Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki membawa Aceh merdeka dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai salah satu isu utama dalam aksi Gerakan Damai (Garda) penyelematan MoU Hensinki di Jakarta, Rabu (03/8) besok pagi, pukul 10.00 WIB hingga selesai. MoU Hensinki adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi,” kata Ketua Delegasi KMPA dan Garda MoU Helsinki ke Depdagri, Hendra Fauzi ketika dihubungi The Globe Journal, Selasa (02/8) tadi siang.
Seperti saya kutip dari The Globe Journal, Aksi Garda penyelematan MoU Helsinki itu dilakukan di depan kantor Kemendagri di Jalan Medan Merdeka Utama, Jakarta Pusat besok. “Karena aksi dilakukan dalam bulan puasa, maka kita akan lihat kondisinya mulai besok,” kata Hendra. Terkait jumlah massa, Hendra mengatakan ada beberapa organisasi yang sudah siap untuk ikut aksi penyelematan MoU Hensinki ini.
Organisasi yang dimaksud Hendra adalah Forum Perjuangan Keadilan Rakyat Aceh (Fokra), Komunitas Manusia Pemuda Aceh, Jakarta Raya (Kompa Jaya), Ikatan Keluarga Nagan Raya (IKNR), Gabungan Anak Langsa (Galang), Aliansi Rakyat Aceh Meudaulat (Alaram), Ikatan Pelajar Mahasiswa Siemeulu Jakarta (Ipelmas), Lembaga Aspirasi Masyarakat Jakarta (LAMJ) dan Komite Mahasiswa Pemuda Aceh Nusantara (KMPAN). Dari unsur KMPAN sendiri ada delapan presedium dari Jakarta, Jogja, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Bogor dan Malang.
Pihaknya juga sudah melakukan pertemuan dengan Dirjen Otda, Prof. Djohermansyah Djohan di Kantor Kemendagri tadi. Hasil pertemuan itu diperlukan komitmen bersama dengan Pemerintah Pusat untuk mengawal UU PA sesuai MoU Hensinki.
Terkait regulasi Pemilukada, Hendra menyebutkan dalam siaran tertulis, bahwa Dirjen Otda, Djoehermansyah menegaskan bahwa keputusan MK adalah final dan mengikat, sehingga Pemerintah Pusat tidak memiliki kewenangan untuk mengusik independensi dari hasil yang sudah dikeluarkan oleh MK terkait judicial review pasal 256 perihal pasal perseorangan dalam UU PA. Meski begitu, beliau sepakat perlunya pemenuhan UUPA sesuai MoU Helsinki sehingga sengketa Pilkada harus diselesaikan secara rasional dan adil untuk semua pihak.
Kondisi masyarakat Aceh saat ini beresiko munculnya gejolak politik. Hal ini terjadi karena ada anggapan bahwa Pemerintah Pusat tidak bersungguh-sungguh dalam berkomitmen untuk menjaga keutuhan MoU dan UUPA, yang dilihat sangat penting bagi Aceh, khususnya untuk mencapai self-government yang disepakati. Kekhawatiran itu membuat para delegasi Aceh tersebut mengajukan rekomendasi terhadap Pemerintah Pusat terkait penyelamatan MoU Helsinki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar