Kamis, 28 Februari 2013

Pendaftaran Anggota

Pendaftaran Anggota
Buat Sobat-sobat semua yang ingin menjadi Anggota Resmi Telapak Sumut, Silahkan Isi Formulir Pendaftaran di Sekretariat Telapak Sumut. Dan jangan Lupa Join di Grup  dan Fanspage Facebook Telapak Sumut, serta Twitternya, untuk mengetahui info terbaru.

Terima Kasih..Selamat Bergabung.^_^

Lestari.....!!!

Rabu, 27 Februari 2013

Welcome To Telapak Sumut

Welcome Telapak Sumut
Jangan cuma hanya bisa terdiam sendiri. tunjukkan aksimu bersama Telapak Sumut, Berpetualangan melibas medan cadas dan mengexplore tempat-tempat yang belum terjamah di Sumatera Utara

Walau panas membakar kulit, dingin menembus tulang. Bersama TELAPAK SUMUT, kami siap melibas medan cadas. TELAPAK SUMUT is always in the heart. 

LESTARI !!!

Selasa, 26 Februari 2013

Jadah Tempe - "Sandwich" Tradisional ala Kaliurang

Apa yang terlintas di pikiran Anda mengenai Kaliurang? Pastilah sebuah tempat wisata yang terletak di lereng Gunung Merapi dengan pemandangan yang cantik serta hawa sejuk khas pegunungan. Kaliurang merupakan salah satu ikon pariwisata yang terletak di sebelah utara Kota Jogja. Tempat wisata ini menyuguhkan panorama alam dengan hawa yang cukup sejuk. Berbagai pilihan wisata pun cukup lengkap di kawasan Kaliurang ini, mulai dari wisata alam, wisata bencana, wisata petualangan, hingga wisata edukasi dan sejarah.


Namun tahukan Anda, ada satu panganan khas yang ada di Kaliurang ini?
Jadah tempe, sebuah perpaduan rasa yang "nabrak" namun justru terasa nikmat saat di santap. Jadah merupakan panganan tradisional khas Jawa yang terbuat dari olahan ketan, memiliki rasa yang gurih karena dalam proses pembuatannya diberi campuran parutan kelapa yang menambah rasa. Tempe dalam racikan jadah tempe ini merupakan tempe yang diolah secara bacem, yaitu tempe yang dimasak dengan campuran bumbu rempah, santan, dan gula jawa. Tempe bacem memiliki rasa khas yaitu rasa manis yang mendominasi serta warna cokelat yang berasal dari campuran gula jawa. Cara memakan jadah tempe ini cukup unik, yaitu jadah dan tempe disatukan (ditumpuk menjadi satu) kemudian dimakan bersama-sama. Rasa manis dari tempe bacem bercampur dengan rasa gurih dari jadah terasa cukup lumer di dalam mulut.



Warung jadah tempe yang terkenal di kawasan Kaliurang adalah warung milik mbah Carik yang sudah mulai berjualan jadah tempe ini sejak tahun 1950-an. Menurut artikel dari gudeg.net yang saya baca, jadah tempe ini merupakan salah satu panganan kegemaran Sri Sultan Hamengku Buwono IX lho ! Hingga saat ini jadah tempe menjadi salah satu panganan yang cukup dicari dan diminati oleh wisatawan, terutama bagi mereka yang berkunjung di kawasan Kaliurang ini.



Sayang, ketika saya berkunjung ke Kaliurang saya tidak menemukan warung milik mbah Carik yang terkenal itu karena saya harus buru-buru kembali ke Kota Jogja. Sebagai gantinya, saya pun membeli jadah tempe yang dijual oleh simbah-simbah di sebuah lapak sederhana yang terletak di sekitar taman Kaliurang. Satu paket jadah tempe dihargai Rp 8.000,00 terdiri dari lima buah jadah, dan lima buah tempe bacem. Jadah ketan dari Kaliurang memang memiliki ciri khas dibandingkan dengan jadah ketan yang sering saya temukan. Jadah ketan di sini memiliki tekstur yang sangat halus, memiliki bentuk pipih lonjong. Rasa jadahnya gurih dan lembut ketika dikunyah. Memakan jadah tempe dua sampai tiga potong saja dijamin sudah cukup mengenyangkan. Jadi, jika Anda berkunjung ke daerah Kaliurang, jangan lupa untuk mampir dan mencicipi kuliner khas jadah tempe yang hanya ada di kawasan ini.

Senin, 25 Februari 2013

Candi Plaosan - Menikmati Sunrise yang Mengesankan

Saya selalu menikmati datangnya pagi, karena banyak hal menarik yang telah menanti untuk dinikmati !



Bangun di pagi buta ketika orang-orang masih memejamkan mata menikmati peraduan sebelum kembali dengan padatanya ritunitas keseharian. Langit pun masih nampak gelap, diselimuti lampu-lampu di sepanjang pemukiman yang tampak gemerlapan. Udara dingin yang menusuk badan serta heningnya suasana sang fajar tak menghalangi niat saya dan teman-teman untuk menuju Candi Plaosan yang terletak di sebelah timur Kota Yogyakarta. Pukul 03.45 dini hari, saya bersama teman-teman pun berangkat menuju lokasi Candi Plaosan tersebut, berharap mendapatkan pemandangan matahari terbit seperti yang kami inginkan. Jalanan di Kota Jogja yang semula lengang, berubah cukup padat dengan lalu-lalang kendaraan ketika memasuki Jalan Solo, jalan utama yang menghubungkan Kota Jogja dengan Kota Solo.


Semburat cahaya keemasan pun menyambut kami ketika memasuki kawasan Bugisan, sebuah perkampungan yang terletak di sebelah timur Kompleks Candi Prambanan. Motor pun kami pacu lebih cepat agar segera sampai ke tujuan, sayang jika sampai terlewat momen yang kami inginkan. Sesampainya di kompleks Candi Plaosan pun, terjadi "insiden" yang tidak seperti kami harapkan. Petugas keamanan yang berjaga di Candi Plaosan pun tidak memperbolehkan kami masuk ke dalam kompleks candi begitu saja. Lobi yang kami lakukan pun seolah tidak mempan. Si bapak petugas (sok) sibuk menelpon atasannya yang katanya sedang ada di Candi Prambanan untuk memberitahukan kedatangan kami. Singkat cerita, sebelum kami masuk ke candi sebelum jam buka yaitu jam 8 pagi, kami harus mengantongi izin terlebih dahulu dari sang atasan mereka. Ujung dari cerita tersebut adalah si bapak penjaga meminta sejumlah imbalan  (walaupun dengan nada halus) yang pas dibagi untuk 8 orang, sesuai jumlah petugas yang berjaga di Candi Plaosan pagi itu, barulah kami diizinkan untuk masuk berkeliling dan mengambil gambar di dalam area Candi Plaosan !

Apakah kami memberikan imbalan yang dimaksud yang pantas dibagi sejumlah 8 orang sesuai permintaan si bapak? Tentu saja TIDAK ! Saya segera berinisiatif mengajak teman-teman saya meninggalkan pos penjagaan di pintu masuk candi, lalu mengajak mereka untuk mengambil gambar di luar kompleks candi, tepatnya di ladang milik penduduk. Ya, pengelolaan candi-candi marjinal di bawah naungan BP3 Jawa Tengah dan Yogyakarta memang memiliki perbedaan yang cukup mencolok. Lihat saja, candi-candi marjinal di bawah naungan BP3 Yogyakarta sudah memiliki sistem retribusi tiket masuk yang jelas, berbeda dengan naungan BP3 Jawa Tengah (khususnya di sekitaran daerah Jogja) yang menerapkan sistem retribusi membayar secara suka rela yang cukup rentan terhadap "pemalakan" terhadap pengunjung karena tidak ada aturan yang jelas. Di satu sisi saya mencoba memahami permasalahan yang terjadi, di mana si petugas jaga memang memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk menjaga keamanan candi beserta isinya, walaupun (mungkin) di sisi lain gaji yang mereka peroleh tidak sepadan dengan tanggung jawab yang mereka emban, mungkin saja . . . . Kelakuan oknum-oknum semacam ini pun dapat mengurangi kenyamanan wisatawan, terutama yang ingin menikmati candi-candi marjinal.

Walaupun agak sedikit ada rasa kecewa, namun kami cukup menikmati matahari terbit di kawasan Candi Plaosan ini, walaupun dari luar pagar. Panorama cantik karya Sang Pencipta seolah menghipnotis kami berlima pagi itu !






Puas menikmati sunrise dengan latar belakang Candi Plaosan, kejutan demi kejutan pun kami dapatkan pagi itu, seolah mengobati kekecewaan kami arena tidak dapat mengambil gambar di dalam area kompleks candi. Pemandangan cantik Merapi di sisi utara, semakin menambah rasa syukur kami terhadap karya agung Sang Pencipta.



Selasa, 19 Februari 2013

Situs Arca Gupolo - Situs Arkeologi yang Tersembunyi di Dekat Candi Ijo

Melihat bongkahan batu yang terpahat sedemikian rupa hingga membentuk sebuah maha karya bernilai sejarah tinggi akan menimbulkan decak kagum bagi siapa saja yang melihatnya. Di balik keeksotisannya, arca ini memiliki cerita pilu karena keberadaannya seolah dibiarkan begitu saja.



Sinar matahari pun tidak terasa begitu terik menyinari karena mendung yang menggelayuti awan hari siang hari ini. Saya mendaatkan mandat dari seorang teman yang penasaran akan keberadaan Candi Ijo, sebuah candi yang terletak di perbukitan paling tinggi di antara candi-candi lain yang tersebar di daerah Jogja. Selesai menjelajahi Candi Ijo, saya pun teringat akan keberadaan Arca Gupolo yang terletak tidak jauh dari kompleks candi ini. Saya pun bergegas mencari infomasi dari petugas yang berjaga di candi tentang keberadaan Arca Gupolo ini.

Arca Gupolo terletak di Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Jalur yang dilalui untuk dapat menuju Arca Gupolo memang searah dengan jalur menuju Candi Ijo, namun tidak sampai mendaki ke bukit. Keberadaan Arca Gupolo ini memang sedikit tersembunyi. Lokasinya berada di tengah-tengah hutan di antara pemukiman penduduk. Tak perlu khawatir tersasar, cukup bertanya saja kepada penduduk setempat, mereka akan senang hati memberikan petunjuk arah kepada Anda. Saya sendiri kurang begitu ingat patokan jalan untuk menuju lokasi Arca Gupolo ini, yang saya ingat susuri jalan menuju Candi Ijo sampai menemukan gapura Desa Sambirejo. Lurus sedikit hingga menemukan gang ke arah kanan, belok saja lalu susuri jalan tersebut hingga menemukan industri pengolahan batu di kiri jalan yang dikelola oleh penduduk. Tinggal meminta izin saja kepada penduduk setempat untuk menitipkan kendaraan Anda, perjalanan kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki menuruni bukit yang sudah dibangun jalan setapak namun sedikit licin.


Arca Gupolo merupakan kumpulan dari tujuh buah arca dengan kondisi yang berserakan. Mereka diletakkan dengan jarak yang saling berdekatan. Arca Gupolo yang paling terkenal merujuk pada sebuah arca yang berdiri gagah dengan ukuran cukup besar yakni mencapai tinggi sekitar dua meter yang dijuluki Agastya. Arca ini mengenakan pakaian dengan motif bunga-bunga yang terlihat samar serta membawa senjata yang bernama trisula yang masih terlihat cukup jelas. Senjata trisula ini merupakan perlambang dari Dewa Siwa. Sedikit rancu memang jika arca Agastya ini diberikan sebutan sebagai Arca Gupolo. Sepengetahuan saya sebutan "gupolo" ini merujuk pada arca besar penjaga pintu masuk menuju candi. Di sebelah arca yang besar tersebut terdapat sebuah arca perwujudan Dewa Siwa dalam posisi duduk bersila. Arca tersebut memang dalam kondisi yang memprihatinkan sehingga detailnya kurang bisa kita lihat. Di sekeliling kedua arca besar tersebut terdapat beberapa arca kecil dengan posisi duduk bersila dengan kondisi yang lebih memprihatinkan. Beberapa arca sudah dipenggal kepalanya dan sudah hilang detail ukirannya. Legenda yang beredar pada masyarakat setempat menyebutkan bahwa Gupolo dahulu merupakan maha patih atau perdana menteri dari Raja Ratu Boko, ayahanda dari Roro Jonggrang. Sementara di dalam mitologi Hindu, Maha Resi Agastya digambarkan sebagai seorang resi yang sangat sakti dan cukup disegani.


Keberadaan Arca Gupolo ini memang seolah dilupakan dan tidak mendapatkan perhatian. Menurut penuturan penduduk setempat, dahulu Situs Arca Gupolo ini diberikan bangunan atap pelindung untuk melindungi arca. Bangunan atap tersebut terbuat dari seng. Namun karena faktor waktu dan cuaca, atap ini pun akhirnya rusak, ang terlihat kini tinggallah konstruksi bangunan patok penyangga di beberapa sisi dekat arca. Ada hal yang unik dari patok penyangga ini karena terdapat tulisan di dalamnya, di antaranya menggunakan bahasa Belanda di dalam tulisannya. Ya, mungkin saja dahulu bangunan penyangga ini merupakan bantuan hibah dari pemerintah Belanda.


Keunikan lain dari Situs Arca Gupolo ini adalah keberadaan sumur yang bersebelahan dari lokasi arca. Sumur ini merupakan sumber mata air jernih yang hingga saat ini masih dimanfaatkan airnya oleh penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan MCK. Sumber mata air ini tidak pernah kering, walaupun musim kemarau melanda. Lokasi Situs Arca Gupolo ini berada di tengah-tengah lahan kapur yang cukup tandus, sehingga dengan adanya sumber mata air bersih di sumur ini sangat membantu memenuhi kebutuhan air bersih penduduk setempat. Berada di tengah-tengah hutan, menjadikan Situs Arca Gupolo ini selain memiliki udara yang cukup sejuk, juga memiliki pemandangan bukit yang cukup menarik di antara sela-sela lebatnya daun-daun yang tumbuh rindang.

Senin, 18 Februari 2013

Thiwul Ayu "Mbok Sum" Mangunan, Dlingo, Bantul, Yogyakarta

Berkunjung ke suatu tempat, tidak lengkap rasanya jika tidak mencicipi kuliner khas setempat. Berada di jajaran pegunungan selatan, daerah Mangunan memiliki sebuah kuliner "ndeso"  yang khas dan sayang jika dilewatkan.


Jika Anda bertandang menjelajahi daerah Mangunan, khusunya Kebun Buah Mangunan dan Hutan Pinus Dlingo, tak ada salahnya jika mampir mencicipi makanan khas masyarakat di kawasan pegunungan kidul ini. Thiwul Ayu "Mbok Sum", sebuah kuliner khas yang siap menuntaskan rasa kangen maupun rasa penasaran Anda terhadap panganan pokok pada masa penjajahan ini.



Tiwul merupakan salah satu makanan pokok pengganti beras. Panganan ini berbahan dasar ketela pohon (singkong) yang memiliki kandungan karbohidrat dan juga kalori yang cukup tinggi. Panganan ini cukup terkenal di kalangan masyarakat yang menghuni kawasan pegunungan kidul, meliputi daerah Pacitan, Wonogiri, dan Gunung Kidul yang terkenal tandus dan gersang. Daerah pegunungan selatan memang cukup terkenal sebagai salah satu tempat penghasil singkong yang cukup banyak, karena jenis tanaman ini mampu tumbuh dan berkembang di tanah yang minim dengan air. Maka tak heran jika banyak penduduk yang beralih mengolah singkong untuk dijadikan makanan pokok, karena dari segi harga memang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan memakan nasi.


Proses pengolahan tiwul pun memiliki proses yang cukup panjang dan sedikit rumit. Singkong yang telah dikupas kemudian dijemur hingga kering untuk kemudian diolah menjadi tepung gaplek. Setelah menjadi tepung, proses selanjutnya adalah menguleni adonan dengan cara menaruh tepung gaplek di atas tampah (tempat berbentuk bulat terbuat dari anyaman bambu) kemudian diperciki air sambil diaduk-aduk hingga berbentuk butiran-butiran. Adonan ini kemudian dikukus di dalam dandang hingga matang dan tak lupa diberi campuran daun pandan untuk menambah aroma pada tiwul. Untuk penambah rasa, biasanya tiwul ini diberi tambahan gula jawa dan parutan kelapa.


Thiwul Ayu "Mbok Sum" ini pun sudah melakukan beberapa inovasi dalam hal rasa sehingga dapat diterima masyarakat di era sekarang ini. Ada beberapa pilihan rasa tiwul di tempat ini, antara lain adalah tiwul gula jawa, tiwul gula pasir, tiwul sambal, dan tiwul gurih. Pilihan saya jatuh kepada tiwul gula jawa. Tiwul ini memiliki tekstur yang kenyal, dengan perpaduan rasa manis dan gurih yang berasal dari campuran gula jawa dan juga parutan kelapa. Aroma tiwul pun cukup khas dan menggugah selera. Rasa tiwul ayu "Mbok Sum" memang sangat pas bagi lidah saya yang berselera ndeso ini. Oh iya sekedar tips, bagi Anda yang tak terbiasa memakan tiwul, jangan memakan tiwul dalam keadaan perut yang kosong karena menjadikan perut terasa begah. Sebaiknya Anda makan makanan biasa dulu sebelum memakan tiwul untuk menghindari gangguan perut begah.


Walaupun menjual menu tradisional, namun pengemasan dan juga sistem pemasaran Thiwul Ayu "Mbok Sum" ini sudah menerapkan cara yang modern lho ! Tiwul-tiwul dari tempat ini dimasukkan ke dalam kardus makanan dalam penjualannya. Anda pun dapat memesan tiwul ini melalui telepon maupun melalui email. Tak perlu khawatir untuk jauh-jauh datang ke daerah Mangunan, karena Thiwul Ayu "Mbok Sum" sudah menerapkan sistem delivery service ! Hanya saja untuk sistem pesan antar ini saya kurang tahu harus minimal berapa order dan juga ongkos kirimnya. Satu buah tiwul ayu ini dihargai Rp 3.500,00 saja, sangat murah bukan? Nah, bagi Anda penggemar kuliner otentik dan kebetulan sedang menjelajah daerah Mangunan, jangan lupa mampir ke warung Thiwul Ayu "Mbok Sum" ini.

keterangan :
warung Thiwul Ayu "Mbok Sum" ini biasanya sudah buka sejak pagi
CP untuk pemesanan :
HP 081 931 709 303
email : thiwulayu_mboksum@yahoo.com

Hutan Pinus Dlingo - Sejuknya Udara Pagi di Antara Rapatnya Pepohonan

Hamparan pemandangan hijau yang membentang seolah tak pernah henti-hentinya memanjakan mata, ditambah sejuknya udara siap memikat hati bagi siapa saja untuk berkunjung ke hutan dengan jenis tanaman yang seragam ini.


Siapa sangka jika di salah satu sudut Yogyakarta memiliki sebuah hutan pinus dengan pemandangan yang cantik serta udara yang sejuk? Tak jauh dari Kebun Buah Mangunan, kita akan menemukan sebuah hutan pinus yang bernama Hutan Pinus Dlingo. Secara administratif, Hutan Pinus Dlingo ini terletak di Desa Muntuk, Kecamatan Dligo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Untuk menuju hutan pinus ini cukup mudah, karena papan petunjuk arah sudah tersedia dan udah untuk ditemukan.



Pohon pinus lazimnya dapat kita temukan di daerah lereng pegunungan maupun dataran tinggi. Terakhir saya melihat hutan pinus ketika tracking menjelajahi kaki Gunung Lawu. Namun, keberadaan hutan pinus di daerah Dlingo ini cukup memberikan kejutan kepada saya. Jika saya rindu suasana hutan pinus, tak perlu jauh-jauh lagi pergi ke kaki Gunung Lawu, cukup mememacu kendaraan menuju daerah tenggara Yogyakarta ini.


Hutan Pinus Dlingo merupakan jenis hutan dengan tanaman yang homogen. Sepanjang mata memandang hanya tampak pohon pinus yang tumbuh tinggi menjulang dengan dedaunan yang tumbuh rindang seolah-olah menghalangi sinar matahari yang ingin masuk. Datanglah pada pagi hari, pemandangan cantik sinar mentari yang masuk di antara celah-celah pepohonan menjadi pemandangan yang menambah kecantikan hutan pinus ini. Hawa di hutan pinus ini sangat sejuk, bahkan cenderung lembab. Hal ini disebabkan oleh rindangnya dedaunan dari pohon pinus yang menutupi area hutan, sehingga tak heran jika tanah di bawah menjadi cukup basah. Di bagian tanah di hutan pinus ini terkesan berwarna merah, berasal dari daun-daun pinus yang jatuh berguguran. Pada musim penghujan seperti sekarang ini, kita dapat menemukan bunga pinus yang berwarna merah cantik tumbuh subur di antara benih-benih pohon pinus yang tumbuh subur. Bunga pinus yang sudah kering ini biasanya dapat dijadikan sebagai bahan kerajinan tangan.


Tanaman pinus juga menjadi salah satu komoditi sebagai penunjang ekonomi bagi penduduk setempat. Selain ranting yang berjatuhan dimanfaatkan untuk kayu bakar, getah pohon pinus pun memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Maka tak heran jika di bagian batang pohon pinus ini terdapat goresan-goresan untuk mendapatkan getahnya. Getah dari penyadapan pohon pinus tersebut kemudian dijadikan untuk produk olahan dalam industri. Sebenarnya agak miris juga jika penyadapan pohon pinus ini dilakukan secara sembarangan tanpa memperhatikan prosedur. Banyak pohon yang diberi goresan-goresan begitu saja sehingga kulit batangnya terkelupas cukup dalam.


Hutan Pinus Dlingo ini memang dapat dijadikan sebagai tempat wisata alternatif, baik bersama teman maupun keluarga. Udara yang sejuk dan pemandangan yang cantik menjadikan Hutan Pinus Dlingo ini menjadi tempat favorit untuk berekreasi sekedar untuk menggelar tikar sambil menikmati bekal, tempat pengambilan gambar untuk model maupun pre-wedding, dan juga tempat pengambilan gambar untuk beberapa adegan FTV. Satu hal yang masih disayangkan dari hutan pinus ini adalah belum adanya fasilitas pendukung pariwisata seperti MCK maupun tempat sampah. Di beberapa sudut hutan masih ada saja tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab membuang sampah sembarangan walaupun sudah ada papan peringatan. Ya, keberadaan Hutan Pinus Dlingo ini semakin menambah pilihan tempat untuk berwisata di Yogyakarta bukan?

keterangan :
tidak ada tiket/retribusi khusus untuk memasuki area Hutan Pinus Dlingo ini
tarif parkir motor Rp 2.000,00
tarif parkir mobil Rp 5.000,00
pengelolaan parkir masih sangat sederhana, hanya terdapat sebuah gubug untuk memarkir motor, pengelolaan parkir ini dikelola oleh masyarakat setempat

Kamis, 14 Februari 2013

Kebun Buah Mangunan - Menikmati Suasana Pagi dari Gardu Pandang

Morning is always amazing ! Bangun di pagi hari, menikmati semilir angin yang menyejukkan hati, serta menikmati suara hening yang menyelimuti, dan selalu ada pemandangan indah di pagi hari !


Mentari pun masih samar menampakkan cahayanya dibalut dengan semilir angin yang menghantarkan hawa dingin di sekujur kulit, tak menumbangkan niat untuk menjelajahi salah satu sudut di wilayah selatan Yogyakarta. Tujuan saya kali ini adalah mengunjungi Kebun Buah Mangunan yang terletak di Dusun Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, atau tepatnya di sebelah selatan Imogiri. Lokasi ini memiliki penorama alam yang cukup cantik, serta hawa yang cukup sejuk, karena berada di wilayah dataran tinggi.



Akses menuju Kebun Buah Mangunan cukup mudah, tinggal arahkan kendaraan menuju daerah Terminal Giwangan, kemudian lurus ke selatan melewati Jalan Imogiri Timur hingga memasuki pertigaan Imogiri, kemudian belok ke arah kiri. Setelah menemukan sebuah pertigaan silahkan belok ke kanan, tinggal susuri saja jalan dan ikuti petunjuk arah yang mudah ditemukan di sepanjang jalan. Jalanan dengan kontur kelokan dan tanjakan khas daerah perbukitan dengan pemandangan alam seperti  lembah dan hutan-hutan setia menemani selama perjalanan sehingga rasa lelah ketika berkendara pun seolah terobati dengan pemandangan alam yang terhampar di kanan kiri kita.

Sampai di sebuah pertigaan kecil di kawasan Dlingo, belok ke kiri untuk menuju lokasi kebun buah ini. Di pertigaan ini petunjuk arah menuju kebun buah memang kurang terlalu terlihat, saya pun hampir kebablasan jika tidak diberi kode oleh teman saya. Tujuan saya pagi ini mengunjungi Kebun Buah Mangunan bukan untuk berwisata memetik buah langsung dari pohonnya, melainkan menikmati suasana kabut pagi yang menyelimuti bagian permukaan perbukitan. Suasana pagi yang mungkin saja akan sulit saya temukan dalam kehidupan sehari-hari di perkotaan.


Sekitar pukul 06.15 pun saya sampai di lokasi Kebun Buah Mangunan ini. Suasana pun masih terasa cukup sunyi dengan pemandangan hamparan perbukitan yang berwarna hijau terhampar luas di depan mata. Di bagian luar kompleks kebun sudah terlihat beberapa pasang muda-mudi yang mulai mengabadikan momen kabut pagi yang menyelimuti bagian perbukitan dan diterpa oleh sinar mentari yang beranjak terang. Pagi itu pintu gerbang masuk Kebun Buah Mangunan memang belum terbuka. Tapi maaf, saya dan teman saya mencoba membuka pintu gerbang tersebut yang ternyata tidak dikunci. Kami pun masuk ke dalam kompleks Kebun Buah Mangunan untuk melanjutkan perjalanan menuju bagian gardu pandang. Ya, inilah tujuan utama saya, melihat keindahan alam dari gardu pandang di Kebun Buah Mangunan.

Perjalanan dari pintu gerbang menuju gardu pandang melewati jalan yang menanjak, sempit, dan cukup terjal, ditambah kontur jalan yang terbuat dari tatanan bebatuan yang mirip jalan setapak. Pagi itu ada sebuah mobil yang memaksa naik di jalan tanjakan di dekat kolam. Namun sayang, mobil tersebut tidak mampu melewati jalan tanjakan. Jalan ini memang memiliki tingkat kemiringan yang cukup curam, tidak disarankan mobil melewati area ini. Para pengguna mobil biasanya memarkirkan kendaraan di sekitar kolam kemudian lanjut berjalan kaki untuk sampai di lokasi gardu pandang. Beruntungnya, kendaraan roda dua masih sanggup melewati jalan curam dengan kontur jalan yang berbatu ini.

Beberapa bangunan gazebo pun siap menyambut kita untuk menikmati pemandangan di gardu pandang ini. Bangunan ini sengaja dibangun oleh pengelola sebagai tempat peristirahatan maupun tempat berteduh jikalau hujan turun tiba-tiba. Pemandangan dari atas gardu pandang ini memang cantik. Hamparan perbukitan luas nan hijau siap memanjakan mata bagi siapa saja yang mengunjunginya. Keindahan alam tersebut semakin dipercantik dengan kabut tipis yang menyelimuti bagian atas perbukitan tersebut. Sebuah sungai dengan kontur yang berkelok-kelok membelah perbukitan semakin mempercantik pemandangan dari gardu pandang Kebun Buah Mangunan ini. Mistis sekaligus dramatis, begitulah kesan yang saya rasakan di tempat ini.


Sekelompok kawanan monyet liar pun tiba-tiba datang dari balik semak-semak di bawah sana. Awalnya hanya terlihat sekitar empat ekor, namun lama-lama seluruh anggota kawanan monyet tersebut menampakkan diri. Mereka seolah asyik berjemur di atas bebatuan besar di bawah bukit sambil menikmati hangatnya sinar matahari yang bersinar di pagi hari. Mereka pun seolah tidak menghiraukan keberadaan pengunjung yang menikmati indahnya pemandangan alam yang disuguhkan, walaupun ada beberapa pengunjung yang mencoba berteriak memanggil untuk mendapatkan perhatian dari mereka. Pagi itu saya sungguh merasa beruntung, dapat merasakan indahnya ciptaan Sang Pencipta yang sungguh tak bisa diuangkap dengan kata-kata. Hamparan perbukitan berwarna hijau, sungai yang berkelok membelah bukit, kabut putih tipis yang menyelimuti permukaan bukit, hingga kawanan primata liar yang seolah hidup tenang di antara lebatnya perbukitan. Sungguh sebuah pagi yang menakjubkan di gardu pandang Kebun Buah Mangunan ini.


keterangan :

  • Tiket masuk Kebun Buah Mangunan adalah Rp 5.000,00 per-orang
  • Lokasi Kebun Buah Mangunan ini cocok dijadikan sebagai tempat rekreasi untuk keluarga. Di lokasi ini Anda dapat berwisata agro dengan memetik buah langsung dari pohonnya. Untuk harga buah sudah ditentukan oleh pihak pengelola, tergantung dari jenis buahnya. Anda pun dapat berwisata edukasi, terutama dalam hal proses pembibitan tanaman buah hingga proses pemanenan. Beberapa jenis buah yang menjadi incaran para pengunjung adalah buah durian, jambu air, jeruk, mangga, dan sebagainya.
  • Selain melihat koleksi kebun buah, lokasi ini juga sudah dilengkapi dengan beberapa fasilitas seperti play ground dan juga dilengkapi dengan koleksi beberapa satwa seperti rusa untuk menambah daya tarik Kebun Buah Mangunan ini.
  • Lokasi gardu pandang Kebun Buah Mangunan juga biasa dijadikan tempat syuting beberapa film televisi (FTV) dan acara televisi lainnya karena pemandangannya yang cukup menawan. Konon kontur pemandangan bukit dengan aliran sungai yang berkelok ini mirip seperti pemandangan di Hutan Amazon, Brazil. Tak ketinggalan para fotografer pun tidak mau ketinggalan untuk mengabadikan keindahan alam dari gardu pandang ini dengan bidikan kamera mereka.

Rabu, 13 Februari 2013

Goa Rancang - Goa Untuk Menyusun Strategi Perang

Melewati medan dengan jalan yang beragam selalu menimbulkan rasa penasaran untuk segera sampai pada tujuan. Mulai dari jalan dengan aspal halus, jalan dengan bongkahan batu kerakal yang ditata rapi, hingga jalanan setapak menjadi teman perjalanan menuju goa yang memiliki sejarah panjang ini. 


Berkunjung ke Air Terjun Sri Gethuk tidak lengkap rasanya jika tidak mampir berkunjung ke Goa Rancang Kencono. Kedua obyek ini memang menjadi wisata andalan yang terdapat di wilayah Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Goa Rancang Kencono selain memiliki stalaktit yang cukup indah, juga menyimpan cerita sejarah yang menarik untuk disimak. Tak heran jika goa ini  dijadikan sebagai wisata yang berbasis alam dan juga menjadi wisata yang berbasis pendidikan. Sejarah keberadaan Goa Rancang Kencono ini tertuang di dalam buku Mozaik Pustaka Budaya Yogyakarta yang disusun oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta pada tahun 2003. Menurut penelitian yang pernah dilakukan, Goa Rancang Kencono ini merupakan sebuah goa purba. Hal ini dibuktikan dengan penemuan artefak batu dan juga tulang yang diperkiraan berumur ribuan tahun.


Keberadaan Goa Rancang Kencono juga tidak bisa dipisahkan dengan kisah pelarian Laskar Mataram dalam rangka melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda sekitar tahun 1720. Pada tahun tersebut terjadi pergolakan pengusiran penjajah Belanda yang dilakukan oleh kerjaan-kerajan yang ada di Jawa, salah satunya adalah kerajaan Mataram. Goa Rancang Kencono ini menjadi salah satu tempat pelarian sekaligus tempat persembunyian Laskar Mataram. Goa ini juga dijadikan tempat untuk bersemedi sekaligus untuk merancang strategi perang melawan penjajah Belanda. Hal inilah yang menjadikan asal-usul pemberian nama Goa Rancang Kencono. Secara harfiah, kata rancang berasal dari Bahasa Jawa yang berarti rencana, dan kencono berarti emas atau mulia. Goa Rancang Kencono dapat diartikan sebagai tempat untuk merancang/merencakan perbuatan yang bertujuan mulia, dalam hal ini adalah strategi untuk mengusir penjajah Belanda dari bumi nusantara.


Untuk menusuri bagian Goa Rancang Kencono ini, kita harus menuruni beberapa buah anak tangga yang sudah dibangun secara permanen. Di samping anak tangga tersebut terdapat sebuah pohon Klumpit (Terminalia edulis) yang tumbuh menjulang hingga melebihi bagian atap goa. Keberadaan pohon inilah yang menjadi salah satu ciri khas serta keunikan dari Goa Rancang Kencono ini. Goa ini memiliki tiga buah ruangan di dalamnya. Ruangan pertama berupa sebuah ruangan besar dengan luas sekitar 20 meter x 20 meter. Ruangan ini biasanya digunakan sebagai tempat sarasehan (berkumpulnya warga) dan sekarang dijadikan sebagai lapangan untuk bermain bulu tangkis oleh warga setempat.



Ruangan berikutnya adalah sebuah ruangan yang sedikit lebih sempit dan lebih gelap. Di ruangan ini kita akan menemukan arca yang mirip dengan arca nandi (arca yang berbentuk sapi yang digunakan sebagai kendaraan Dewa Siwa). Arca ini dalam keadaan yang cukup memprihatinkan, namun bentuknya masih dapat dikenali. Di ruangan inilah biasanya dilakukan kegiatan semedi, baik untuk mendapatkan wangsit, maupun lebih mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Di bagian ini pula masih dapat ditemui bekas-bekas pemujaan seperti bekas sesaji dan juga dupa yang dibakar.



Memasuki ruangan berikutnya, kita harus berjalan menunduk bahkan merangkak, karena hanya terdapat sebuah celah kecil untuk memasuki ruangan tersebut. Celah kecil tersebut hanya bisa dilewati oleh satu orang saja. Di dalam celah kecil tersebut terdapat sebuah ruangan yang dahulu juga digunakan untuk bersemedi oleh Laskar Mataram. Di dalam ruangan tersebut terdapat lukisan bendera merah putih, lambang burung garuda, serta tulisan yang berjudul "Prasetya Bhinnekaku" di salah satu dinding goa yang konon merupakan kata-kata penyemangat bagi Laskar Mataram yang sedang berperang.


Selain keberadaan pohon Klumpit yang menjadi ciri khas, Goa Rancang Kencono juga memiliki stalaktit yang cukup cantik. Hanya saja disayangkan banyak di antara stalaktit tersebut sudah mati karena sudah tidak terlihat lagi air yang menetes. Selain dari faktor alam, faktor keberadaan manusia pun juga tidak bisa dilepaskan dari matinya stalaktit  yang ada di goa ini. Untuk menyusuri seluruh area Goa Rancang Kencono ini kita akan ditemani oleh seorang pemandu yang berasal dari anggota karang taruna pemuda setempat. Pemandu-pemandu ini akan senang hati mengantarkan Anda berkeliling sambil menceritakan sejarah dari Goa Rancang Kencono ini. Ya, pariwisata di Desa Bleberan ini memang menjalankan pola tourism based community atau pariwisata yang dikelola oleh masyarakat. Tidak ada tarif khusus untuk jasa pemandu, tergantung dari suka rela Anda memberikan uang tips kepada mereka.


Selain menikmati keindahan goa serta mempelajari sejarahnya, Goa Rancang Kencono ini juga dapat dijadikan sebagai area untuk perkemahan. Tentu saja sebelum mendirikan tenda, ada baiknya untuk terlebih dahulu memberitahukan kepada pihak pengelola Desa Wisata Bleberan yang mengelola Goa Rancang Kencono ini guna mendapatkan izin. Keberadaan Goa Rancang Kencono semakin menambah pilihan berwisata di kawasan Gunung Kidul ini.

Selasa, 12 Februari 2013

Air Terjun Sri Gethuk - Mengalir Tanpa Mengenal Musim

Di antara hamparan tanah gersang khas daerah pegunungan kapur di wilayah Gunung Kidul, terdapat sebuah air terjun dengan debit air yang seolah tak pernah berhenti mengalir tanpa mengenal musim.


Pesona wisata alam Gunung Kidul seolah tidak pernah berhenti memberikan kejutan-kejutan bagi para wisatawan yang gemar menjelajahi keindahan alam. Wisatawan pun semakin dimanjakan dengan pilihan wisata alam yang beragam. Selain pesisir pantai dengan pasir putih yang menawan, Gunung Kidul memiliki air terjun yang cukup terkenal dan kini menjadi incaran bagi para wisatawan. Air Terjun Sri Gethuk, sebuah air terjun cantik yang mengalir di antara celah bebatuan kapur khas daerah pegunungan karst yang terkenal kering dan gersang. Air terjun ini selalu mengalir tanpa mengenal musim, bahkan ketika musim kemarau pun debit air masih tetap terjaga. Menurut kabar yang beredar, waktu terbaik untuk menikmati pesona Air Terjun Sri Gethuk ini adalah ketika musim kemarau karena keindahan bebatuan kapur bercampur dengan aliran air akan semakin terpancar.



Air Terjun Sri Gethuk terletak di Desa Wisata Bleberan, Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul. Jarak tempuh untuk sampai ke lokasi sekitar 40 km dari Kota Jogja, atau memakan waktu sekitar 1,5 jam perjalanan dengan kecepatan normal. Rute untuk menuju lokasi cukup mudah, tinggal susuri saja jalan Jogja-Wonosari sampai pada pertigaan lampu merah dekat lapangan terbang, lalu belok ke kanan ke arah Playen. Tinggal susuri saja jalan dan ikuti papan petunjuk arah untuk sampai di lokasi air terjun ini.


Perjalanan menuju Air Terjun Sri Gethuk memang penuh dengan sensasi. Beragam kondisi jalan akan kita lalui. Berawal dari jalan dengan aspal yang halus, hingga jalanan setapak yang terbuat dari campuran batu kerakal bercampur dengan tanah siap menantang nyali saat berkendara. Pemandangan hutan jati pun menjadi panorama yang setia menemani perjalanan hingga sampailah pada area kolam pemancingan yang sebagian berfungsi sebagai lahan parkir. Ada dua pilihan cara untuk mencapai area Air Terjun Sri Gethuk ini. Pilihan pertama adalah dengan berjalan kaki menyusuri deretan persawahan dengan pemandangan pohon kelapa yang cukup rindang. Pilihan kedua adalah melawan arus Sungai Oyo dengan menaiki rakit sederhana yang terbuat dari drum bekas yang diberi papan di atasnya kemudian digerakkan dengan sebuah mesin. Perjalanan menggunakan jasa rakit memang pilihan yang tepat karena selain tidak membuat lelah, mata pun akan dimanjakan dengan pemandangan cantik di sepanjang ngarai Sungai Oyo ini.


Sebutan Green Canyon van Jogja rasanya tidak terlalu berlebihan jika diberikan kepada Air Terjun Sri Gethuk ini. Pemandangan deretan tebing-tebing karst yang menjulang serta hijaunya aliran sungai sepanjang perjalanan menuju air terjun ini memang tidak diragukan lagi keindahannya. Tak selang berapa lama setelah menaiki rakit, tibalah kita ke lokasi Air Terjun Sri Gethuk ini. Suara gemuruh air dari atas tebing pun yang memecah suasana hening di sepanjang perjalanan seolah menyambut kedatangan kita saat turun dari perahu.



Air Terjun Sri Gethuk termasuk sebuah air terjun yang cukup kecil. Secara kasat mata, air terjun ini terbagi menjadi tiga bagian yang terpisah oleh bebatuan dan rimbunnya pepohonan. Menurut saya, hal yang menjadi kecantikan dari air terjun ini bukan berasal dari air yang mengalir dari atas ketinggian, melainkan keindahan bebatuan yang berada di bawah air terjun. Bebatuan kapur yang teraliri oleh air ini sangat cantik, memiliki warna yang terang bak kristal. Aliran air yang tak pernah berhenti mengalir ini seolah memanggil siapa saja untuk bermain-main bersama. Anda dapat menikmati sensasi pijatan alami yang berasal dari aliran air terjun, atau berenang di dalam sebuah kolam mewah alami yang terbuat dari batuan karst yang kemudian mengalir ke dalam sungai. Tak perlu khawatir jika tidak bisa berenang karena penduduk setempat ada yang menjajakan jasa sewa pelampung dan ban. Menurut si penuturan penduduk setempat yang bertugas sebagai penjaga, Sungai Oyo yang berada di sekitar air terjun ini memiliki kedalaman hingga 10 meter. Bagi Anda yang suka tantangan, terjun ke dalam sungai dari atas ketinggian bebatuan pun dapat Anda jadikan pilihan yang cukup menantang. Anda pun juga bisa duduk bersantai sambil merendamkan kaki di aliran air dan menikmati hamparan pemandangan alam di sekitar Air Terjun Sri Gethuk ini. Suasana yang cukup hening dengan pemandangan yang menarik, membuat Air Terjun Sri Gethuk ini dapat Anda jadikan pilihan untuk melepaskan penat rutinitas harian.



Keberadaan Air Terjun Sri Gethuk ini konon juga tidak bisa dilepaskan dari adanya mitos yang menyertainya. Air terjun ini dahulu merupakan sebuah tempat yang cukup angker, di mana lokasi air terjun ini ditempati oleh sebangsa jin yang bernama Jin Anggo Meduro. Jin ini sangat menyukai kesenian Jawa khususnya gamelan. Penduduk setempat percaya bahwa lokasi air terjun ini digunakan oleh Jin Anggo Meduro untuk menyimpan instrumen alat musik kethuk yang merupakan salah satu instrumen musik yang digunakan dalam kesenian musik gamelan. Konon katanya, masyarakat setempat terkadang masih mendengar suara alunan musik gamelan dari arah air terjun ini pada saat-saat tertentu.



Terlepas dari mitos yang beredar, keindahan Air Terjun Sri Gethuk ini pantas untuk Anda jadikan agenda untuk berpetualang sekaligus melepaskan kejenuhan. Selain pemandangan cantik dari air terjun dan juga aliran Sungai Oyo, obyek wisata ini juga sudah dilengkapi dengan beberapa fasilitas seperti warung makan sederhana yang siap menuntaskan rasa lapar dan dahaga. Jika Anda beruntung, deretan warung makan yang dikelola oleh penduduk setempat ini juga menjajakan makanan tradisional khas Gunung Kidul seperti gathot dan juga tiwul. Keberadaan Air Terjun Sri Gethuk seolah semakin menambah kelengkapan pilihan wisata alam di kawasan Gunung Kidul yang terkenal kering dan gersang.

keterangan :
tiket masuk Rp 5.000,00 /orang untuk tiket terusan Air Terjun Sri Gethuk dan Goa Rancang Kencono
tiket perahu gethek Rp 10.000,00/orang untuk pulang-pergi
sewa ban atau pelampung Rp 5.000,00 untuk penggunaan sepuasnya