat hari makmeugang..selamat menikamati hari kebersaman saat memakan daging sapi yang terbaik bersama keluarga dan warga.
Orang Kepercayaan Saiful Cagee Dikejar OTK
Yusnaidi alias Mirik mantan komandan pasukan GAM regu Singa Bate yang juga merupakan orang kepercayaan Saiful Husen alias Cage, Senin (25/7) sekitar pukul 10.00 WIB sempat diburu oleh Orang Tak Dikenal (OTK) dikawasan Uteun Gathom Peusangan Selatan.
Menurut pengakuan Mirik kepada The Globe Journal, saat itu dia hendak keluar menuju rumah orang tua Cage yang menggelar acara peringatan meninggalnya Cage di gampong Ule Jalan. Saat keluar dari simpang Geulanggang Labu, sekitar 15 meter, Mirik melihat sebuah mobil Avanza hitam dengan warna kaca yang hitam pula parkir mengarah ke selatan tepat di seberang jalan. Mirik berhenti untuk memastikan. Namun tiba-tiba kaca pintu belakang Avanza itu diturunkan, sesosok orang mengintip dari balik kaca.
Melihat gelagat tidak menguntungkan, Mirik kemudian menggeber Suzuki Trail yang dia kendarai kearah timur. Dengan cepat Avanza tersebut berbalik dan tidak lama sudah berada dibelakang Mirik. Mirik berusaha menggeber sepeda motor sekuatnya dengan niat hendak mencari perlindungan ke Pos Polisi yang berada di Geulanggang Labu. Namun belum sempat dia tiba kesana, mobil itu semakin dekat, melihat ada lorong gampong, Yusnaidi kemudian berbelok dengan cepat dia melewati lorong-lorong kecil.
"Mereka dengan cepat memutar mobil di simpang itu. Karena power mobil lebih kuat, dalam waktu singkat mereka langsung berhasil membututi saya. untung ada lorong kecil, saya langsung berbelok," kata Mirik dengan wajah serius. Melihat Mirik berhasil lolos, Avanza misterius itu kembali balik arah dan mengejar melalui jalan kecamatan dengan tujuan menunggu Mirik di simpang yang lain, namun beruntung bagi Mirik, dia berhasil lolos dan langsung menuju kerumah orang tua almarhum Cage.
Setelah memastikan keadaan aman, dia langsung melapor ke Pospol Geulanggang Labu Kecamatan Peusangan Selatan. Menurut saksi mata yang enggan namanya disebutkan, dia sempat melihat sebuah Avanza berlari kencang dan berhenti di depan Simpang Ule Jalan sebelah barat yang merupakan arah rumah orang tua Cage. Kemudian dengan cepat kembali berangkat kearah selatan. Namun diseberang sungai mereka kembali berbalik dan menuju ke timur.
"Saya sempat melihat sebuah Avanza warna hitam yang sedang melaju kencang berhenti mendadak di depan simpang Ule Jalan. Tak lama kemudian mobil itu menuju ke arah selatan, namun di seberang sungai mereka berbalik arah dan kembali ke timur," kata saksi mata.
Kapolres Bireuen AKBP. HR. Dadik Junaidi melalui Kepala Bagian Operasi Polres Bireuen AKP. Mulyadi yang dihubungi The Globe Journal sekitar pukul 17.00 WIB membenarkan pihaknya melalui Kapospol Peusangan Selatan telah menerima laporan dari Yusnaidi. Namun saat dilakukan pengejaran, mobil tersebut sudah tidak ada lagi.
"Benar sekali bahwa Yusnaidi sudah membuat laporan terkait kejadian itu, pihak polisi melalui Kapospol Peusangan Selatan sudah menyisir ke lokasi. Namun tidak menemukan pelakunya karena sudah duluan kabur," terang AKP. Mulyadi.
Sumber :The Globe Journal
Menurut pengakuan Mirik kepada The Globe Journal, saat itu dia hendak keluar menuju rumah orang tua Cage yang menggelar acara peringatan meninggalnya Cage di gampong Ule Jalan. Saat keluar dari simpang Geulanggang Labu, sekitar 15 meter, Mirik melihat sebuah mobil Avanza hitam dengan warna kaca yang hitam pula parkir mengarah ke selatan tepat di seberang jalan. Mirik berhenti untuk memastikan. Namun tiba-tiba kaca pintu belakang Avanza itu diturunkan, sesosok orang mengintip dari balik kaca.
Melihat gelagat tidak menguntungkan, Mirik kemudian menggeber Suzuki Trail yang dia kendarai kearah timur. Dengan cepat Avanza tersebut berbalik dan tidak lama sudah berada dibelakang Mirik. Mirik berusaha menggeber sepeda motor sekuatnya dengan niat hendak mencari perlindungan ke Pos Polisi yang berada di Geulanggang Labu. Namun belum sempat dia tiba kesana, mobil itu semakin dekat, melihat ada lorong gampong, Yusnaidi kemudian berbelok dengan cepat dia melewati lorong-lorong kecil.
"Mereka dengan cepat memutar mobil di simpang itu. Karena power mobil lebih kuat, dalam waktu singkat mereka langsung berhasil membututi saya. untung ada lorong kecil, saya langsung berbelok," kata Mirik dengan wajah serius. Melihat Mirik berhasil lolos, Avanza misterius itu kembali balik arah dan mengejar melalui jalan kecamatan dengan tujuan menunggu Mirik di simpang yang lain, namun beruntung bagi Mirik, dia berhasil lolos dan langsung menuju kerumah orang tua almarhum Cage.
Setelah memastikan keadaan aman, dia langsung melapor ke Pospol Geulanggang Labu Kecamatan Peusangan Selatan. Menurut saksi mata yang enggan namanya disebutkan, dia sempat melihat sebuah Avanza berlari kencang dan berhenti di depan Simpang Ule Jalan sebelah barat yang merupakan arah rumah orang tua Cage. Kemudian dengan cepat kembali berangkat kearah selatan. Namun diseberang sungai mereka kembali berbalik dan menuju ke timur.
"Saya sempat melihat sebuah Avanza warna hitam yang sedang melaju kencang berhenti mendadak di depan simpang Ule Jalan. Tak lama kemudian mobil itu menuju ke arah selatan, namun di seberang sungai mereka berbalik arah dan kembali ke timur," kata saksi mata.
Kapolres Bireuen AKBP. HR. Dadik Junaidi melalui Kepala Bagian Operasi Polres Bireuen AKP. Mulyadi yang dihubungi The Globe Journal sekitar pukul 17.00 WIB membenarkan pihaknya melalui Kapospol Peusangan Selatan telah menerima laporan dari Yusnaidi. Namun saat dilakukan pengejaran, mobil tersebut sudah tidak ada lagi.
"Benar sekali bahwa Yusnaidi sudah membuat laporan terkait kejadian itu, pihak polisi melalui Kapospol Peusangan Selatan sudah menyisir ke lokasi. Namun tidak menemukan pelakunya karena sudah duluan kabur," terang AKP. Mulyadi.
Sumber :The Globe Journal
Kepala Almarhum Pon Cagee Dihargai 1 Milyar
Sebelum menghembuskan nafas terakhir setelah ditembak oleh OTK sekitar jam 23.00 WIB di depan warung kopi Gurkha Matangglumpangdua, Saiful Husen alias Pn Cage sempat menelepon orang kepercayaannya yang bernama Yusnaidi alias Mirik. Kepada Mirik melalui hubungan telepon pada hari Jumat sekitar pukul 16.00 WIB (22/7) Cage mengatakan bahwa kepalanya sudah dihargai Rp 1 milyar. Hal ini dikatakan oleh Mirik kepada The Globe Journal, Senin siang (25/7).
Menurutnya menjelang Ashar Saiful menelpon dirinya dan mengatakan bahwa kepalanya sudah dibeli seharga 1 milyar. Selain itu dia juga mengingatkan Mirik agar tidak keluar sendiri, kalaupun keluar harus ajak kawan, sebab keadaan semakin tidak kondusif bagi Cage dan rekan-rekan.
"Bang Saiful sempat telepon dan mengatakan bahwa kalau kepalanya itu sudah dibeli seharga 1 milyar, selain itu abang juga mengingatkan saya agar jangan keluar kalau lagi sendiri. kalau mau keluar ajak teman," kata Mirik mengulang kalimat terakhir Cage yang ditujukan padanya.
Menurut Mirik, Saiful sudah menjadi incaran bagi lawan politik. Namun dia beserta kawan-kawannya yang lain tidak mau berspekulasi tentang pembunuh yang telah merenggut hak hidup Cage dengan cara-cara yang tidak manusiawi. Dia berharap kepada aparat keamanan dapat menguak tabir misteri tersebut.
Sumber : The Globe Journal
Menurutnya menjelang Ashar Saiful menelpon dirinya dan mengatakan bahwa kepalanya sudah dibeli seharga 1 milyar. Selain itu dia juga mengingatkan Mirik agar tidak keluar sendiri, kalaupun keluar harus ajak kawan, sebab keadaan semakin tidak kondusif bagi Cage dan rekan-rekan.
"Bang Saiful sempat telepon dan mengatakan bahwa kalau kepalanya itu sudah dibeli seharga 1 milyar, selain itu abang juga mengingatkan saya agar jangan keluar kalau lagi sendiri. kalau mau keluar ajak teman," kata Mirik mengulang kalimat terakhir Cage yang ditujukan padanya.
Menurut Mirik, Saiful sudah menjadi incaran bagi lawan politik. Namun dia beserta kawan-kawannya yang lain tidak mau berspekulasi tentang pembunuh yang telah merenggut hak hidup Cage dengan cara-cara yang tidak manusiawi. Dia berharap kepada aparat keamanan dapat menguak tabir misteri tersebut.
Sumber : The Globe Journal
WAA Turut Berduka Meninggalnya Saiful “Cagee”
World Achehnese Association (WAA) yang merupakan sebuah organisasi perkumpulan masyarakat Aceh di luar negeri, Denmark turut menyampaikan rasa duka yang mendalam atas meninggalnya saudara Saiful (Cage) 42 tahun yang pernah menjadi panglima GAM di Wilayah Batee Iliek, Bireuen.
WAA menerima kabar terbunuh Cage karena di tembak oleh orang yang belum diketahui identitasnya, penembakan yang terjadi di depan Warung Kopi (Warkop) Gurkha Matangglumpangdua, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen, pada Jum’at (22/7) malam yang lalu.
Selain itu WAA, juga meminta kepada seluruh anggota GAM baik yang pernah aktif sebagai sipil GAM maupun tentara GAM, diharapkan untuk tidak mudah terpengaruh dan terprovokasi dengan ulah pembunuh yang di sebut masih dalam pengejaran pihak kepolisian tersebut, seperti tulis WAA dalam lansirannya kepada publik.
WAA melihat bahwa pembunuhan Saiful atau sering disapa dengan Cage ini merupakan proses transisi dan reintegrasi yang mengalami kemunduran dalam perdamaian Aceh, bahkan pembunuhan Cage lebih kepada upaya memperkeruh kondisi politik di Aceh.
Sebelumnya, menjelang Pemilu pada tahun 2009 yang lalu, Dedi Novandi alias Abu Karim (33), anggota KPA Bireuen (Wilayah Batee Iliek) juga ditembak mati oleh orang yang tidak di ketahui. “Kami mengimbau kepada seluruh rakyat Aceh untuk mempertahankan diri dari tindakan dan sikap yang bisa memecah belah persatuan dan kesatuan kita, perdamaian yang telah di raih dengan susah payah perlu kita pertahankan bersama,” tegas WAA dalam rilis yang kami terima.(*/af).
Sumber : Seputar Aceh
WAA menerima kabar terbunuh Cage karena di tembak oleh orang yang belum diketahui identitasnya, penembakan yang terjadi di depan Warung Kopi (Warkop) Gurkha Matangglumpangdua, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen, pada Jum’at (22/7) malam yang lalu.
Selain itu WAA, juga meminta kepada seluruh anggota GAM baik yang pernah aktif sebagai sipil GAM maupun tentara GAM, diharapkan untuk tidak mudah terpengaruh dan terprovokasi dengan ulah pembunuh yang di sebut masih dalam pengejaran pihak kepolisian tersebut, seperti tulis WAA dalam lansirannya kepada publik.
WAA melihat bahwa pembunuhan Saiful atau sering disapa dengan Cage ini merupakan proses transisi dan reintegrasi yang mengalami kemunduran dalam perdamaian Aceh, bahkan pembunuhan Cage lebih kepada upaya memperkeruh kondisi politik di Aceh.
Sebelumnya, menjelang Pemilu pada tahun 2009 yang lalu, Dedi Novandi alias Abu Karim (33), anggota KPA Bireuen (Wilayah Batee Iliek) juga ditembak mati oleh orang yang tidak di ketahui. “Kami mengimbau kepada seluruh rakyat Aceh untuk mempertahankan diri dari tindakan dan sikap yang bisa memecah belah persatuan dan kesatuan kita, perdamaian yang telah di raih dengan susah payah perlu kita pertahankan bersama,” tegas WAA dalam rilis yang kami terima.(*/af).
Sumber : Seputar Aceh
Minggu, 24 Juli 2011
Kata Irwandi Tentang Penembakan Pon Cagee
Meninggalnya mantan Ketua Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Batee Iliek Saiful Husein alias Cage yang ditembak orang yang belum terindentifikasi, pada Jumat (22/7) malam, menyebabkan duka besar bagi Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Inilah reaksi Irwandi terhadap penembakan Cage.
Menurut Irwandi, Cage adalah sahabat sejatinya. Di matanya, Cage adalah tentara GAM yang sangat mendukung proses perdamaian di Aceh. Dan di masa peperangan dulu, kata Irwandi, dia adalah prajurit tangguh, yang setia kepada atasan dan yang disegani oleh kawan maupun lawan. "Dia adalah sahabat sejati saya," ungkap Irwandi dalam acara peresmian kantor Pusat Jalur Partisipasi Masyarakat (JPM), Minggu (24/7) di Lampeuneurut, Aceh Besar.
Kata Irwandi, selain taat kepada atasan ketika konflik, Cage yang bernama asli Amiruddin Husen, juga tunduk kepada aturan yang berlaku dalam penandatanganan MOU di Helsinki. "Beliau adalah pendukung demokrasi sejati. Ketika ada upaya pembungkaman terhadap aspirasi dan demokrasi, yang bersangkutan tampil di muka menentang," kata Irwandi. "Ketika Aceh masih dilanda konflik, Cage-lah yang mempertahankan tempat persembunyian panglima tertinggi GAM Muzakir Manaf. " Sekarang Muzakir Manaf adalah ketua Partai Aceh dan Komite Peralihan Aceh.
Terkait pilkada ke depan, Irwandi menyerukan kepada seluruh masyarakat Aceh dan kepada pasangan-pasangan yang terancam dengan kehadirannya, ia meminta rakyat agar memilih pemimpin yang terbaik. "Siapapun dia," kata Irwandi.
Kepada pasangan lain, Irwandi meminta jangan pernah merasa minder untuk ikut pilkada dan tidak menghalalkan segala cara supaya dirinya tidak bisa ikut ke dalam pesta demokrasi. "Jangan terpengaruh dengan hasil survei. Tahun 2006 saya mendapat rangking terbawah. Tapi jangan takut, karena hasil survei bukanlah kenyataan yang terjadi. Walaupun sekarang saya mendapatkan hasil survei teratas, tapi belum tentu juga saya akan terpilih lagi sebagai gubernur," ujarnya.
Menurut Irwandi, Cage adalah sahabat sejatinya. Di matanya, Cage adalah tentara GAM yang sangat mendukung proses perdamaian di Aceh. Dan di masa peperangan dulu, kata Irwandi, dia adalah prajurit tangguh, yang setia kepada atasan dan yang disegani oleh kawan maupun lawan. "Dia adalah sahabat sejati saya," ungkap Irwandi dalam acara peresmian kantor Pusat Jalur Partisipasi Masyarakat (JPM), Minggu (24/7) di Lampeuneurut, Aceh Besar.
Kata Irwandi, selain taat kepada atasan ketika konflik, Cage yang bernama asli Amiruddin Husen, juga tunduk kepada aturan yang berlaku dalam penandatanganan MOU di Helsinki. "Beliau adalah pendukung demokrasi sejati. Ketika ada upaya pembungkaman terhadap aspirasi dan demokrasi, yang bersangkutan tampil di muka menentang," kata Irwandi. "Ketika Aceh masih dilanda konflik, Cage-lah yang mempertahankan tempat persembunyian panglima tertinggi GAM Muzakir Manaf. " Sekarang Muzakir Manaf adalah ketua Partai Aceh dan Komite Peralihan Aceh.
Terkait pilkada ke depan, Irwandi menyerukan kepada seluruh masyarakat Aceh dan kepada pasangan-pasangan yang terancam dengan kehadirannya, ia meminta rakyat agar memilih pemimpin yang terbaik. "Siapapun dia," kata Irwandi.
Kepada pasangan lain, Irwandi meminta jangan pernah merasa minder untuk ikut pilkada dan tidak menghalalkan segala cara supaya dirinya tidak bisa ikut ke dalam pesta demokrasi. "Jangan terpengaruh dengan hasil survei. Tahun 2006 saya mendapat rangking terbawah. Tapi jangan takut, karena hasil survei bukanlah kenyataan yang terjadi. Walaupun sekarang saya mendapatkan hasil survei teratas, tapi belum tentu juga saya akan terpilih lagi sebagai gubernur," ujarnya.
Pembunuhan Mantan Panglima GAM Wilayak Batee Iliek Sebuah Kemunduran
World Achehnese Association (WAA) sebuah organisasi perkumpulan Masyarakat Aceh di luar negeri, menyampaikan rasa duka yang mendalam atas meninggalnya Saiful (Pon Cage) yang juga merupakan mantan panglima GAM di Wilayah Batee Iliek, Bireuen.
Tarmizi Age yang akrab dipanggil Mukarram, Koordinator World Achehnese Association Kepada The Globe Jornal, Minggu (24/7) meminta kepada seluruh anggota GAM supaya tidak terpengaruh dengan ulah pembunuh,"Seluruh anggota GAM baik yang pernah aktif sebagai sipil GAM maupun tentara GAM, Kami meminta untuk tidak terpengaruh dan terprofokasi dengan ulah pembunuh yang di sebut masih dalam pengejaran pihak polisi,"pintanya.
WAA melihat bahwa pembunuhan Saiful (Cage) merupakan proses transisi dan reintegrasi yang mundur dalam perdamaian Aceh, bahkan pembunuhan Cage lebih kepada upaya memperkeruh kondisi politik di Aceh.
Sebelumnya menjelang pemilu pada tahun 2009, Dedi Novandi alias Abu Karim (33), anggota KPA Bireuen (Wilayah Batee Iliek) juga ditembak mati oleh orang yang tidak di ketahui.
"Kami mengimbau kepada seluruh rakyat Aceh untuk mempertahankan diri dari tindakan dan sikap yang bisa memecah belah persatuan dan kesatuan kita, perdamaian yang telah di raih dengan susah payah perlu kita pertahankan bersama,"tandasnya.
Sumber : The Globe Journal
Lokasi ceceran darah mantan Panglima III wilayah Batee Ilik Komite Peralihan Aceh (KPA) Pon Cage, ditutup dengan surat kabar bekas. Menurut informasi, Cage menghembuskan nafas terakhir di TKP dan jenazahnya sekarang sudah dikembalikan ke rumah duka di Peusangan Selatan. Foto direkam Jumat (22/7) sekitar pukul 23.48 WIB.(GRA)
Tarmizi Age yang akrab dipanggil Mukarram, Koordinator World Achehnese Association Kepada The Globe Jornal, Minggu (24/7) meminta kepada seluruh anggota GAM supaya tidak terpengaruh dengan ulah pembunuh,"Seluruh anggota GAM baik yang pernah aktif sebagai sipil GAM maupun tentara GAM, Kami meminta untuk tidak terpengaruh dan terprofokasi dengan ulah pembunuh yang di sebut masih dalam pengejaran pihak polisi,"pintanya.
WAA melihat bahwa pembunuhan Saiful (Cage) merupakan proses transisi dan reintegrasi yang mundur dalam perdamaian Aceh, bahkan pembunuhan Cage lebih kepada upaya memperkeruh kondisi politik di Aceh.
Sebelumnya menjelang pemilu pada tahun 2009, Dedi Novandi alias Abu Karim (33), anggota KPA Bireuen (Wilayah Batee Iliek) juga ditembak mati oleh orang yang tidak di ketahui.
"Kami mengimbau kepada seluruh rakyat Aceh untuk mempertahankan diri dari tindakan dan sikap yang bisa memecah belah persatuan dan kesatuan kita, perdamaian yang telah di raih dengan susah payah perlu kita pertahankan bersama,"tandasnya.
Sumber : The Globe Journal
Polisi Buat Sketsa Wajah Pelaku Penembakan Pon Cagee
Pihak aparat keamanan dari Polres Bireuen sudah membuat sketsa wajah pelaku penembakan Pon Cage berdasarkan kesaksian dan bukti-bukti yang dikumpulkan. Namun sketsa wajah tersebut belum final, sebab masih dibutuhkan berbagai informasi lain agar menjadi sempurna. Hal ini dikatakan oleh Kapolres Bireuen AKBP. HR. Dadik Junaidi yang dihubungi khusus oleh The Globe Journal, Minggu (24/7) sekitar pukul 16:30 WIB.
Kapolres menyebutkan pihaknya sudah memanggil 3 orang saksi yang berada di TKP saat peristiwa itu terjadi. Berdasarkan informasi dari para saksi itulah, pihak keamanan membuat sketsa wajah pelaku.
"Pihak kepolisian sudah membuat sketsa wajah pelaku sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh para saksi. Namun karena masih terbatasnya informasi maka sketsa tersebut belum bisa menjawab siapa pelaku secara tepat sekali. Kita sekarang masih dalam tahap pendalaman informasi," Kata Kapolres Bireuen.
Dalam kesempatan ini Kapolres juga mengatakan bahwa sampai sekarang pihaknya belum berhasil menangkap pelaku penembakan yang menewaskan mantan Ketua KPA wilayah Bate Ilik Amiruddin Husen alias Saiful Husen alias Pon Cage.
Kapolres membantah isu yang beredar dari mulut ke mulut bahwa pelaku sudah berhasil diidentifikasi dan menangkap pelaku. "Sampai sekarang Polisi terus mengembangkan kasus tersebut. Namun kita belum berhasil mengidentifikasi dan menangkap pelaku. Nanti kalau memang sudah teridentifikasi dengan tepat dan sudah kita tangkap, pasti akan kita umumkan," sebut Kapolres.
Kapolres juga berharap kepada masyarakat yang mengetahui dan mempunyai informasi penting terkait kasus tersebut, agar mau melaporkan kepihak aparat keamanan demi terkuaknya kebenaran dan tegaknya keadilan di Bireuen.
Sumber : The Globe Journal
Kapolres menyebutkan pihaknya sudah memanggil 3 orang saksi yang berada di TKP saat peristiwa itu terjadi. Berdasarkan informasi dari para saksi itulah, pihak keamanan membuat sketsa wajah pelaku.
"Pihak kepolisian sudah membuat sketsa wajah pelaku sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh para saksi. Namun karena masih terbatasnya informasi maka sketsa tersebut belum bisa menjawab siapa pelaku secara tepat sekali. Kita sekarang masih dalam tahap pendalaman informasi," Kata Kapolres Bireuen.
Dalam kesempatan ini Kapolres juga mengatakan bahwa sampai sekarang pihaknya belum berhasil menangkap pelaku penembakan yang menewaskan mantan Ketua KPA wilayah Bate Ilik Amiruddin Husen alias Saiful Husen alias Pon Cage.
Kapolres membantah isu yang beredar dari mulut ke mulut bahwa pelaku sudah berhasil diidentifikasi dan menangkap pelaku. "Sampai sekarang Polisi terus mengembangkan kasus tersebut. Namun kita belum berhasil mengidentifikasi dan menangkap pelaku. Nanti kalau memang sudah teridentifikasi dengan tepat dan sudah kita tangkap, pasti akan kita umumkan," sebut Kapolres.
Kapolres juga berharap kepada masyarakat yang mengetahui dan mempunyai informasi penting terkait kasus tersebut, agar mau melaporkan kepihak aparat keamanan demi terkuaknya kebenaran dan tegaknya keadilan di Bireuen.
Sumber : The Globe Journal
Sabtu, 23 Juli 2011
KRONOLOGI TRAGEDI BERDARAH SIMPANG KKA
Tanggal 3 Mei punya banyak makna bagi warga Aceh Utara, dan juga bagi masyarakat Aceh pada umumnya. Tanggal tersebut selain bermakna resistensi atau perlawanan rakyat melawan negara, juga sebuah kenangan buruk, betapa negara begitu semena-mena terhadap rakyatnya. Karenanya, saban tahun—meski tak rutin karena kondisi Aceh tak selalu kondusif untuk mengenang tragedi—warga Aceh Utara khususnya para korban tragedi Simpang KKA memperingatinya.
Sekedar merawat ingatan, Senin, 3 Mei 1999 atau sebelas tahun silam, banyak darah berceceran di sekitar simpang PT KKA. Jeritan dan tangisan para korban memecah telinga siapa saja yang pernah mendengar. Saat itu, harga peluru tentara begitu murahnya, karena bisa dihambur-hamburkan dengan sangat mudah. Setelah itu, puluhan mayat dan ratusan korban tergelatak, ada yang sudah kaku, banyak juga yang masih bernyawa sambil merintih, yang lainnya berlarian seperti dikejar air tsunami, mencari tempat yang bisa dijadikan tempat berlindung.
Saat tragedi itu, korban luka-luka tak terhitung. Hanya data yang dikumpulkan oleh Tim Pencari Fakta (TPF) Aceh Utara menyebutkan 115 orang mengalami luka parah, sementara 40 orang lainnya meninggal dunia. Dari jumlah itu, ada 6 orang masih sangat kanak-kanak, termasuk Saddam Husein (7 tahun) menjadi korban kebuasan aparat negara.
Sementara data yang dikeluarkan Koalisi NGO HAM Aceh, menyebutkan sekitar 46 orangmeninggal (dua orang meninggal ketika menjalani perawatan di RSUZA Banda Aceh), sebanyak 156 mengalami luka tembak, dan 10 orang hilang dalam insiden tersebut.
Meskipun banyak pihak melupakan peristiwa itu, tidak bagi para korban. Jamaluddin, misalnya, sampai sekarang masih terkenang dengan tragedi paling kejam dalam hidupnya. Jamal, kelahiran Sawang, Aceh Utara mengisahkan, bahwa saat peristiwa itu terjadi, dirinya melihat banyak sekali korban tembakan yang rubuh. Jamal juga mendengar jeritan tangis dari para ibu dan bapak yang melihat warga tertembak.
Jamal sendiri mengaku, saat tragedi itu, tubuh-tubuh warga yang kena tembakan jatuh menindihnya. Dengan sisa tenaga yang ada, mayat-mayat diambil dan diletakkan di tempat yang layak. Jamal mengaku, tak tahu harus berkata apa saat itu. Jamal, sendiri luput dari maut.Jamal berharap Pemerintah Aceh tidak melupakan peristiwa itu. Kalau memang ini pelanggaran HAM, pelakunya harus diadili. Karena itulah keadilan bagi korban.
Kronologi Peristiwa
Sebelum Kejadian
Jumat malam, 30 April 1999, Sekitar jam 20.30 WIB masyarakat Desa Cot Murong, Kecamatan Dewantara, mengadakan rapat akbar untuk memperingati 1 Muharram yang bertepatan dengan 30 April 1999. Oleh pihak keamanan, peringatan 1 Muharram yang biasa diselenggarakan oleh masyarakat Islam di manapun di seluruh Propinsi Aceh, disebut sebagai ceramah Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Lalu muncul kabar bahwa seorang anggota TNI dari kesatuan Den Rudal 001/Pulo Rungkom berpangkat Sersan, bernama Adityawarman, hilang saat melakukan penyusupan di tengah kegiatan ceramah (Keterangan Kapuspen TNI, nama anggotanya yang hilang itu adalah Sersan Kepala Edi, dari Den Rudal 001/Pulo Rungkom, Aceh Utara).
Tidak jelas apakah anggota TNI itu benar hilang atau terjadi berbagai kemungkinan lainnya, tetapi yang pasti tidak satupun dari penduduk yang mengetahui keberadaannya. Dan yang pasti lagi, malam itu tidak terjadi apa-apa yang berarti di Desa Cot Murong.
Sabtu malam, 1 Mei 1999
Sebuah truk militer dari kesatuan Den Rudal 001/Pulo Rungkom berputar-putar dikawasan Desa Cot Murong dengan aktivitas yang tidak jelas, tetapi hari itu tidak terjadi apa-apa.
Minggu pagi, 2 Mei 1999
Mulai pukul 05.00 WIB pasukan Den Rudal 001/Pulo Rungkom mulai melakukan operasi di kawasan Desa Cot Murong. Pada minggu pagi itu masyarakat sedang melakukan persiapan pelaksanaan kenduri memberi makan untuk anak-anak yatim sehubungan dengan pringatan 1 Muharram yang dilaksanakan sejak Jumat malam sebelumnya. Masyarakat memotong 4 ekor lembu di halaman Masjid Al-Abror, Cot Murong.
Pada saaat itulah, sekitar jam 11.00 WIB datang pasukan Den Rudal ke tempat kenduri dan dengan dalih menanyakan anggotanya yang hilang sehari sebelumnya mulai memuli warga setempat. Dilaporkan, waktu itu ada tidak kurang 20 orang yang dianiaya oleh anggota TNI tersebut. Praktek kekerasan dan penganiayaan dengan bertindak kasar, menampar dan memukuli hingga cedera, telah terjadi.
Ketika sedang melancarkan aksinya, penduduk sempat mencatat kata-kata yang dikeluarkan para anggota TNI yaitu "AKAN KAMI TEMBAK SEMUA ORANG ACEH APABILA SEORANG ANGGOTA KAMI TIDAK DITEMUKAN".
Menyadari kondisi yang mulai mencemaskan tersebut kemudian para warga dari Desa Murong dan desa-desa tentangga seperti Desa Lancang Barat, Kecamatan Nisam dan Paloh Lada, yang terdiri dari pemuda, wanita, orang tua serta anak-anak berkumpul untuk mencegah kemungkinan penganiayaan lebih lanjut, apalagi aparat militer telah mengeluarkan ancaman yang cukup menakutkan.
Tiba-tiba, pada pukul 13.00 WIB datang lagi pasukan tambahan yang terdiri dari 7 truk anggota TNI ke lokasi kenduri. Melihat itu, masyarakat yang telah berkumpul dari berbagai penjuru Kecamatan mencoba menghadang.
Tepat pukul 14.00 WIB terjadi negosiasi (membuat perjanjian) antara masyarakat Kecamatan Dewantara dengan Danramil Kecamatan Dewantara yang diketahui pihak MUI Kecamatan, yang isinya: "TNI tidak akan datang lagi ke Desa Cot Murong dengan alasan apapun".
Saat Kejadian
Minggu malam, 2 Mei 1999. Masyarakat desa mengetahui adanya penyusupan anggota TNI antara jam 20.00 WIB sampai dinihari ke Desa Cot Murong dan Desa Lancang Barat. Bahkan penduduk pun mengetahui adanya sebuah boat yang diperkirakan milik militer berupaya untuk melakukan pendaratan di pantai Desa Cot Murong, namun batal karena terlanjur diketahui oleh warga setempat. Sampai waktu itu tidak terjadi apa-apa, namun kecemasan penduduk semakin memuncak, dan sejak saat itu mereka semua mulai berkumpul sampai Senin pagi.
Senin pagi, 3 mei 1999.
Tepat pada pukul 09.00 WIB, 4 truk pasukan TNI datang lagi memasuki Desa Lancang Barat, desa tentangga Cot Murong. Massa rakyat yang berkumpul merasa cemas dan mulai mempersenjatai diri dengan kayu dan parang (tanpa senjata api). Lalu datang Camat Dewantara, Drs. Marzuki Amin ke Simpang KKA dan mulai melakukan negosiasi dengan aparat TNI. Aparat berkeras dan negosiasi mentok. Camat tetap berpegang kepada perjanjian terdahulu yang telah disepakati oleh masyarakat dengan Koramil Dewantara yang intinya pihak TNI tidak lagi melakukan kegiatan operasi di daerah mereka. Negosiasi itu beralangsung cukup lama. Waktu sudaah menunjukkan hampir jam 12.00 WIB.
Untuk menunjukkan kesungguhan hati dan permohonan yang sangat besar agar pasukan segera ditarik dan pihak TNI menghormati perjanjian yang telah dibuat, Camat Marzuki Amin sempat mencopot tanda jabatan dari dadanya. Tetapi malah sang Camat kemudian dipukuli oleh tentara.
Pada saat itu tiba-tiba satu truk milik TNI bergerak dan sambil berlalu, dari atas truk para tentara melempari batu ke arah masyarakat, dan masyarakat yang terpancing balas melempari batu ke atas truk. Pada saat yang hampir bersamaan juga seorang anggota tentara berlari kearah semak-semak dan masyarakat yang terpancing mengejarnya. Tiba-tiba dari arah semak itu terdengar satu letusan senjata. Letusan senjata itulah yang seperti sebuah "komando" disusul oleh rentetan serangan. Pembantaian segera dimulai. Tepat jam 12.30 WIB.
Saat Kejadian.
Pukul 12.30 WIB, Suara gemuruh dan teriakan manusia memenuhi Simpang KKA. Ribuan orang berlarian menghindari serangan dari TNI. Dua wartawan RCTI (Umar HN dan Said Kaban) yang kebetulan sudah berada di tempat itu sempat merekam moment-moment penting yang terjadi baik dengan foto atau video. Dapat dikatakan, hasil rekamannya itu menjadi salah-satu bukti yang paling akurat dan tidak mungkin dapat dipungkiri tentang bagaimana peristiwa yang sebenarnya.
Tembakan yang dilakukan tanpa peringatan terlebih dahulu dan dengan posisi siap tempur. Tentara yang dibagian depan jongkok dan yang berada pada barisan belakang berdiri. Selain itu, tentara yang berada di atas truk juga terus melakukan tembakan sambil melakukan gerakan-gerakan tempur. Saat itu penduduk yang tidak lagi sempat lari melakukan tiarap tapi terus diberondong.
Selain melakukan tembakan kearah masa, TNI juga mengarahkan tembakan ke rumah-rumah penduduk, sehingga banyak warga yang sedang di dalam rumah juga menjadi korban. Bahkan mereka mengejar dan memasuki rumah-rumah penduduk dan melakukan pembantaian di sana.
Ketika melakukan tembakan para anggota tentara itu juga berteriak-teriak. Kalimat yang paling sering diucapkan adalah "Akan kubunuh semua orang Aceh". Dalam aksi pembantaian tersebut, 45 jiwa Tewas di tempat, 156 lainnya Luka-luka kebanyakan karena luka tembak, dan 10 diantaranya Hilang sampai saat ini tidak tahu keberadaannya. Banyak penduduk yang sudah tertembak dan tidak bisa lari lagi masih terus diberondong oleh tentara dari belakang. Mereka benar-benar melakukan pembantaian seperti sebuah pesta.
Sumber: Koalisi NGO HAM Aceh - Atjeh Cyber Warrior
Sekedar merawat ingatan, Senin, 3 Mei 1999 atau sebelas tahun silam, banyak darah berceceran di sekitar simpang PT KKA. Jeritan dan tangisan para korban memecah telinga siapa saja yang pernah mendengar. Saat itu, harga peluru tentara begitu murahnya, karena bisa dihambur-hamburkan dengan sangat mudah. Setelah itu, puluhan mayat dan ratusan korban tergelatak, ada yang sudah kaku, banyak juga yang masih bernyawa sambil merintih, yang lainnya berlarian seperti dikejar air tsunami, mencari tempat yang bisa dijadikan tempat berlindung.
Saat tragedi itu, korban luka-luka tak terhitung. Hanya data yang dikumpulkan oleh Tim Pencari Fakta (TPF) Aceh Utara menyebutkan 115 orang mengalami luka parah, sementara 40 orang lainnya meninggal dunia. Dari jumlah itu, ada 6 orang masih sangat kanak-kanak, termasuk Saddam Husein (7 tahun) menjadi korban kebuasan aparat negara.
Sementara data yang dikeluarkan Koalisi NGO HAM Aceh, menyebutkan sekitar 46 orangmeninggal (dua orang meninggal ketika menjalani perawatan di RSUZA Banda Aceh), sebanyak 156 mengalami luka tembak, dan 10 orang hilang dalam insiden tersebut.
Meskipun banyak pihak melupakan peristiwa itu, tidak bagi para korban. Jamaluddin, misalnya, sampai sekarang masih terkenang dengan tragedi paling kejam dalam hidupnya. Jamal, kelahiran Sawang, Aceh Utara mengisahkan, bahwa saat peristiwa itu terjadi, dirinya melihat banyak sekali korban tembakan yang rubuh. Jamal juga mendengar jeritan tangis dari para ibu dan bapak yang melihat warga tertembak.
Jamal sendiri mengaku, saat tragedi itu, tubuh-tubuh warga yang kena tembakan jatuh menindihnya. Dengan sisa tenaga yang ada, mayat-mayat diambil dan diletakkan di tempat yang layak. Jamal mengaku, tak tahu harus berkata apa saat itu. Jamal, sendiri luput dari maut.Jamal berharap Pemerintah Aceh tidak melupakan peristiwa itu. Kalau memang ini pelanggaran HAM, pelakunya harus diadili. Karena itulah keadilan bagi korban.
Kronologi Peristiwa
Sebelum Kejadian
Jumat malam, 30 April 1999, Sekitar jam 20.30 WIB masyarakat Desa Cot Murong, Kecamatan Dewantara, mengadakan rapat akbar untuk memperingati 1 Muharram yang bertepatan dengan 30 April 1999. Oleh pihak keamanan, peringatan 1 Muharram yang biasa diselenggarakan oleh masyarakat Islam di manapun di seluruh Propinsi Aceh, disebut sebagai ceramah Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Lalu muncul kabar bahwa seorang anggota TNI dari kesatuan Den Rudal 001/Pulo Rungkom berpangkat Sersan, bernama Adityawarman, hilang saat melakukan penyusupan di tengah kegiatan ceramah (Keterangan Kapuspen TNI, nama anggotanya yang hilang itu adalah Sersan Kepala Edi, dari Den Rudal 001/Pulo Rungkom, Aceh Utara).
Tidak jelas apakah anggota TNI itu benar hilang atau terjadi berbagai kemungkinan lainnya, tetapi yang pasti tidak satupun dari penduduk yang mengetahui keberadaannya. Dan yang pasti lagi, malam itu tidak terjadi apa-apa yang berarti di Desa Cot Murong.
Sabtu malam, 1 Mei 1999
Sebuah truk militer dari kesatuan Den Rudal 001/Pulo Rungkom berputar-putar dikawasan Desa Cot Murong dengan aktivitas yang tidak jelas, tetapi hari itu tidak terjadi apa-apa.
Minggu pagi, 2 Mei 1999
Mulai pukul 05.00 WIB pasukan Den Rudal 001/Pulo Rungkom mulai melakukan operasi di kawasan Desa Cot Murong. Pada minggu pagi itu masyarakat sedang melakukan persiapan pelaksanaan kenduri memberi makan untuk anak-anak yatim sehubungan dengan pringatan 1 Muharram yang dilaksanakan sejak Jumat malam sebelumnya. Masyarakat memotong 4 ekor lembu di halaman Masjid Al-Abror, Cot Murong.
Pada saaat itulah, sekitar jam 11.00 WIB datang pasukan Den Rudal ke tempat kenduri dan dengan dalih menanyakan anggotanya yang hilang sehari sebelumnya mulai memuli warga setempat. Dilaporkan, waktu itu ada tidak kurang 20 orang yang dianiaya oleh anggota TNI tersebut. Praktek kekerasan dan penganiayaan dengan bertindak kasar, menampar dan memukuli hingga cedera, telah terjadi.
Ketika sedang melancarkan aksinya, penduduk sempat mencatat kata-kata yang dikeluarkan para anggota TNI yaitu "AKAN KAMI TEMBAK SEMUA ORANG ACEH APABILA SEORANG ANGGOTA KAMI TIDAK DITEMUKAN".
Menyadari kondisi yang mulai mencemaskan tersebut kemudian para warga dari Desa Murong dan desa-desa tentangga seperti Desa Lancang Barat, Kecamatan Nisam dan Paloh Lada, yang terdiri dari pemuda, wanita, orang tua serta anak-anak berkumpul untuk mencegah kemungkinan penganiayaan lebih lanjut, apalagi aparat militer telah mengeluarkan ancaman yang cukup menakutkan.
Tiba-tiba, pada pukul 13.00 WIB datang lagi pasukan tambahan yang terdiri dari 7 truk anggota TNI ke lokasi kenduri. Melihat itu, masyarakat yang telah berkumpul dari berbagai penjuru Kecamatan mencoba menghadang.
Tepat pukul 14.00 WIB terjadi negosiasi (membuat perjanjian) antara masyarakat Kecamatan Dewantara dengan Danramil Kecamatan Dewantara yang diketahui pihak MUI Kecamatan, yang isinya: "TNI tidak akan datang lagi ke Desa Cot Murong dengan alasan apapun".
Saat Kejadian
Minggu malam, 2 Mei 1999. Masyarakat desa mengetahui adanya penyusupan anggota TNI antara jam 20.00 WIB sampai dinihari ke Desa Cot Murong dan Desa Lancang Barat. Bahkan penduduk pun mengetahui adanya sebuah boat yang diperkirakan milik militer berupaya untuk melakukan pendaratan di pantai Desa Cot Murong, namun batal karena terlanjur diketahui oleh warga setempat. Sampai waktu itu tidak terjadi apa-apa, namun kecemasan penduduk semakin memuncak, dan sejak saat itu mereka semua mulai berkumpul sampai Senin pagi.
Senin pagi, 3 mei 1999.
Tepat pada pukul 09.00 WIB, 4 truk pasukan TNI datang lagi memasuki Desa Lancang Barat, desa tentangga Cot Murong. Massa rakyat yang berkumpul merasa cemas dan mulai mempersenjatai diri dengan kayu dan parang (tanpa senjata api). Lalu datang Camat Dewantara, Drs. Marzuki Amin ke Simpang KKA dan mulai melakukan negosiasi dengan aparat TNI. Aparat berkeras dan negosiasi mentok. Camat tetap berpegang kepada perjanjian terdahulu yang telah disepakati oleh masyarakat dengan Koramil Dewantara yang intinya pihak TNI tidak lagi melakukan kegiatan operasi di daerah mereka. Negosiasi itu beralangsung cukup lama. Waktu sudaah menunjukkan hampir jam 12.00 WIB.
Untuk menunjukkan kesungguhan hati dan permohonan yang sangat besar agar pasukan segera ditarik dan pihak TNI menghormati perjanjian yang telah dibuat, Camat Marzuki Amin sempat mencopot tanda jabatan dari dadanya. Tetapi malah sang Camat kemudian dipukuli oleh tentara.
Pada saat itu tiba-tiba satu truk milik TNI bergerak dan sambil berlalu, dari atas truk para tentara melempari batu ke arah masyarakat, dan masyarakat yang terpancing balas melempari batu ke atas truk. Pada saat yang hampir bersamaan juga seorang anggota tentara berlari kearah semak-semak dan masyarakat yang terpancing mengejarnya. Tiba-tiba dari arah semak itu terdengar satu letusan senjata. Letusan senjata itulah yang seperti sebuah "komando" disusul oleh rentetan serangan. Pembantaian segera dimulai. Tepat jam 12.30 WIB.
Saat Kejadian.
Pukul 12.30 WIB, Suara gemuruh dan teriakan manusia memenuhi Simpang KKA. Ribuan orang berlarian menghindari serangan dari TNI. Dua wartawan RCTI (Umar HN dan Said Kaban) yang kebetulan sudah berada di tempat itu sempat merekam moment-moment penting yang terjadi baik dengan foto atau video. Dapat dikatakan, hasil rekamannya itu menjadi salah-satu bukti yang paling akurat dan tidak mungkin dapat dipungkiri tentang bagaimana peristiwa yang sebenarnya.
Tembakan yang dilakukan tanpa peringatan terlebih dahulu dan dengan posisi siap tempur. Tentara yang dibagian depan jongkok dan yang berada pada barisan belakang berdiri. Selain itu, tentara yang berada di atas truk juga terus melakukan tembakan sambil melakukan gerakan-gerakan tempur. Saat itu penduduk yang tidak lagi sempat lari melakukan tiarap tapi terus diberondong.
Selain melakukan tembakan kearah masa, TNI juga mengarahkan tembakan ke rumah-rumah penduduk, sehingga banyak warga yang sedang di dalam rumah juga menjadi korban. Bahkan mereka mengejar dan memasuki rumah-rumah penduduk dan melakukan pembantaian di sana.
Ketika melakukan tembakan para anggota tentara itu juga berteriak-teriak. Kalimat yang paling sering diucapkan adalah "Akan kubunuh semua orang Aceh". Dalam aksi pembantaian tersebut, 45 jiwa Tewas di tempat, 156 lainnya Luka-luka kebanyakan karena luka tembak, dan 10 diantaranya Hilang sampai saat ini tidak tahu keberadaannya. Banyak penduduk yang sudah tertembak dan tidak bisa lari lagi masih terus diberondong oleh tentara dari belakang. Mereka benar-benar melakukan pembantaian seperti sebuah pesta.
Sumber: Koalisi NGO HAM Aceh - Atjeh Cyber Warrior
Jenazah Pon Cagee Tak Sempat Divisum
Jenazah Pon Cage alias Saiful yang ditembak oleh OTK di depan warung Gurkha Matangglumpangdua Sabtu malam (22/7) sekitar pukul 23.00 WIB tidak sempat dilakukan visum oleh pihak Rumah Sakit Umum Dr. Fauziah Bireuen. Hal ini disebabkan ada larangan dari pihak pengantar jenazah sehingga para medis yang berada di bagian unit Gawat Darurat (UGD) tidak berani melakukan visum.
Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala bagian UGD RSU Dr. Fauziah Bireuen, Dr. Mukhtar kepada The Globe Journal, Sabtu (23/7) melalui hubungan telepon. Menurut Mukhtar saat dibawa ke UGD rumah sakit tersebut, pihak medis sebenarnya langsung hendak melakukan visum, namun para pengantar jenazah dengan nada tegas meminta agar visum tidak dilakukan. Berkisar selama 5 menit dirumah sakit, jenazah kemudian dibawa pulang kerumah duka di Kecamatan Peusangan Selatan.
"Menurut Informasi yang saya terima dari tenaga medis di UGD, jenazah Cage sempat dibawa kerumah sakit, namun saat hendak dilakukan visum oleh pihak medis, ada yang melarang dengan nada tegas. Sehingga diputuskan tidak dilakukan visum. 5 menit kemudian, jenazah dibawa pulang," jelas Dokter Mukhtar dari seberang telepon.
Kapolres Bireuen AKBOP HR. Dadik J kepada The Globe Journal secara terpisah mengatakan bahwa sebenarnya visum dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian seseorang. Namun bila jelas dan nyata penyebab kematian, maka hal tersebut bila tidak dilakukan pun tidak apa-apa.
"Sebenarnya visum kan untuk mengetahui penyebab kematian. Itu sama dengan otopsi. namun karena penyebab kematian sudah jelas, maka bilapun tidak dilakukan visum tidak menjadi masalah," terang Kapolres Bireuen.
Sumber : The Globe Journal
Saiful Husen alias Pon Cagee saat berada di ruang UGD RSUD Fauziah Bireuen. Korban meninggal dunia setelah ditembaki dari jarak dekat. (Harian Aceh/Joniful Bahri)
Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala bagian UGD RSU Dr. Fauziah Bireuen, Dr. Mukhtar kepada The Globe Journal, Sabtu (23/7) melalui hubungan telepon. Menurut Mukhtar saat dibawa ke UGD rumah sakit tersebut, pihak medis sebenarnya langsung hendak melakukan visum, namun para pengantar jenazah dengan nada tegas meminta agar visum tidak dilakukan. Berkisar selama 5 menit dirumah sakit, jenazah kemudian dibawa pulang kerumah duka di Kecamatan Peusangan Selatan.
"Menurut Informasi yang saya terima dari tenaga medis di UGD, jenazah Cage sempat dibawa kerumah sakit, namun saat hendak dilakukan visum oleh pihak medis, ada yang melarang dengan nada tegas. Sehingga diputuskan tidak dilakukan visum. 5 menit kemudian, jenazah dibawa pulang," jelas Dokter Mukhtar dari seberang telepon.
Kapolres Bireuen AKBOP HR. Dadik J kepada The Globe Journal secara terpisah mengatakan bahwa sebenarnya visum dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian seseorang. Namun bila jelas dan nyata penyebab kematian, maka hal tersebut bila tidak dilakukan pun tidak apa-apa.
"Sebenarnya visum kan untuk mengetahui penyebab kematian. Itu sama dengan otopsi. namun karena penyebab kematian sudah jelas, maka bilapun tidak dilakukan visum tidak menjadi masalah," terang Kapolres Bireuen.
Sumber : The Globe Journal
Jumat, 22 Juli 2011
Irwandi Yusuf : Investasi Aceh Terganggu Aksi Perampokan
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengatakan aksi perampokan sebuah bank di Kabupaten Aceh Timur bisa mengganggu dunia investasi di daerah itu.
"Aksi kejahatan ini cukup mengganggu iklim investasi. Investor akan takut datang ke Aceh, kalau ini terus berlangsung," katanya di Aceh Besar, Rabu (20/10).
Pernyataan itu disampaikannya ketika menanggapi aksi empat perampok bersenjata api yang menyatroni Bank BRI di Gampong (desa) Desa Lhok Nibong, Kecamatan Pante Bidari, Kabupaten Aceh Timur, Selasa (19/10).
Dalam aksi tersebut, polisi menembak mati dua dari empat pelaku. Dua perampok yang tewas tersebut sebelumnya sempat mengambil uang Rp100 juta di berangkas bank tersebut.
Melihat rekannya ditembak, dua pelaku tersebut kabur dengan membawa lari senjata api AK-47 dari rekannya. Uang rampokan senilai Rp100 juta gagal dibawa dua perampok tersebut.
Menurut Irwandi, perampokan terjadi di mana-mana, tidak terkecuali di Provinsi Aceh. Namun, karena Aceh bekas daerah konflik, maka setiap kali terjadi kejahatan cukup mengganggu minat investor.
"Tapi, perlu diketahui, aksi kriminal di Provinsi Aceh tidak lebih tinggi dari rata-rata nasional. Cuma karena Aceh bekas daerah konflik, yang kecil menjadi besar," katanya.
Ia mengatakan, seharusnya setelah berakhirnya konflik selesai pula semua masalah, termasuk kriminalitas. Namun, persoalan ini tidak selesai karena faktor ekonomi masih belum membaik.
Selain itu, Irwandi juga mengkritiki peran media massa terkait pemberitaan aksi kejahatan tersebut. Sebab, media massa berperan penting menyampaikan kondisi riil di Provinsi Aceh.
"Peranan media massa juga penting. Jangan membesar-besarkan masalah, seolah di Aceh hanya ada perampokan, teroris dan lain sebagainya," tandas Irwandi.(ant)
Sumber : Harian Aceh
"Aksi kejahatan ini cukup mengganggu iklim investasi. Investor akan takut datang ke Aceh, kalau ini terus berlangsung," katanya di Aceh Besar, Rabu (20/10).
Pernyataan itu disampaikannya ketika menanggapi aksi empat perampok bersenjata api yang menyatroni Bank BRI di Gampong (desa) Desa Lhok Nibong, Kecamatan Pante Bidari, Kabupaten Aceh Timur, Selasa (19/10).
Dalam aksi tersebut, polisi menembak mati dua dari empat pelaku. Dua perampok yang tewas tersebut sebelumnya sempat mengambil uang Rp100 juta di berangkas bank tersebut.
Melihat rekannya ditembak, dua pelaku tersebut kabur dengan membawa lari senjata api AK-47 dari rekannya. Uang rampokan senilai Rp100 juta gagal dibawa dua perampok tersebut.
Menurut Irwandi, perampokan terjadi di mana-mana, tidak terkecuali di Provinsi Aceh. Namun, karena Aceh bekas daerah konflik, maka setiap kali terjadi kejahatan cukup mengganggu minat investor.
"Tapi, perlu diketahui, aksi kriminal di Provinsi Aceh tidak lebih tinggi dari rata-rata nasional. Cuma karena Aceh bekas daerah konflik, yang kecil menjadi besar," katanya.
Ia mengatakan, seharusnya setelah berakhirnya konflik selesai pula semua masalah, termasuk kriminalitas. Namun, persoalan ini tidak selesai karena faktor ekonomi masih belum membaik.
Selain itu, Irwandi juga mengkritiki peran media massa terkait pemberitaan aksi kejahatan tersebut. Sebab, media massa berperan penting menyampaikan kondisi riil di Provinsi Aceh.
"Peranan media massa juga penting. Jangan membesar-besarkan masalah, seolah di Aceh hanya ada perampokan, teroris dan lain sebagainya," tandas Irwandi.(ant)
Sumber : Harian Aceh
Pulau Bangkaru, Pulau seribu penyu
Kepulauan Banyak adalah satu kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil.Untuk mencapai Pulau Bengkaru, setiap orang harus menuju Singkil terlebih dahulu. Perjalanan dari Medan bisa ditempuh dengan angkutan umum sekitar 8 jam. Ada juga Nusa Buana Air yang menyediakan penerbangan ke Singkil, tapi hanya 2 kali seminggu, Sabtu dan Senin pagi. Dan setiap pengunjung diwajibkan mengkonfirmasi terlebih dahulu ke Yayasan Pulau Banyak (YPB).
Tahun 2006, Maggie Muurmans, seorang ahli penyu dari Belanda dan Mahmud Bengkaru menghidupkan kembali Yayasan Pulau Banyak yang sempat mati suri akibat tsunami dan konflik berkepanjangan di bumi Aceh Darusalam. Dengan menggaet beberapa rekan kerja baru dan didukung LSM Yayasan Eko Lestari (YEL) yang berbasis di Medan dan Paneco –salah satu LSM berbasis di Swiss, mereka menggiatkan kembali kegiatan konservasi penyu dan ekowisata di pulau Bengkaru.
Tujuannya tidak lain untuk menjaga dan melestarikan kehidupan penyu hijau yang diambang kepunahan akibat terjaring nelayan, perdagangan telur penyu, para pengkonsumsi daging penyu, dan orang-orang yang menjadikan penyu sebagai hiasan/cinderamata. Belum lagi ulah manusia yang membuang sampah ke laut seperti gabus atau plastik yang mengakibatkan kematian bila termakan oleh tukik (anak penyu).
Untuk mencegah kepunahan tersebutlah, organisasi ini memberikan penyuluhan kepada masyarakat, mengadakan workshop, pertemuan dengan tokoh masyarakat hingga membuat program pendidikan di sekolah untuk melestarikan sumber daya alam sekitar. Selain itu mereka juga menyediakan tempat bagi mahasiswa lokal maupun internasional untuk melakukan penelitian di pulau tersebut sebagai sukarelawan.
Masuk ke pulau konservasi penyu ini dikenakan biaya karena termasuk wilayah konservasi. Biayanya biasanya per paket. Termasuk dalam paket ini menginap 3 hari 2 malam, makan 3 kali sehari, dan transportasi antar jemput. Kesempatan 3 hari 2 malam tersebut diberikan agar mendapat kesempatan melakukan patroli penyu di malam hari.
Penyu yang singgah di pulau ini biasanya penyu hijau, tapi bila sedang musim, penyu sisik dan penyu belimbing, yang disebut 'nenek moyangnya penyu' juga kerap mampir. Satu keberuntungan yang luar biasa bila Anda bisa bertemu dengan penyu belimbing ini.
Biasanya, patroli dilakukan setelah makan malam, sekitar pukul 8 malam. Sepatu, senter, dan jaket merupakan peralatan yang wajib dibawa. Dan yang tidak boleh lupa, snack dan air minum tentunya. Kalau sampai lupa membawanya, dijamin waktu menunggu terasa semakin lama karena yang bisa dilakukan disana hanyalah menunggu dan menunggu.
Saat tiba di Pantai Penyu/pantai Amandangan pun senter harus dimatikan, karena penyu sangat sensitif terhadap cahaya. Mereka bisa mengurungkan niatnya untuk mampir jika melihat cahaya dari arah pantai. Kalau cukup beruntung, kita bisa melihat hingga 5 ekor penyu hijau dari 7 penyu yang singgah. Jika sedang musim (November- Maret) patroli bisa dilakukan 2 shift hingga pagi.
Di sini pula petugas berkesempatan memberi tagging. Tag ini bertuliskan nomor sehingga memudahkan pendataan apabila penyu ini kembali ke pantai Amandangan. Tagging ini juga memberi informasi batas terendah dari populasinya. Informasi ini akan menolong melindungi penyu. Selain diberi tagging, penyu ini juga didata, diukur panjang lebarnya, penyu yang ke berapa singgah ke pantai, apa yang ia lakukan, dan jumlah telurnya. Bagi penyu belimbing, micro chip diimplant agar memudahkan pengidentifikasian di negara-negara lain yang disinggahinya seperti Madagaskar dan India.
Seekor penyu hijau bisa mencapai panjang 80-90 cm dengan lebar 70-80 cm. Lain halnya dengan penyu belimbing yang bisa mencapai panjang hampir 2 meter. Penyu dalam 1 periode ( 2 minggu) bisa singgah di pantai 4 sampai 6 kali. Tidak di setiap persinggahan penyu-penyu ini bertelur, biasa hanya 2 kali persinggahan. Penyu bertelur setelah usia 25 tahun dan sekali bertelur bisa menelurkan 100-150 butir telur. Dari sekian banyak telur yang menetas, tidak semua bertahan hidup. Biasa hanya 2-3 ekor yang bertahan.
Banyak faktor yang mengakibatkan tukik- tukik ini tidak bisa bertahan. Faktor tangan manusia, faktor alam, seperti biawak yang memakan tukik ketika berjalan menuju pantai, kepiting yang membunuh di pinggiran pantai, ikan kerapu dan ikan hiu yang menjadi predator di laut, dan juga faktor alam menjadi penyebabnya. Nah, fungsi petugas YPB inilah menjaga tukik-tukik yang menuju ke pantai dari serangan biawak, elang ataupun kepiting.
Biasanya tukik menetas di pagi hari. Di Bengkaru ini Anda bisa melihat tukik-tukik keluar dari sarangnya, berjalan berlomba menuju laut lepas. Menariknya, anak- anak penyu ini adalah penyu- penyu liar, bukan dari penangkaran. Sungguh pemandangan luar biasa.
Sumber/Editor: Fazaris Tanti - Pulau Banyak
Tahun 2006, Maggie Muurmans, seorang ahli penyu dari Belanda dan Mahmud Bengkaru menghidupkan kembali Yayasan Pulau Banyak yang sempat mati suri akibat tsunami dan konflik berkepanjangan di bumi Aceh Darusalam. Dengan menggaet beberapa rekan kerja baru dan didukung LSM Yayasan Eko Lestari (YEL) yang berbasis di Medan dan Paneco –salah satu LSM berbasis di Swiss, mereka menggiatkan kembali kegiatan konservasi penyu dan ekowisata di pulau Bengkaru.
Tujuannya tidak lain untuk menjaga dan melestarikan kehidupan penyu hijau yang diambang kepunahan akibat terjaring nelayan, perdagangan telur penyu, para pengkonsumsi daging penyu, dan orang-orang yang menjadikan penyu sebagai hiasan/cinderamata. Belum lagi ulah manusia yang membuang sampah ke laut seperti gabus atau plastik yang mengakibatkan kematian bila termakan oleh tukik (anak penyu).
Untuk mencegah kepunahan tersebutlah, organisasi ini memberikan penyuluhan kepada masyarakat, mengadakan workshop, pertemuan dengan tokoh masyarakat hingga membuat program pendidikan di sekolah untuk melestarikan sumber daya alam sekitar. Selain itu mereka juga menyediakan tempat bagi mahasiswa lokal maupun internasional untuk melakukan penelitian di pulau tersebut sebagai sukarelawan.
Masuk ke pulau konservasi penyu ini dikenakan biaya karena termasuk wilayah konservasi. Biayanya biasanya per paket. Termasuk dalam paket ini menginap 3 hari 2 malam, makan 3 kali sehari, dan transportasi antar jemput. Kesempatan 3 hari 2 malam tersebut diberikan agar mendapat kesempatan melakukan patroli penyu di malam hari.
Penyu yang singgah di pulau ini biasanya penyu hijau, tapi bila sedang musim, penyu sisik dan penyu belimbing, yang disebut 'nenek moyangnya penyu' juga kerap mampir. Satu keberuntungan yang luar biasa bila Anda bisa bertemu dengan penyu belimbing ini.
Biasanya, patroli dilakukan setelah makan malam, sekitar pukul 8 malam. Sepatu, senter, dan jaket merupakan peralatan yang wajib dibawa. Dan yang tidak boleh lupa, snack dan air minum tentunya. Kalau sampai lupa membawanya, dijamin waktu menunggu terasa semakin lama karena yang bisa dilakukan disana hanyalah menunggu dan menunggu.
Saat tiba di Pantai Penyu/pantai Amandangan pun senter harus dimatikan, karena penyu sangat sensitif terhadap cahaya. Mereka bisa mengurungkan niatnya untuk mampir jika melihat cahaya dari arah pantai. Kalau cukup beruntung, kita bisa melihat hingga 5 ekor penyu hijau dari 7 penyu yang singgah. Jika sedang musim (November- Maret) patroli bisa dilakukan 2 shift hingga pagi.
Di sini pula petugas berkesempatan memberi tagging. Tag ini bertuliskan nomor sehingga memudahkan pendataan apabila penyu ini kembali ke pantai Amandangan. Tagging ini juga memberi informasi batas terendah dari populasinya. Informasi ini akan menolong melindungi penyu. Selain diberi tagging, penyu ini juga didata, diukur panjang lebarnya, penyu yang ke berapa singgah ke pantai, apa yang ia lakukan, dan jumlah telurnya. Bagi penyu belimbing, micro chip diimplant agar memudahkan pengidentifikasian di negara-negara lain yang disinggahinya seperti Madagaskar dan India.
Seekor penyu hijau bisa mencapai panjang 80-90 cm dengan lebar 70-80 cm. Lain halnya dengan penyu belimbing yang bisa mencapai panjang hampir 2 meter. Penyu dalam 1 periode ( 2 minggu) bisa singgah di pantai 4 sampai 6 kali. Tidak di setiap persinggahan penyu-penyu ini bertelur, biasa hanya 2 kali persinggahan. Penyu bertelur setelah usia 25 tahun dan sekali bertelur bisa menelurkan 100-150 butir telur. Dari sekian banyak telur yang menetas, tidak semua bertahan hidup. Biasa hanya 2-3 ekor yang bertahan.
Banyak faktor yang mengakibatkan tukik- tukik ini tidak bisa bertahan. Faktor tangan manusia, faktor alam, seperti biawak yang memakan tukik ketika berjalan menuju pantai, kepiting yang membunuh di pinggiran pantai, ikan kerapu dan ikan hiu yang menjadi predator di laut, dan juga faktor alam menjadi penyebabnya. Nah, fungsi petugas YPB inilah menjaga tukik-tukik yang menuju ke pantai dari serangan biawak, elang ataupun kepiting.
Biasanya tukik menetas di pagi hari. Di Bengkaru ini Anda bisa melihat tukik-tukik keluar dari sarangnya, berjalan berlomba menuju laut lepas. Menariknya, anak- anak penyu ini adalah penyu- penyu liar, bukan dari penangkaran. Sungguh pemandangan luar biasa.
Sumber/Editor: Fazaris Tanti - Pulau Banyak
Kantor Partai Aceh Peusangan Bireuen Dibakar
Kantor Dewan Pimpinan Sagoe Partai Aceh (DPS-PA) Kecamatan Peusangan Selatan, Kabupaten Bireuen, yang berkonstruksi kayu disinyalir dibhttp://www.blogger.com/img/blank.gifakar Orang Tak Dikenal (OTK) Jumat pada dini hari tadi (22/7). Api hanya melalap dinding bagian depan kantor itu.
Ketua DPS-PA Peusangan Selatan, Amat Sabon mengatakan, kebakaran itu hanya pada bagian depan kantor yang terbuat dari triplek selebar 80 centimeter dan panjang 1 meter. Di depan kantor ditemukan sebuah jerigen bensin serta kain yang telah dilumuri minyak.
"Saya baru tahu tadi pagi, kejadiannya pun belum diketahui pukul berapa, karena di kantor tidak ada orang," kata Amat Sabon kepada sejumlah wartawan di lokasi kejadian.
Dijelaskan Amat Sabon, selama ini tidak ada orang yang bertugas menjaga kantor itu. Di dalam kantor juga hanya terdapat beberapa meja dan kursi serta atribut partai. "Kantor itu hanya kami gunakan kalau rapat partai, jadi tidak ada orang di kantor. Sementara toko yang bersebelahan dengan kantor kami juga tidak ada yang tempati,"ungkapnya.
Sementara ditempat terpisah Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Partai Aceh (DPW PA) Kabupaten Bireuen, Muzakkir Zulkifli, yang dikonfirmasi tadi siang, membenarkan telah terjadi percobaan pembakaran Kantor DPS PA Kecamatan Peusangan Selatan.
Meskipun demikian, sebut Muzakkir, dirinya belum mengetahui persis peristiwea itu. "Info yang saya terima, kejadiannya tadi malam. Tapi saya belum mengecek langsung ke lokasi," ujar Muzakkir.
Kejadian itu telah dilaporkan ke Polsek Peusangan pagi tadi. Aparat kepolisian setempat telah turun ke lokasi untuk mengumpulkan barang bukti dan mengembangkan kasus tersebut.
Sumber : The Globe Journal 22 Juli 2011
Ketua DPS-PA Peusangan Selatan, Amat Sabon mengatakan, kebakaran itu hanya pada bagian depan kantor yang terbuat dari triplek selebar 80 centimeter dan panjang 1 meter. Di depan kantor ditemukan sebuah jerigen bensin serta kain yang telah dilumuri minyak.
"Saya baru tahu tadi pagi, kejadiannya pun belum diketahui pukul berapa, karena di kantor tidak ada orang," kata Amat Sabon kepada sejumlah wartawan di lokasi kejadian.
Dijelaskan Amat Sabon, selama ini tidak ada orang yang bertugas menjaga kantor itu. Di dalam kantor juga hanya terdapat beberapa meja dan kursi serta atribut partai. "Kantor itu hanya kami gunakan kalau rapat partai, jadi tidak ada orang di kantor. Sementara toko yang bersebelahan dengan kantor kami juga tidak ada yang tempati,"ungkapnya.
Sementara ditempat terpisah Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Partai Aceh (DPW PA) Kabupaten Bireuen, Muzakkir Zulkifli, yang dikonfirmasi tadi siang, membenarkan telah terjadi percobaan pembakaran Kantor DPS PA Kecamatan Peusangan Selatan.
Meskipun demikian, sebut Muzakkir, dirinya belum mengetahui persis peristiwea itu. "Info yang saya terima, kejadiannya tadi malam. Tapi saya belum mengecek langsung ke lokasi," ujar Muzakkir.
Kejadian itu telah dilaporkan ke Polsek Peusangan pagi tadi. Aparat kepolisian setempat telah turun ke lokasi untuk mengumpulkan barang bukti dan mengembangkan kasus tersebut.
Sumber : The Globe Journal 22 Juli 2011
Mantan Panglima III Batee Ilik Tewas Ditembak
Saiful alias Pon Cage yang juga mantan Panglima III Komite Peralihan Aceh (KPA) wilayah Batee Ilik tewas ditembak, Jumat (22/7) sekitar pukul 23.00 WIB. Penembakan itu terjadi depan warung kopi Gurkha milik korban yang terletak di jalan Medan-Banda Aceh Matangglumpangdua Bireuen.
Kejadian penembakan yang menewaskan mantan kombatan sontak mengundang perhatian warga. Sehingga sesaat setelah penembakan, warga langsung berhamburan ke tempat kejadian perkara (TKP).
Salah seorang saksi mata yang namanya enggan disebutkan mengatakan bahwa kejadian tersebut terjadi begitu cepat sekali. Saat itu, Pon Cage keluar dari warung kopi Gurkha hendak pulang, tiba-tiba sebuah Toyota Avanza berhenti di depan warung tersebut. Seorang pelaku turun dari mobil dan langsung mengacungkan senjata laras panjang ke arah sang panglima.
Kemudian sebutir peluru meledak, Saiful rubuh. Saat berusaha bangkit kembali tiga suara ledakan senjata laras panjang kembali terdengar. Setelah itu, si penembak langsung naik ke mobil dan tancap gas ke arah timur. Kemudian saksi mata yang saat kejadian berada di sekitar TKP langsung berlari kearah Cage yang sudah rubuh ketanah.
Saksi mata melihat dua buah lubang dikepala, namun belum sempat memastikan dimana lagi ada peluru menembus badan sang mantan panglima, orang-orang sudah ramai berdatangan.
"Saat itu saya melihat bang Pon Cage keluar dari warung kopi Gurkha. Sejenak kemudian sebuah Avanza berhenti dan seseorang keluar dan langsung mengarahkan senjata laras panjang kearahnya. Saya mendengar empat kali letusan senjata dan setelah menembak pelaku langsung melarikan diri ke arah timur," kata saksi mata.
Saat The Globe Journal sampai ke lokasi kejadian, jenazah Cage sudah dievakuasi kerumah sakit. Pihak aparat kepolisian memasang police line di lokasi. Pihak penegak keamanan menemukan bekas selongsong peluru dan satu proyektil. Perkirakan sementara senjata yang digunakan adalah AK-46.
Sampai berita ini diturunkan, Kapolres Bireuen AKBP. HR. Dadik J belum berhasil dikonfirmasi.Saat ini jenazah sudah dibawa pulang kerumah duka di kawasan Peusangan Selatan.
Sumber : The Globe Journal
Kejadian penembakan yang menewaskan mantan kombatan sontak mengundang perhatian warga. Sehingga sesaat setelah penembakan, warga langsung berhamburan ke tempat kejadian perkara (TKP).
Salah seorang saksi mata yang namanya enggan disebutkan mengatakan bahwa kejadian tersebut terjadi begitu cepat sekali. Saat itu, Pon Cage keluar dari warung kopi Gurkha hendak pulang, tiba-tiba sebuah Toyota Avanza berhenti di depan warung tersebut. Seorang pelaku turun dari mobil dan langsung mengacungkan senjata laras panjang ke arah sang panglima.
Kemudian sebutir peluru meledak, Saiful rubuh. Saat berusaha bangkit kembali tiga suara ledakan senjata laras panjang kembali terdengar. Setelah itu, si penembak langsung naik ke mobil dan tancap gas ke arah timur. Kemudian saksi mata yang saat kejadian berada di sekitar TKP langsung berlari kearah Cage yang sudah rubuh ketanah.
Saksi mata melihat dua buah lubang dikepala, namun belum sempat memastikan dimana lagi ada peluru menembus badan sang mantan panglima, orang-orang sudah ramai berdatangan.
"Saat itu saya melihat bang Pon Cage keluar dari warung kopi Gurkha. Sejenak kemudian sebuah Avanza berhenti dan seseorang keluar dan langsung mengarahkan senjata laras panjang kearahnya. Saya mendengar empat kali letusan senjata dan setelah menembak pelaku langsung melarikan diri ke arah timur," kata saksi mata.
Saat The Globe Journal sampai ke lokasi kejadian, jenazah Cage sudah dievakuasi kerumah sakit. Pihak aparat kepolisian memasang police line di lokasi. Pihak penegak keamanan menemukan bekas selongsong peluru dan satu proyektil. Perkirakan sementara senjata yang digunakan adalah AK-46.
Sampai berita ini diturunkan, Kapolres Bireuen AKBP. HR. Dadik J belum berhasil dikonfirmasi.Saat ini jenazah sudah dibawa pulang kerumah duka di kawasan Peusangan Selatan.
Sumber : The Globe Journal
Langganan:
Postingan (Atom)