Minggu, 18 Mei 2014

Taman Nasional Baluran - Secuil "Afrika" di Tanah Jawa

Image pariwisata Jawa Timur memang tidak bisa dilepaskan oleh pesona Gunung Bromo yang sudah mendunia. Baik pelancong lokal maupun internasional seolah dibuat penasaran dengan pesona matahari terbit serta keindahan pemandangan pegunungan yang ditawarkan. Jika ditelisik lebih dalam, tak hanya Bromo saja yang memiliki pesona keindahan alam yang mempesona, beberapa Taman Nasional di Jawa Timur pun memiliki pemandangan yang tak kalah elok juga. Salah satunya adalah Taman Nasional Baluran di Situbondo yang menawarkan secuil suasana Afrika di tanah Jawa.




Sepiring nasi campur dan es teh manis pun menjadi pengisi tenaga sebelum memulai penjelajahan di Taman Nasional Baluran pagi ini. Tak lupa kami memesan sebungkus nasi beserta lauk sebagai bekal makan siang selama menjelajahi Taman Nasional nanti. Sedikit repot memang, namun tidak lucu saja rasanya jika nanti kelaparan di tengah penjelajahan. Belum lagi informasi dari pemilik homestay yang mengatakan bahwa warung makan di Pantai Bama sedang tutup karena menunggu perpanjangan izin dari pusat yang entah kapan akan datang. Keputusan yang tepat jika kami memilih untuk menyiapkan perbekalan guna berjaga-jaga.
Kaki pun kembali melangkah melanjutkan perjalanan menuju pintu gerbang Taman Nasional Baluran. Si penjaga gerbang dengan ramah mempersilahkan kami menuju bagian informasi untuk mengisi buku tamu dan membayar retribusi. Beliau juga menawarkan untuk menitipkan barang bawaan kami di pos jaga agar kami lebih leluasa. Ah, sepertinya beliau mengerti dengan beban barang yang kami bawa. Namun dengan halus saya menolaknya. Bukan karena takut terjadi apa-apa, namun saya sudah terlalu malas jika harus mengemasi ulang isi barang bawaan yang sudah tertata.

Pepohonan yang tumbuh dengan rindang di sekitar pintu masuk Taman Nasional Baluran memberikan udara yang segar. Kawanan monyet liar dengan lincah bermain-main di sekitar pos informasi seolah menyambut kami pagi ini. Pos informasi masih cukup sepi, hanya terlihat beberapa penduduk setempat yang siap menawarkan jasa ojek untuk menyusuri Taman Nasional Baluran. Usai mengisi buku tamu dan uang retribusi, saya pun sedikit berbasa-basi dengan petugas untuk mencari beberapa informasi. Dari beliaulah saya mengetahui bahwa jika pada malam hari terkadang ada kawanan kerbau liar yang sedang berkubang di belakang bangunan pos informasi ini, pun demikian dengan monyet-monyet liar yang selalu berkeliaran setiap saat. Ternyata kompleks bangunan di sini sudah berada di dalam area hutan !

Dari pos informasi saya melanjutkan penyusuran dengan jasa ojek motor. Tampa basa-basi saya menyewa dua buah sepeda motor untuk mengantarkan kami. Seolah sang empunya kendaraan sudah membaca tabiat kami. Mereka menyerahkan satu buah sepeda motor untuk kami kendarai bersama, sedangkan beliau berboncengan membawakan tas ransel kami dan segera meluncur ke padang savana. Sepertinya beliau paham, jika kami akan sedikit manja, meminta berhenti di sembarang tempat untuk mengambil gambar. Maka dari itu beliau menyerahkan sepeda motornya agar kami leluasa berhenti di mana saja untuk mengambil gambar di mana pun kami suka.

Evergreen Area
Dari pos informasi perjalanan kami lanjutkan memasuki hutan melewati jalan aspal yang sudah mulai usang. Jalanan yang mulai usang ini memberikan sensasi tersendiri dalam mengendalikan kendaraan. Jalanan offroad memasuki area hutan. Saya ingat pesan penjaga pos gerbang tadi malam. Kita bisa membawa mobil untuk menyusuri Taman Nasional, tapi tidak disarankan menggunakan mobil sedan karena akan kandas jika dipaksa melewati jalanan. Sekitar sepuluh menit perjalanan kami memasuki hutan yang dinamai evergreen area. Di area ini nampak pepohonan begitu rindang dengan vegeasi hutan yang cukup rapat. Evergreen area merupakan kawasan hutan yang sepanjang tahun tidak pernah mengalami kekeringan. Daun-daun di area ini nampak selalu berwarna hijau walaupun memasuki musim kemarau. Dedaunan yang rindang membuat nyaman berkendara di kawasan evergreen area ini.



Di tengah-tengah perjalanan di kawasan evergreen area ini kami berhenti sejenak untuk mengamati beberapa jenis kupu-kupu yang sedang berkumpul mengerumuni buah yang jatuh di tengah jalan. Cantik sekali mengamati kupu-kupu ini. Sesekali mereka beterbangan menjauhi buah yang ada di jalan karena ada kendaraan yang melintas. Imajinasi saya melayang membayangkan salah satu tokoh drama Asia yaitu Return of The Condor Heroes yang memiliki kemampuan memanggil kupu-kupu kemudian menari bersama mereka. Menurut penuturan petugas Taman Nasional Baluran, di kawasan evergreen area ini terkadang masih ditemui macan tutul yang berkeliaran di malam hari. Walupun liar, namun macam tutul di Baluran tidak agresif terhadap manusia. Mereka cenderung pemalu dan memilih untuk berlari menghindar ketika bertemu dengan manusia. Makanan utama macan tutul di Baluran adalah lutung hitam yang masih banyak berkeliaran di dalam hutan.



Menara Pandang dan Savanna Bekol
Pesona Taman Nasional Baluran tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan padang rumput yang menjadi salah satu daya tarik tempat ini. Ikon savanna Bekol ini adalah keberadaan kerangka kepala banteng yang di pajang di salah satu sudut savanna. Banyak orang yang mengabadikan foto di kumpulan kerangka banteng ini sebagai bukti bahwa mereka pernah berkunjung di Baluran. Suasana savanna Bekol akan lebih menarik jika memasuki musim kemarau di mana rerumputan sudah mulai mengering, daun-daun di pepohonan sudah menguning, dipadu dengan latar belakang Gunung Baluran yang berselimut awan biru, memberikan nuansa seolah-olah kita sedang berada di Afrika. Maka tak heran, banyak orang menjuluki Baluran sebagai Africa van Java !





Ada cara lain untuk menikmati savanna Bekol ini, yaitu dengan naik ke menara pandang untuk menikmati pemandangan dari ketinggian. Kami harus mendaki sebuah bukit yang tak terlalu terjal melewati beberapa anak tangga yang sudah dibangun permanen. Kita dapat melihat sepertiga dari keseluruhan luas Taman Nasional Baluran ini yang mencapai total sekitar 25.000 hektar dari atas menara pandang ini. Di sini kita dapat melihat pemandangan hutan yang rapat, padang savanna yang luas serta pemandangan Gunung Baluran di sisi barat. Di menara pandang ini pula Anda dapat mendengarkan suara-suara burung dan satwa penghuni Baluran yang sedang berada di dalam hutan. Ada suara berbagai macam burung serta monyet yang seolah saling bersahutan. Sungguh sebuah harmonisasi alam yang begitu menenangkan pikiran sejenak keluar dari hingar-bingar bising perkotaan. 



Ketika berada di menara pandang, saya bertemu dengan dua orang siswa SMK Kehutanan yang sedang melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL). Dari merekalah saya mengetahui kapan hewan-hewan di Baluran ini berkumpul di savanna Bekol. Kawanan hewan ini biasa merumput dan mencari minum pada pagi dan sore hari, yaitu mulai pukul lima sampai tujuh pagi serta pukul tiga sampai lima sore. Jika sedang beruntung, kita dapat melihat kawanan rusa dan kerbau hutan yang berjumlah ratusan sedang merumput dan mencari minum di savanna. Selain itu ada pula burung merak yang berkeliaran di tempat yang sama. Sayang, saya datang sudah terlalu siang, hanya nampak seekor kerbau hutan yang berkeliaran mencari makan dari kejauhan. Mungkin sore nanti saya akan beruntung melihat kawanan hewan penguni Baluran seusai menikmati Pantai Bama yang mencari incaran wisatawan.

Kutukan Pohon Akasia dan Keberadaan Banteng Jawa
Jika Anda amati di bagian gerbang pintu masuk Taman Nasional Baluran, akan Anda temui seekor hewan yang menjadi maskot taman nasional ini. Hewan tersebut adalah banteng jawa, yang kini jumlahnya sudah mengalami ambang kepunahan di alam liar sana. Menurut penuturan anak SMK Kehutanan yang kami temui, jumlah banteng jawa liar di Taman Nasional Baluran tinggal 26 ekor saja yang sudah teridentifikasi. Sedangkan menurut penuturan bapak tukang ojek yang mengantarkan kami, jumlah banteng jawa yang ada di Baluran tinggal berjumlah sekitar 50 ekor saja yang ada di alam lepas. Sungguh ironis memang, hewan yang menjadi maskot Taman Nasional Baluran kini nasibnya sudah diambang kepunahan.



Punahnya populasi banteng jawa di Baluran tidak bisa dilepaskan oleh keberadaan pohon akasia yang kini menjelma menjadi tanaman hama. Sekitar 20 tahun yang lalu, penanaman pohon akasia bertujuan sebagai pagar pembatas agar hewan-hewan yang berada di Taman Nasional Baluran ini tidak lepas ke perkampungan penduduk. Namun, lambat laun pohon akasia ini berubah menjadi tanaman hama karena pertumbuhannya yang cukup cepat. Banyak banteng jawa yang mati karena memakan pohon akasia ini. Pohon akasia memiliki duri-duri yang cukup tajam sehingga menganggu pencernakan hewan yang memakan dedaunan dari pohon tersebut. Selain membunuh hewan yang memakan daunnya, pohon akasia juga menghambat pertumbuhan tanaman yang berada di bawahnya. Bahkan saking cepat pertumbuhannya, banyak padang savanna yang sekarang tertutup oleh keberadaan pohon akasia.



Sudah banyak usaha yang dilakukan petugas Taman Nasional Baluran untuk memusnahkan pohon akasia yang tumbuh sebagai hama. Cara yang paling aman untuk memusnahkan pohon akasia adalah dengan cara menebang kemudian mengolesi racun pada batangnya. Cara ini dianggap lebih aman daripada membakar maupun menyebarkan racun melalui udara karena dapat menganggu kelangsungan kehidupan hewan yang ada di Taman Nasional Baluran ini. Namun, cara menebang dan mengoles racun dirasa kurang efektif karena luasnya cakupan pertumbuhan pohon akasia di kawasan Baluran ini. Banyaknya duri yang tumbuh di pohon akasia juga menyulitkan petugas ketika akan menebang pohon tersebut. Bahkan duri-durinya mampu menembus sepatu boots yang dikenakan oleh petugas. Mengolesi racun pada batang jika tidak merata dan dilakukan dengan benar juga malah akan mempercepat pertumbuhan pohon akasia ini. Biasanya akan muncul cabang baru jika pengolesan racun tidak dilakukan dengan benar. Sungguh pohon yang cukup tahan banting akasia ini.



Untuk melestarikan jumlah populasi banteng jawa, pihak Taman Nasional Baluran membuat sebuah kandang khusus untuk tempat penangkaran dan konservasi semi alami bagi banteng jawa. Kandang tersebut dikelilingi oleh pagar besi yang diberi aliran listrik agar banteng-banteng tersebut tidak kabur. Ada empat ekor banteng di penangkaran ini, terdiri dari satu ekor banteng jantan dan tiga ekor banteng betina. Banteng-banteng ini bukan asli penghuni Taman Nasional Baluran, melainkan didatangkan dari Taman Safari Indonesia untuk ditangkarkan. Ketika kami datang, sudah ada satu ekor banteng sedang hamil dan menurut siswa SMK Kehutanan yang menemani kami berkeliling, banteng tersebut sebentar lagi akan melahirkan.

Jika dilihat dari bentuk fisiknya, banteng jawa memiliki kemiripan seperti sapi bali yang sama-sama memiliki warna kulit kecokelatan. Namun, ada pembeda antara banteng jawa dan sapi bali, yaitu adanya warna putih di bagian kaki dan di bagian pantat, serta bentuk tanduk yang menghadap ke depan. Banteng betina biasanya berwarna cokelat, sedangkan banteng jantan memiliki warna hitam. Tubuh banteng jawa bantuan dari Taman Safari ini lebih kecil dibandingkan dengan banteng jawa endemik Taman Nasional Baluran. Pihak petugas Taman Nasional Baluran sudah melakukan usaha untuk memancing banteng endemik tersebut dengan menempatkan banteng betina agar banteng-banteng liar tersebut terpikat dan kemudian masuk ke dalam kandang. Namun, sampai sekarang usaha tersebut belum membuahkan hasil. Ah, semoga banteng jawa yang menjadi maskot Taman Nasional Baluran ini tidak benar-benar punah dan terjaga jumlah populasinya.



Sebagai sebuah Taman Nasional, Baluran bagi saya menjadi salah satu wisata minat khusus dan juga wisata edukasi. Selain menikmati keindahan alam berupa hutan dan padang savanna dengan latar belakang pegunungan, Taman Nasional Baluran juga bisa menjadi tempat untuk menimba ilmu, terutama mengenai hutan, hewan, dan lingkungan. Sayang rasanya jika datang jauh-jauh ke Taman Nasional Baluran hanya sekedar mencari gambar saja, coba sedikit bertanya kepada petugas di sana untuk menggali informasi serta belajar mengenali alam dan lingkungan. Ah, saatnya kembali melanjutkan perjalanan menuju Pantai Bama melewati hamparan padang savana yang tampak sudah mengering memasuki musim kemarau ini !

keterangan :

  • Untuk berkeliling di Taman Nasional Baluran, Anda dapat menggunakan jasa ojek motor yang disediakan oleh penduduk setempat. Tarif ojek motor untuk rute Savanna Bekol-Pantai Bama pulang-pergi adalah Rp 80.000,00 per-motor. Jasa ojek motor dapat Anda temui di pos informasi dan retribusi.
  • Untuk yang dapat berombongan, Anda dapat menyewa mobil untuk berkeleliling, silahkan menghubungi pegawai Taman Nasional Baluran untuk informasi lebih lanjut.
  • Tarif masuk Taman Nasional Baluran adalah Rp 2.500,00 per-orang (data bulan Mei 2014). Ada kemungkinan tarif masuk tersebut akan naik dengan adanya surat edaran dari pemerintah pusat mengenai tarif baru untuk beberapa Taman Nasional di Indonesia.
  • Ada beberapa wisma penginapan yang disewakan di daerah Bekol dan Bama, namun sampai bulan Mei ini masih menunggu surat keputusan dari pemerintah pusat yang sedang melakukan monitoring dan evaluasi guna memberikan perpanjangan izin. Sampai sekarang pun masih belum jelas kapan wisma-wisma tersebut dibuka kembali untuk umum.
  • Saat ini sudah disediakan homestay yang dikelola oleh penduduk setempat. Lokasi homestay tidak jauh dari pintu masuk Taman Nasional Baluran. Tarif sewa homestay adalah Rp 75.000,00/orang/malam. Untuk menyewa homestay yang dikelola oleh penduduk setempat, silahkan meminta informasi kepada petugas yang berjaga di pos gerbang masuk Baluran, dengan senang hati mereka akan mengantarkan Anda sampai homestay.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar