Danau Maninjau - Terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat Indonesia. Maninjau merupakan danau vulkanik dan memiliki luas sekitar 99,5 km. Dan berada di ketinggian 461,5 mdpl, Danau ini berjarak sekitar 140 kilometer sebelah utara dari Kota Padang, ibukota Sumatera Barat, 36 kilometer dari Bukittinggi, 27 kilometer dari Lubuk Basung, ibukota Kabupaten Agam.
Benar benar bagus, tenang dan hanwanya sejuk, perjalanna antara bukit-bukit dan jalan yang sudah mulus. Pemandangannya masih hijau, Danau Maninjau sekilas tidak seberapa besar bila dilihat dari tepian jalan karena tertutupi hamparan kebun dan sawah-sawah. Danau ini lebih dari sekedar landmark yang begitu indah, Danau ini juga merupakan bagian dari warisan budaya masyarakat setempat. Menurut cerita rakyat setempat, Legenda "Bujang Sembilan" (kira-kira diterjemahkan sebagai "Sembilan Remaja Putra") merupakan cerita mengenai asal-usul danau tersebut.
Desa Maninjau yang terletak dekat danau merupakan rumah dari Ulama terkenal yang bernama Buya HAMKA, selain menjadi Ulama beliau novelis dengan karyanya yang fenomenal Tenggelamnya Kapal Van der Wijk. Orang terkenal lain yang lahir di sini adalah Rangkayo Rasuna Said, salah satu pahlawan nasional Indonesia. Namanya telah diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta.
Untuk menikmati pemandangan Danu Maninjau secara keseluruhan, kita bisa melihatnya dari Puncak Lawang, sebuah tempat yang berada diatas bukit paling tinggih, banyak warung-warung yang berjualan serta tempatnya sudah tertata rapi. Di Puncak Lawang ada permainan Paragliding dan Parasailing, area parkir yang cukup luas serta pemandangan yang menakjubkan.
Jika anda dari danau maninjau dan ingin ke Puncak Lawang, maka anda akan melewati kelok 44 (empat-empat) yaitu sebuah jalan menanjak dengan tikungan sebanyak empat puluh empat tikungan. Setiap tikungan diberi nama angka sesuai urutannya, kelok satu sampai kelok empat-empat. Kelok empat empat ini juga merupaka rute pertandingan Internasional Tourde Singkarak. tidak bisa membayangkan para atlit yang bertanding melewati rute kelok 44, selain menanjak, medannya tergolong sangat berat. Waktu itu teman sempat mencoba menggenjot sepedanya, jangankan melewatin kelok 44, untuk mencapai kelok satu saja banyak yang gagal, adapun yang sampai juga karena beberapa kali berhenti, itu baru satu kelok dan belum empat puluh empat kelok, andai saja yang melewati rute itu bukan atlet pesepeda internasional, mungkin betisnya sudah bepacah hehehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar