Rendahnya pemahaman akan keberagaman menjadi salah satu persoalan di Aceh saat ini. Itulah sebabnya, banyak yang tak menghargai keberagaman tersebut, padahal Aceh begitu kaya akan keberagaman.
Hal ini disampaikan Sosiolog Aceh, Otto Syamsuddin Ishak dalam Workshop Berdamai Dalam Kebaragaman yang diselenggarakan Forum Pemuda Peduli Perdamaian (FPPP) di Sare School, Sabtu(16/7). Menurut Otto, keberagaman adalah sebuah rahmat kehidupan.
”Tapi hal ini jarang dibicarakan orang Aceh,” katanya.
Seolah-olah, lanjut Otto, Aceh tidak memiliki kebaragaman, padahal kalau kita lihat dari segi apapun Aceh sangat kaya dengan keberagaman, tetapi di sisi masyarakat Aceh itu sendiri sangat miskin dengan keberagaman.
“Sepertinya sangat sulit dipahami masyarakat Aceh saat ini, dimana setiap yang beragam ini selalu ingin mendominasi dan memaksakan keyakinan dirinya pada orang lain, masyarakat lebih cendrung ingin melakukan intervensi, apabila kita saling menjaga keharmonisan, maka intervensi itu tidak akan terjadi maka yang terjadi diskusi,” kata Otto.
Kadangkala, lanjut Otto, masyarakat Aceh sering merasa seolah-olah hilang keberadaan ketika dalam keberagaman. Semestinya harus disadari bahwa keberagaman itu sebuah realitas sosial.
“Semua keberagaman itu sifatnya horizontal tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah, semua sama, masuk ke aspek etnis, kita juga msih beragam, dalam pendidikan juga beragam,” kata Otto.
Menurut Otto, kemiskinan berkorelasi langsung dengan rendahnya akan pemahaman keberagaman. Ini sekaligus akan menjadikan Aceh dalam kemunduran.
Workshop itu diikuti beberapa lembaga kepemudaan di Aceh, seperti Muhammadiyah Aceh, FPI, Rabithah Taliban, Komunitas Punk, Komunitas Seni, Remaja Mesjid, Dayah, dan lain-lain.
Koordinator FPPP Maimunzir mengatakan, tujuan diadakannya kegiatan tersebut untuk menggali lebih dalam kebaragaman budaya yang ada di Aceh, serta membangun kesepahaman melalui sharing antar komunitas sosial adalam masyarakat. “Ini juga untuk merumuskan strategi sosial yang sesuai untuk menjaga kerukunan dalam interaksi sosial,” kata Munzir. (dad)
Sumber : Harian Aceh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar