Rabu, 02 Juli 2014

Lawang Sewu yang Tidak Lagi Terkesan Mistik

Hari pun beranjak sore ketika bus Trans Semarang yang saya tumpangi memasuki kawasan Jalan Pemuda yang terkenal dengan area perkantoran dan perdagangan di pusat Kota Atlas. Saya pun turun di salah satu halte tak jauh dari SMA N 3 Semarang, kemudian lanjut berjalan kaki menuju bangunan Lawang Sewu yang menjadi salah satu ikon Kota Lunpia ini. Hujan rintik perlahan turun menemani langkah kaki menyusuri sepanjang trotoar yang sangat nyaman bagi pejalan kaki. 


Bangunan Lawang Sewu merupakan salah satu gedung peninggalan Belanda yang kini menjadi cagar budaya dan dimanfaatkan sebagai salah satu tujuan wisata. Bangunan yang dahulu digunakan sebagai kantor Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), yaitu Perusahaan Kereta Api Swasta milik Belanda pada masa kolonial. Setelah penjajahan Belanda, gedung ini sempat digunakan sebagai penjara bawah tanah oleh tentara Jepang, lokasi Pertempuran 5 Hari di Semarang antara pemuda AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) melawan tentara Kempetai dan Kidobutai di bawah komando Jepang, serta pernah juga digunakan untuk kantor pemerintahan pasca kemerdekaan. Saat ini pengelolaan bangunan Lawang Sewu di bawah naungan PT Kereta Api Indonesia.




Usai membayar uang retribusi, saya pun mulai menyusuri kompleks bangunan Lawang Sewu. Suasana bangunan bergaya indis sangat kental terasa di kompleks Lawang Sewu ini. Penamaan Lawang Sewu memang tidak bisa dilepaskan dari banyaknya jumlah pintu serta daun jendela yang tinggi dan lebar sehingga memberikan kesan bangunan ini memiliki pintu dalam jumlah yang banyak. Bangunan Lawang Sewu cukup membuat penasaran banyak wisatawan, terlebih setelah acara uji nyali yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi nasional yang menangkap adanya penampakan ketika melakukan syuting di bangunan ini. Kesan bangunan tua yang angker dan mistik pun seolah menggelitik wisatawan untuk ikut "menguji nyali" mereka di bangunan peninggalan Kolonial Belanda ini. Tak heran jika bangunan Lawang Sewu ini cukup ramai dikunjungi oleh para wisatawan yang penasaran dengan suasana yang ditawarkan.


Bangunan Lawang Sewu kini terasa lebih asri, setelah pemerintah melakukan renovasi dan pemugaran yang selesai dikerjakan pada tahun 2011 silam. Kesan angker dan mistis sudah tidak begitu terasa, karena setiap sudut bangunan kini ditata sedemikian rupa. Beberapa ruangan disulap menjadi museum untuk memajang beberapa koleksi yang berkaitan dengan perjalanan karier PT Kereta Api Indonesia (Persero). Ada pula bangunan yang difungsikan sebagai museum yang mendokumentasikan proses kegiatan pemugaran di Lawang Sewu ini. Hanya sayang, ketika saya datang, bangunan utama di Lawang Sewu ini masih dalam proses pemugaran sehingga belum dibuka untuk umum. Saya penasaran dengan ornamen hiasan kaca patri di jendela dan juga ruang bawah tanah yang tergenang oleh air di mana konon katanya banyak terdapat penampakan di sana.


Selain sebagai tempat wisata, kompleks bangunan Lawang Sewu juga menarik untuk diabadikan melalui bidikan kamera. Banyak orang datang kemari untuk mengabadikan gambar, baik dengan tema narsis, tema landscape, bahkan ada pula pasangan yang melakukan pemotretan prewed di lokasi ini. Selain itu banyak pula fotografer yang melakukan pemotretan konseptual dengan model berlatar belakang suasana bangunan Lawang Sewu yang megah. Hari pun beranjak senja, lampu-lampu kota pun sudah mulai menyala. Sudah saatnya saya kembali menuju agen bus, menanti kedatangan kendaraan yang akan mengantar saya kembali ke Kota Jogja.


keterangan :
Lawang Sewu buka setiap hari, dari Senin sampai hari Minggu, mulai pukul 07.00 sampai pukul 21.00 WIB

Tiket masuk :
dewasa Rp 10.000,00
anak-anak usia 3-12 tahun Rp 5.000,00
pelajar Rp 5.000,00

Ada jasa pemandu yang disediakan oleh pihak Lawang Sewu yang siap menemani Anda berkeliling menikmati kompleks bangunan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar