Selasa, 14 Januari 2014

Apa Esensi dari Perjalanan yang Kamu Lakukan?

Sekitar dua tahun belakangan ini sepertinya trend traveling/backpacking sedang gencar-gencarnya mewabah di semua kalangan. Dari yang hanya sekedar hobi, menyenangkan diri sendiri, hingga menjadi upaya untuk pencarian jati diri. Trend traveling memang membawa berbagai dampak, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Taruh saja dampak positif dengan mewabahnya tren ini adalah semakin mudahnya akses informasi untuk menuju lokasi yang ingin kita kunjungi. Untuk dampak negatifnya, saya tidak akan memberikan banyak ulasan dalam tulisan ini. Silahkan Anda kaji dan amati sendiri, dampak negatif apa yang Anda rasakan selama mengunjungi lokasi tujuan.

           
Wabah traveling juga menghasilkan beberapa profesi yang sebelumnya luput dari perhatian khalayak ramai. Sebut saja profesi sebagai travel writer dan travel photografer. Entah sudah berapa banyak orang yang menasbihkan diri sebagai seorang travel writer dan travel photografer, baik yang terjun ke dalam dunia profesional, maupun menampilkan hasil karya mereka ke dalam blog personal.

Saya tidak menampik bahwa tulisan di blog personal telah berhasil menghantarkan saya untuk mencicipi sisi lain profesi yang berkaitan dengan dunia traveling. Saya pernah menjadi seorang travel writer, baik sebagai penulis tetap maupun penulis lepas. Pada awalnya saya cukup menikmati pekerjaan yang saya dapatkan, namun pada akhirnya hati nurani saya bergejolak. Menjadi pekerja tetap memang membutuhkan komitmen yang tinggi. Kita harus mampu menyesuaikan diri dengan ritme kerja serta standar yang ditetapkan oleh atasan, termasuk juga di dalam membuat sebuah tulisan. Ada semacam norma-norma tertentu yang ditetapkan oleh perusahaan di dalam mempublikasikan sebuah tulisan. Sebagai seorang pemula, idealisme yang saya pegang masih belum bisa menerima keadaan yang telah ditetapkan oleh kantor tempat saya bekerja.

Lalu apa pilihan saya waktu itu? Dengan tekat bulat akhirnya saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan tersebut. Sebuah pekerjaan yang mungkin saja menjadi idaman banyak orang di luar sana yang sedang menggilai dunia traveling. “Kurang apa coba, kamu traveling gratis, fasilitas dan akomodasi gratis, plus mendapat bayaran pula dari hasil tulisan yang kamu setorkan kepada editor. Lalu mengapa kamu memutuskan untuk keluar? Dasar bego kau ini Dik !”, kilah teman saya. Tapi tekat saya sudah bulat, saya memilih keluar dari pekerjaan tetap.

Menjadi pekerja lepas pun tak kalah menimbulkan gejolak batin yang saya rasa. Risikonya memang lebih besar, namun di sisi lain saya masih bisa mempertahankan idealisme yang saya pegang. Banyak suka duka yang saya rasakan menjadi pekerja lepas. Mulai dari di PHP-in editor, harus rela menunggu editor selama berjam-jam gara-gara kesibukannya, kontrak kerja yang tidak jelas bahkan hampir sama sekali tidak ada, hingga bayaran yang molor tiba di rekening saya. Lalu apakah saya menyesal menjadi pekerja lepas? Tidak, sama sekali tidak, saya menganggap semua itu sebagai sebuah pembelajaran memasuki dunia kerja yang sebenarnya ke depan.

Saya ingat ketika dahulu awal-awal mengenal dunia tulis-menulis di halaman blog personal. Esensi dari perjalanan-perjalanan yang saya lakukan adalah mengumpulkan informasi kemudian membaginya ke dalam sebuah cerita. Saya melihat ada sedikit celah, yaitu kurangnya data dan ulasan yang mendalam dari beberapa tulisan yang saya baca (menurut saya). Tak ada salahnya kan membagikan sedikit cerita dengan data yang lebih lengkap untuk beberapa lokasi yang ingin dikunjungi? Awal tahun 2011 saya mulai rajin untuk berkeliling beberapa tempat di Jogja dan sekitarnya, kemudian menceritakannya ke dalam sebuah tulisan yang saya posting di halaman blog pribadi saya. Sama sekali tidak terpikir untuk mendapatkan uang dari hobi saya ini. Saya menjalani semua tanpa beban, saya benar-benar menikmati apa yang saya lakukan ketika itu. Saya tidak ambil pusing dengan hasil gambar, saya tidak pernah ambil pusing dengan data dan informasi tentang lokasi tujuan. Semua terasa lepas dan mengalir apa adanya.


Dalam perkembangannya, saya pun mengenal penghasilan dari perjalanan yang saya lakukan. Blog yang saya kelola menjadi salah satu portfolio untuk menjual diri saya. Dari situlah sedikit demi sedikit timbul sebuah beban. Beban untuk bagaimana mendapatkan gambar yang bagus selama perjalanan. Beban untuk bagaimana mencari data dan fakta kemudian mengemasnya ke dalam sebuah cerita yang menarik untuk dibaca. Ini adalah perjalanan, bukan sebuah penelitian bukan? Penelitian memang membutuhkan riset yang mendalam, namun bukankah perjalanan seharusnya mengalir apa adanya begitu saja tanpa beban? Dari situlah saya merasa perjalanan saya menjadi hambar dan tak berkesan. Lalu sekarang apa esensimu melakukan sebuah perjalanan? Apakah ingin mendapatkan uang, mendapatkan ketenaran dengan jumlah followers sekian banyak di akun sosial media, mendapatkan labeling sebagai seorang pejalan dari orang-orang yang kamu kenal, menjadikan perjalanan sebagai sebuah kenikmatan, atau adakah esensi lain dari perjalanan-perjalanan yang Anda lakukan? Apakah di tahun 2014 ini kamu masih akan terus melakukan perjalanan-perjalanan itu Dik?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar